Kasus Anak Ditukar Sembako, Sosiolog: Evaluasi Pengawasan Orang Tua
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kasus anak ditukar sembako cukup marak terjadi di Kota Makassar. Dalam dua tahun terakhir, kasus serupa sudah terjadi 5 kali. Hal itu perlu menjadi perhatian bersama dan butuh peran semua pihak secara simultan.
Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) , Muhammad Ramli AT menilai, kasus dengan pola penipuan disertai pencurian dan penculikan ini menjadi bahan evaluasi bagi orang tua, untuk mengawasi anak-anaknya. Sebab, kasus seperti itu terjadi salah satunya lantaran ada kelalaian dalam sistem pengawasan keluarga.
"Beberapa kasus kriminal yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya memang seringkali diawali dengan upaya membangun kepercayaan pada anak untuk akhirnya bersedia mengikuti keinginan pelaku. Ini sebenarnya pola yang biasa juga digunakan untuk objek orang dewasa, hanya saja pada anak-anak tentu lebih mudah terpedaya," kata Ramli kepada SINDOnews, Minggu (12/9/2021).
Dosen FISIP Unhas ini menjelaskan, kultus pola asuh orang tua untuk saling menumbuhkan kepercayaan terhadap sesama, jadi paradoks. Menurut Ramli dogma yang diajarkan orang tua tersebut, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan. "Dengan bujukan atau iming-iming terhadap anak-anak," imbuhnya
"Ini ditafsir oleh orang tua sebagai ancaman. Akhirnya, anak-anak semasa masih sangat muda terpaksa banyak diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak mudah percaya pada orang lain, terutama pada mereka yang baru dikenalnya. Di sinilah paradoksnya, yang tanpa kita sadari bisa berdampak pada sikap dan perilaku sosial sang anak untuk jangka panjang," lanjut Ramli.
Ramli menyebut, dalam beberapa kasus, salah satu yang menjadi faktor sehingga anak-anak menjadi korban kriminalitas adalah karena keterdesakan ekonomi. Baik dalam lingkungan keluarga, hingga di lingkungan sosialnya. "Contohnya kan seperti korban itu, ditukar dengan karung beras, kemudian ada juga tabung gas. Rata-rata kebutuhan pokok," ucapnya.
Ramli menegaskan, perbuatan para pelaku kejahatan bagaimanapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Apalagi sampai mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak. Menurut Ramli, kejadian seperti ini menjadi sinyal sekaligus indikasi bahwa masih banyak masyarakat terdesak kebutuhan ekonominya karena kemiskinan.
"Ada masalah kemiskinan yang menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat yang perlu diselesaikan. Berhentilah beretorika bahwa apa yang dinarasikan dalam pembangunan ini seolah-olah serba sukses tapi kenyataannya seperti ini," ungkap Ramli.
Di sisi lain, kata dia, kemajuan di bidang ekonomi semestinya berjalan seiring dengan kemajuan sosial. Termasuk di dalamnya cara mendidik dan menjaga keamanan anak-anak. Termasuk di dalamnya bagaimana masyarakat atau komunitas terdekat anak-anak mengambil peran di dalamnya.
Ramli bilang, peran tetangga atau orang-orang dewasa di sekeliling anak-anak harus mampu memberi perlindungan dan rasa aman. Dengan begitu juga, segala hal yang mencurigakan, terlebih jika melihat kejadiannya jadi perhatian semua. Ini seharusnya menjadi perilaku sosial standar," tegasnya.
Dia mencontohkan beberapa cara untuk mewujudkan hal itu bisa dilakukan, di antara keguyuban bertetangga yang menurutnya, kini mulai pudar bisa diupayakan kembali melalui cara-cara yang lebih terencana. Jika sudah begitu, diharapkan ada terbangun rasa saling peduli seperti di masyarakat pedesaan.
"Karena bagaimanapun kita tengah hidup dalam masyarakat yang sudah berubah dengan sistem sosialnya yang juga banyak memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar tetap berfungsi, termasuk dalam menjamin keamanan bagi anak-anak," tukas Ramli.
Ramli berharap, kejadian ini menjadi perhatian serius pemerintah berikut aparat kepolisian untuk mengungkap motif sesungguhnya. "Ini jelas membahayakan bagi anak-anak yang begitu rentan dalam kondisi sosial. Ini juga akan berdampak pada kondisi psikologis anak-anak bila kejadian ini terus terulang," tutupnya.
Dari catatan Sindonews, kasus penipuan disertai penculikan anak ditukar beras atau tabung elpiji 3 Kg setidaknya sudah lima kali terjadi di Kota Makassar. Terbaru, korbannya adalah MAR, bocah laki-laki berumur 10 tahun yang diculik orang tak dikenal setelah diimingi uang belasan ribu rupiah. Korban diangkut menggunakan motor dari rumahnya sekitar Jalan Maccini Gusung, Kecamatan Makassar, Selasa (7/9/2021) lalu.
Lelaki misterius itu, membonceng MAR ke sebuah warung kelontong di Jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini. Di sana terduga pelaku membawa kabur tiga karung beras dengan total berat 35 Kilogram.
Kasus dengan modus serupa pernah dialami bocah 10 tahun berinisial A, warga Kecamatan Panakkukang yang diculik dan ditukar 4 tabung gas 3 Kg di Kecamatan Rappocini pada Selasa (18/5/2021). Terduga pelaku mengimingi-imingi korban uang Rp5.000 untuk melancarkan aksi kejahatannya.
Tahun 2020 lalu, peristiwa penculikan juga dialami Ad, bocah laki-laki berusia tujuh tahun. Korban diculik dua orang pria tak dikenal menggunakan sepeda motor di Jalan Maccini Raya, Kecamatan Makassar, Jumat (25/12/2020) lalu. Ad dibawa pelaku ke sebuah toko di Jalan Pongtiku, Kecamatan Makassar. Belakangan korban ditukar dua karung beras oleh pelaku.
Selain itu, juga pernah menimpa AAD, bocah 8 tahun di Kecamatan Manggala, Jumat (24/7/2020) lalu. Korban diculik saat tengah bermain di lingkungan rumahnya. AAD dibawa ke sebuah toko di Kecamatan Tamalanrea, dan ditukar dengan empat buah tabung elpiji ukuran 3 Kg.
Bahkan pada tahun 2019 silam, dilaporkan pernah menimpa dua bocah laki-laki berinisial AP (9) dan MRA (9). Mereka diculik pemotor saat pulang sekolah di Kecamatan Mariso pada Kamis (21/11/2019). Lalu dibawa ke sebuah toko di Kecamatan Rappocini, belakangan ditukar dua karung beras.
Dari rentetan kasus penculikan tersebut, pelaku belum juga tertangkap. Hingga akhirnya kini aparat kepolisian baru berhasil mengungkap kasus meresahkan masyarakat tersebut.
Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) , Muhammad Ramli AT menilai, kasus dengan pola penipuan disertai pencurian dan penculikan ini menjadi bahan evaluasi bagi orang tua, untuk mengawasi anak-anaknya. Sebab, kasus seperti itu terjadi salah satunya lantaran ada kelalaian dalam sistem pengawasan keluarga.
"Beberapa kasus kriminal yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya memang seringkali diawali dengan upaya membangun kepercayaan pada anak untuk akhirnya bersedia mengikuti keinginan pelaku. Ini sebenarnya pola yang biasa juga digunakan untuk objek orang dewasa, hanya saja pada anak-anak tentu lebih mudah terpedaya," kata Ramli kepada SINDOnews, Minggu (12/9/2021).
Dosen FISIP Unhas ini menjelaskan, kultus pola asuh orang tua untuk saling menumbuhkan kepercayaan terhadap sesama, jadi paradoks. Menurut Ramli dogma yang diajarkan orang tua tersebut, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan. "Dengan bujukan atau iming-iming terhadap anak-anak," imbuhnya
"Ini ditafsir oleh orang tua sebagai ancaman. Akhirnya, anak-anak semasa masih sangat muda terpaksa banyak diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak mudah percaya pada orang lain, terutama pada mereka yang baru dikenalnya. Di sinilah paradoksnya, yang tanpa kita sadari bisa berdampak pada sikap dan perilaku sosial sang anak untuk jangka panjang," lanjut Ramli.
Ramli menyebut, dalam beberapa kasus, salah satu yang menjadi faktor sehingga anak-anak menjadi korban kriminalitas adalah karena keterdesakan ekonomi. Baik dalam lingkungan keluarga, hingga di lingkungan sosialnya. "Contohnya kan seperti korban itu, ditukar dengan karung beras, kemudian ada juga tabung gas. Rata-rata kebutuhan pokok," ucapnya.
Ramli menegaskan, perbuatan para pelaku kejahatan bagaimanapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Apalagi sampai mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak. Menurut Ramli, kejadian seperti ini menjadi sinyal sekaligus indikasi bahwa masih banyak masyarakat terdesak kebutuhan ekonominya karena kemiskinan.
"Ada masalah kemiskinan yang menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat yang perlu diselesaikan. Berhentilah beretorika bahwa apa yang dinarasikan dalam pembangunan ini seolah-olah serba sukses tapi kenyataannya seperti ini," ungkap Ramli.
Di sisi lain, kata dia, kemajuan di bidang ekonomi semestinya berjalan seiring dengan kemajuan sosial. Termasuk di dalamnya cara mendidik dan menjaga keamanan anak-anak. Termasuk di dalamnya bagaimana masyarakat atau komunitas terdekat anak-anak mengambil peran di dalamnya.
Ramli bilang, peran tetangga atau orang-orang dewasa di sekeliling anak-anak harus mampu memberi perlindungan dan rasa aman. Dengan begitu juga, segala hal yang mencurigakan, terlebih jika melihat kejadiannya jadi perhatian semua. Ini seharusnya menjadi perilaku sosial standar," tegasnya.
Dia mencontohkan beberapa cara untuk mewujudkan hal itu bisa dilakukan, di antara keguyuban bertetangga yang menurutnya, kini mulai pudar bisa diupayakan kembali melalui cara-cara yang lebih terencana. Jika sudah begitu, diharapkan ada terbangun rasa saling peduli seperti di masyarakat pedesaan.
"Karena bagaimanapun kita tengah hidup dalam masyarakat yang sudah berubah dengan sistem sosialnya yang juga banyak memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar tetap berfungsi, termasuk dalam menjamin keamanan bagi anak-anak," tukas Ramli.
Ramli berharap, kejadian ini menjadi perhatian serius pemerintah berikut aparat kepolisian untuk mengungkap motif sesungguhnya. "Ini jelas membahayakan bagi anak-anak yang begitu rentan dalam kondisi sosial. Ini juga akan berdampak pada kondisi psikologis anak-anak bila kejadian ini terus terulang," tutupnya.
Dari catatan Sindonews, kasus penipuan disertai penculikan anak ditukar beras atau tabung elpiji 3 Kg setidaknya sudah lima kali terjadi di Kota Makassar. Terbaru, korbannya adalah MAR, bocah laki-laki berumur 10 tahun yang diculik orang tak dikenal setelah diimingi uang belasan ribu rupiah. Korban diangkut menggunakan motor dari rumahnya sekitar Jalan Maccini Gusung, Kecamatan Makassar, Selasa (7/9/2021) lalu.
Lelaki misterius itu, membonceng MAR ke sebuah warung kelontong di Jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini. Di sana terduga pelaku membawa kabur tiga karung beras dengan total berat 35 Kilogram.
Kasus dengan modus serupa pernah dialami bocah 10 tahun berinisial A, warga Kecamatan Panakkukang yang diculik dan ditukar 4 tabung gas 3 Kg di Kecamatan Rappocini pada Selasa (18/5/2021). Terduga pelaku mengimingi-imingi korban uang Rp5.000 untuk melancarkan aksi kejahatannya.
Tahun 2020 lalu, peristiwa penculikan juga dialami Ad, bocah laki-laki berusia tujuh tahun. Korban diculik dua orang pria tak dikenal menggunakan sepeda motor di Jalan Maccini Raya, Kecamatan Makassar, Jumat (25/12/2020) lalu. Ad dibawa pelaku ke sebuah toko di Jalan Pongtiku, Kecamatan Makassar. Belakangan korban ditukar dua karung beras oleh pelaku.
Selain itu, juga pernah menimpa AAD, bocah 8 tahun di Kecamatan Manggala, Jumat (24/7/2020) lalu. Korban diculik saat tengah bermain di lingkungan rumahnya. AAD dibawa ke sebuah toko di Kecamatan Tamalanrea, dan ditukar dengan empat buah tabung elpiji ukuran 3 Kg.
Bahkan pada tahun 2019 silam, dilaporkan pernah menimpa dua bocah laki-laki berinisial AP (9) dan MRA (9). Mereka diculik pemotor saat pulang sekolah di Kecamatan Mariso pada Kamis (21/11/2019). Lalu dibawa ke sebuah toko di Kecamatan Rappocini, belakangan ditukar dua karung beras.
Dari rentetan kasus penculikan tersebut, pelaku belum juga tertangkap. Hingga akhirnya kini aparat kepolisian baru berhasil mengungkap kasus meresahkan masyarakat tersebut.
(agn)