Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Penerbangan, Bos Helikopter di Papua Ajukan Praperadilan
loading...
A
A
A
Terkait penghitungan kerugian negara, Yasin mengatakan, yang berhak melakukan penghitungan dan mendiclare adanya kerugian negara hanya Badan pemeriksa Keuangan atau BPK.
“Sepanjang pengetahuan kami tehadap kasus ini, yang menghitung kerugian negara yang melakukan penyidik Kejati. Kalau penyidik melakukan penghitungan sendiri, maka itu bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan terutama Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA Nomor 4 Tahun 2016,” ujarnya.
Yasin mengatakan, mendukung proses penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, tetapi kondisi hukum yang berjalan saat ini dari Kejaksaan Agung sedang melakukan penegakan hukum secara humanis yaitu restorative justice atau keadilan restoratif yakni tidak selalu berakhir di pengadilan.
“Tetapi yang dilakukan Kejati terhadap klien kami justru bisa menimbulkan preseden buruk. Tujuan dalam pemberantasan korupsi adalah mengembalikan keuangan negara. Klien kami secara sukarela tanpa menunggu hasil audit BPK telah mengembalikan kerugian negara, semestinya ini diapresiasi, bukan ditetapkan sebagai tersangka. Restorative justice dalam perkara ini harusnya dikedepankan,” ujar Yasin.
Pihaknya berharap, hakim dengan adil melihat bukti-bukti yang ada dan bisa mengabulkan permohonan gugatan tersebut, terutama membatalkan status tersangka kliennya.
Sebelumnya, Kepala Kejati Papua, Nikolaus Kondomo mengatakan, tersangka DS merupakan pemilik perusahaan PT PGP yang menerima dana hibah subsidi penerbangan helikopter dengan rute Nabire-Kirihi dan Walani.
Meskipun pada 19 Februari 2021 lalu tersangka telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp9.666.000.000 ke Kejati Papua, namun kasus tersebut masih terus didalami. “Dan dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, tim penyidik Kejati Papua pada tanggal 9 Agustus 2021, menetapkan DS sebagai tersangka pada kasus tersebut, berdasarkan dua alat bukti yang cukup kuat, yaitu keterangan saksi dan sejumlah dokumen,” jelas Nikolaus beberapa waktu lalu.
“Dari hasil pemeriksaan 9 orang saksi diantaranya dari BPPKAD Waropen, penangungjawab Bandara Nabire, AirNav cabang Nabire diketahui bahwa penggunaan dana hibah subsidi penerbangan yang bersumber dari APBD Kabupaten Waropen tahun anggaran 2017-2018, diketahui bahwa PT PGP tidak melaksanakan kewajibannya, dalam hal ini jumlah atau volume penerbangan, seperti yang tertuang dalam NPHD,” sambungnya.
Selain itu, tim penyidik juga menemukan adanya pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tahun 2017 yang belum lengkap. Namun anggaran untuk tahun 2018 dana hibah tetap dicairkan oleh Pemda.
“DS selaku penyedia barang dan jasa dinilai bertanggung jawab pada kasus tersebut, dan meskipun sudah mengembalikan kerugian negara, namun hal itu tidak serta merta menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana hibah subsidi penerbangan di Kabupaten Waropen,” kata Nikolaus.
“Sepanjang pengetahuan kami tehadap kasus ini, yang menghitung kerugian negara yang melakukan penyidik Kejati. Kalau penyidik melakukan penghitungan sendiri, maka itu bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan terutama Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA Nomor 4 Tahun 2016,” ujarnya.
Yasin mengatakan, mendukung proses penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, tetapi kondisi hukum yang berjalan saat ini dari Kejaksaan Agung sedang melakukan penegakan hukum secara humanis yaitu restorative justice atau keadilan restoratif yakni tidak selalu berakhir di pengadilan.
“Tetapi yang dilakukan Kejati terhadap klien kami justru bisa menimbulkan preseden buruk. Tujuan dalam pemberantasan korupsi adalah mengembalikan keuangan negara. Klien kami secara sukarela tanpa menunggu hasil audit BPK telah mengembalikan kerugian negara, semestinya ini diapresiasi, bukan ditetapkan sebagai tersangka. Restorative justice dalam perkara ini harusnya dikedepankan,” ujar Yasin.
Pihaknya berharap, hakim dengan adil melihat bukti-bukti yang ada dan bisa mengabulkan permohonan gugatan tersebut, terutama membatalkan status tersangka kliennya.
Sebelumnya, Kepala Kejati Papua, Nikolaus Kondomo mengatakan, tersangka DS merupakan pemilik perusahaan PT PGP yang menerima dana hibah subsidi penerbangan helikopter dengan rute Nabire-Kirihi dan Walani.
Meskipun pada 19 Februari 2021 lalu tersangka telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp9.666.000.000 ke Kejati Papua, namun kasus tersebut masih terus didalami. “Dan dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, tim penyidik Kejati Papua pada tanggal 9 Agustus 2021, menetapkan DS sebagai tersangka pada kasus tersebut, berdasarkan dua alat bukti yang cukup kuat, yaitu keterangan saksi dan sejumlah dokumen,” jelas Nikolaus beberapa waktu lalu.
“Dari hasil pemeriksaan 9 orang saksi diantaranya dari BPPKAD Waropen, penangungjawab Bandara Nabire, AirNav cabang Nabire diketahui bahwa penggunaan dana hibah subsidi penerbangan yang bersumber dari APBD Kabupaten Waropen tahun anggaran 2017-2018, diketahui bahwa PT PGP tidak melaksanakan kewajibannya, dalam hal ini jumlah atau volume penerbangan, seperti yang tertuang dalam NPHD,” sambungnya.
Selain itu, tim penyidik juga menemukan adanya pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tahun 2017 yang belum lengkap. Namun anggaran untuk tahun 2018 dana hibah tetap dicairkan oleh Pemda.
“DS selaku penyedia barang dan jasa dinilai bertanggung jawab pada kasus tersebut, dan meskipun sudah mengembalikan kerugian negara, namun hal itu tidak serta merta menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana hibah subsidi penerbangan di Kabupaten Waropen,” kata Nikolaus.