Lanskap Terjal Benowo, Kehidupan Bersih dan Pendulang Energi
loading...
A
A
A
SURABAYA - Kemacetan dan sampah menjadi persoalan klasik yang selalu terjadi di kota maju. Satu lompatan cadas dilakukan Kota Surabaya ketika memutuskan mengolah sampah menjadi energi listrik yang membuat benderang perkampungan dan mengubah perwajahan kota.
Langit Surabaya masih memerah ketika sisa senja perlahan pergi. Barisan Burung Cangak Abu membentul formasi panjang dan terbang datar dengan meninggalkan pematang ke arah barat. Ilalang kering berhamburan, menyapa kemarau yang tak kunjung lekang.
Lampu-lampu kota mulai dinyalakan, dalam kedipan mata tersisa dua bangunan mercusuar yang terlihat paling tinggi, Stadion Gelora Bung Tomo dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Keduanya saling berhadapan, bangunan menjulang dalam menyapa peradaban.
Dulu, kedua bangunan itu menjadi anomali. Gelora Bung Tomo menjelma kebanggaan dan identitas sepakbola di Kota Pahlawan. Nyanyian suporter terdengar riuh, memecah segenap jiwa yang ditumpahkan dalam pekik kemenangan tim, kebanggaan yang menjadi nafas kehidupan bagi warga, karena sepakbola adalah aliran darah di tengah lelah.
Dan bertahun-tahun lamanya, tumpukan sampah yang terus mengunung di dekat stadion itu selalu dikeluhkan. Kawasan itu yang selalu menebar bau pekat dan menyengat. 1.500 ton sampah/hari datang dan terus menyisahkan persoalan.
Saat ini, sudah ada kepingan senyum yang kembali hadir. Tumpukan sampah yang dulu dikutuk para warga karena bau dan lindi yang mengalir, kini ada cahaya yang bisa dihasilkan. Perjalanan Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di TPA Benowo mampu merevolusi cara kehidupan warga, dan listrik yang bisa disimpan untuk mengawali kemandirian kota melalui energi baru.
Muhammad Muslih (46), warga Benowo ingat betul ketika dirinya pertama kali memilih tinggal di Benowo karena harga tanahnya yang murah. Waktu itu tak ada orang yang berminat untuk tinggal dekat dengan TPA Benowo. Lokasi yang dianggap sebagai kepingan terburuk dari Kota Pahlawan karena baunya yang menyengat. "Beli tanah waktu itu cuma Rp150 ribu/meter. Banyak yang jual, karena tak betah dengan sampah," katanya, Minggu (29/8/2021).
Tiap hari ada berton-ton sampah yang diangkut ke Benowo. Melewati rumahnya dan ketika angin mengarah ke timur, ia seperti lupa kalau rongga hidungnya masih berfungsi. Bahkan, rumahnya sengaja tidak memakai rongga udara yang lebar karena menutup bau sampah yang begitu menyengat. "Saat ini sudah nggak ada bau, seperti pemukiman lainnya yang segar. Kami juga betah di rumah," sambungnya.
Hilangnya bau dan cara pengolahan sampah yang terpadu mengiringi perjalanan PSEL yang berada di TPA Benowo. PSEL menapaki jalan yang terjal. Tumpukan sampah yang puluhan tahun menebar bau, kini menjadi ladang emas berupa listrik yang bisa dimanfaatkan warga.Mengubah segala sendi kehidupan yang lebih baik.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Anna Fajriatin menuturkan,pembangunan PSEL Benowo yang dilakukan pemkot sebenarnya sudah dimulai sejak 2012 dengan menggandeng kerjasama PT. Sumber Organik.
Saat itu,proses mengolah sampah menjadi listrik masih menggunakan metode Landfill Gas Power Plant. "Dengan metode ini, PSEL mampu menghasilkan energi listrik 2 Megawatt dari 600 ton sampah per hari,"kata Anna.
Jalan berliku masih ditemui dengan beragam kegagalan. Kemudianpada2015, pemkot yang bekerjasama dengan PT. Sumber Organik ini mulai menggunakan metode Gasification Power Plant untuk mengolah sampah menjadi listrik.
Target awalnya, pada 2020 melalui metode ini sudah dapat mengolah sampah menjadi listrik. Namun, karena adanya pandemi COVID-19, sehingga proses komisioning atau pengujian oleh tim ahli dari luar negeri mundur dilakukan.
"Sebetulnya targetnya sejak 2020, tapi karena kondisi COVID-19 sehingga untuk komisioning dengan mendatangkan tim ahli dari luar negeri ke Indonesia jadi mundur. Alhamdulillah 10 Maret 2021 kemarin sudah proses. Jadi sudah bisa menghasilkan listrik 9 Megawatt dari setiap 1.000 ton sampah/hari,"katanya.
Ia menyebut, listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini kemudian menjadi kewenangan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Metode Gasification Power Plant ini mampu mengolah sampah menjadi listrik. Langkah pertama, sampah yang telah ditimbang akan dimasukkanwaste pit atau proses pemilahan. Kemudian, sampah itu diayak menggunakan crane seperti capit dan dimasukkan ke dalam Boiler.
Ketika di dalam Boiler itulah proses pembakaran dilakukan. Metode ini pun terbilang lebih cepat dibanding sebelumnya Landfill Gas Power Plant. "Jadi melalui Gasification ini per hari minimal 1.000 ton sampah yang diolah menjadi listrik. Dan mesin ini bekerja selama 24 jam tidak berhenti," kata Anna.
Saat ini,katanya, sampah yang dihasilkan Kota Surabaya mencapai sekitar 1.500 ton/hari. Sedangkan jenis sampah yang diolah di TPS Benowo adalah sampah domestik atau rumah tangga. Sementara untuk jenis sampah seperti limbah mebel, diolah kembali di lokasi lain untuk dimanfaatkan menjadi barang lainnya.
"Jadi tidak semua jenis sampah masuk ke sini. Sebelum sampah masuk ke TPA Benowo itu kita pilah-pilah dulu di TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Ada sebanyak 190 TPS di Surabaya,"jelasnya.
Anna menambahkan, bahwa PSEL Benowo ini bakal menjadi pilot project proyek strategis nasional. Sebab, di Indonesia baru pertama kali instalasi pengolahan sampah terbesar menjadi listrik dilakukan. "Jadi ini menjadi pilot project nasional," katanya.
Sampah Kota dan Kolaborasi Teknologi
Sampah juga merevolusi berbagai sektor untuk bertumbuh. Pengelolaan yang tepat membawa dampak besar bagi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sampah kini bukan lagi mempersoalkan baunya, namun manfaat yang bisa dimaksimalkan oleh masyarakat.
Persoalan sampah mulai dari hulu sampai hilir mulai dipecahkan. Di Surabaya, dari sampah-sampah yang ada di tiap rumah, para warga bisa memakainya untuk biaya sekolah maupun membayar moda transportasi umum.
Sejak di rumah-rumah warga, perjalanan sampah sudah diatur untuk bisa dimaksimalkan. Perjalanan dengan rute paling panjang nantinya akan berakhir di PSEL yang diubah menjadi listrik.
Annisatul Jannah (38) salah satu warga Dukuh Tembok selalu datang ke tempatnya bekerja di Jalan A Yani dengan mengunakan Suroboyo Bus. Ia hanya bermodal dua botol plastik bekas untuk bisa mengantarkannya setiap hari ke tempat kerja yang berjarak 26 km. "Di dalam bus sudah ada tempat mengumpulkan sampah, sekali perjalanan dua botol plastik ukuran besar," katanya.
Dua anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar dan taman kanak-kanak juga tak lagi membayar biaya sekolah. Sebab, tiap hari ia sudah memiliki tabungan sampah di kelurahan. Tabungan sampah itu bisa dicairkan untuk biaya sekolah anak. "Jadi nggak ada sampah yang terbuang, semuanya jadi uang," jelasnya.
Masyarakat Surabaya juga lega ketika sampah yang menumpuk di TPA Benowo sudah ada solusi jangka panjangnya. Sampah yang mengunung itu menjadi penemuan energi baru. Harapan itu membuncah ketika persoalan sampah bisa diatasi dan energi baru bisa diperoleh untuk kemakmuran negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri merasa senang ketika PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan di Benowo sudah berjalan. Saat meresmikan serta melihat langsung PSEL beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menuturkan, peraturan Presiden (PP) terkait percepatan pembangunan instalasi PSEL ini telah disiapkannya sejak 2018. PP No. 35/2018 tersebut, diterbitkannya sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah yang ditunjuk agar mempercepat realisasi pembangunan instalasi PSEL.
"Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008, masih jadi wali kota, kemudian gubernur, kemudian Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik, seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota," kata Presiden Jokowi.
Ia menambahkan, dahulu pemerintah daerah masih takut untuk bergerak merealisasikan pembangunan instalasi PSEL tersebut. Selain dikarenakan belum adanya payung hukum yang jelas, ditambah lagi dengan kendala mengenai PP pengelolaan barang milik daerah.
"Tapi memang kecepatan bekerja Pemerintah Kota Surabaya patut kita acungi jempol. Sehingga ini selesai yang pertama dari tujuh kota yang saya tunjuk lewat Peraturan Presiden. Ini yang pertama jadi," katanya.
Presiden Jokowi menyatakan, dari tujuh kota/kabupaten yang ditunjuk di dalam PP No. 35/2018, hanya Surabaya yang telah mampu menyelesaikannya. Sementara bagi daerah lain, masih maju mundur terkendala masalah tipping fee hingga urusan barang milik daerah.
Ia menegaskan, bahwa urusan sampah bukan hanya sekadar mengolah sampah itu menjadi sumber energi listrik. Tapi hal ini juga berkaitan dengan urusan kebersihan kota. Makanya, ia kembali mengapresiasi langkah cepat Pemkot Surabaya dalam mempercepat realisasikan pembangunan instalasi PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan. "Nanti kota-kota lain akan saya perintah untuk sudahlah tidak ruwet-ruwet (ribet-ribet), pakai ide-ide. Lihat saja di Surabaya, tiru copy," jelasnya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, TPA di Benowo Surabaya ini sudah beroperasi sejak 2001. Saat itu, volume sampah yang masuk dan bisa diolah di TPA seluas 37,4 hektar ini mencapai sekitar 1.600 ton/hari.
"Tapi karena pemkot ingin melakukan pengolahan secara efektif, maka peran serta masyarakat kita tingkatkan dengan 3R (reduce, reuse, dan recycle). Sehingga itu dapat mengurangi sampah yang masuk ke TPA Benowo sampai 20 persen," kata Eri.
Namun begitu, pihaknya masih ingin lebih efektif lagi dalam mengatasi masalah manajemen pengelolaan sampah. Karena itu kemudian, Pemkot Surabaya menggandeng kerjasama dengan PT. Sumber Organik. Hasil kerjasama inipun akhirnya menghasilkan energi listrik 11 megawatt. Dengan rincian, 2 megawatt melalui metode Landfill Gas Power Plant dan 9 megawatt dari Gasification Power Plant.
Lingkungan Terjaga, Energi Baru Diperoleh
Tantangan kota maju tak hanya kuat dalam pembangunan infrastruktur, namun juga seimbang dalam menjaga lingkungan. Ruang terbuka hijau (RTH) yang tetap dijaga di Kota Surabaya menjadi modal penting dalam mempertahankan keseimbangan kehidupan, termasuk bisa memperoleh energi baru yang bermanfaat bagi warganya.
Presiden Jokowi pun berkali-kali menyampaikan bahwa kota besar di Indonesia memang tengah menghadapi permasalahan sampah yang cukup krusial. Pasalnya, sampah tersebut tak hanya akan menimbulkan pencemaran lingkungan, tetapi juga akan menghasilkan lindi yang berdampak terhadap penurunan kualitas air.
Keberadaan PSEL di kawasan Benowo yang tengah beroperasi ini juga menggandeng beberapa tenaga ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Mereka adalah Prof Ir Joni Hermana MScES PhD (Teknik Lingkungan), I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi ST MT PhD (Teknik Lingkungan), Ary Bachtiar Krishna Putra ST MT PhD (Teknik Mesin), Dimas Anton Asfani ST MT PhD (Teknik Elektro), Ir Mudji Irmawan Arkani MT (Teknik Sipil), dan Hendra Cordova ST MT (Teknik Fisika).
I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi, salah satu anggota Tim ITS yang terlibat dalam PSEL Benowo menuturkan, permasalahan sampah di Surabaya waktu itu cukup akut. Menyadari bahwa jumlah sampah terus meningkat dan lahan TPA Benowo yang tidak mampu menampungnya, maka sejak 2010 konsep Waste to Energy mulai digagas Pemkot Surabaya dengan menggandeng ITS untuk penanganan teknologi serta segala sesuatu yang berkenaan dengan hal teknis. "Inilah implementasi konsep public private partnership dalam bidang infrastruktur persampahan yang pertama kali diterapkan di Indonesia," kata Wawa, panggilan akrabnya.
Dosen Departemen Teknik Lingkungan itu menambahkan, pemilihan teknologi dengan konsep gasifikasi memang menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat. Pembakaran sampah dengan konsep gasifikasi ditakutkan akan menghasilkan gas yang bersifat racun dan mencemari lingkungan. "Selain itu, sistem pengelolaan sampah tanpa pemilahan dan kadar air sampah yang cukup tinggi ditakutkan akan gagal diolah dengan metode pembakaran ini," ungkapnya.
Berkaitan dengan teknologi ini, ITS bersama Pemkot Surabaya memberikan masukan kepada PT. Sumber Organik tentang apa yang harus dilakukan secara ideal agar pengolahan sampah dengan konsep gasifikasi ini dapat berjalan dengan baik.
Alumnus National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) ini menambahkan, pengolahan yang diharapkan dapat menghasilkan energi listrik sebesar 9 MW ini nantinya akan menambah energi listrik sebesar 2 MW yang sudah dihasilkan oleh pemanfaatan methane gas dari landfill di TPA Benowo. Wawa berharap PSEL ini mampu mereduksi sampah yang ditimbun ke lahan TPA Benowo. Kontribusi masyarakat Kota Surabaya pun diharapkan agar teknologi ini dapat beroperasi secara berkelanjutan.
Ke depan, harapannya teknologi ini akan berhasil mewujudkan Surabaya sebagai kota dunia yang maju, humanis, dan berkelanjutan. Keseimbangan dalam menjaga lingkungan serta teknologi yang tepat bisa memperoleh benefit yang banyak, termasuk energi baru yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Kehadiran energi yang dihasilkan dari sampah kini membangkitkan berbagai sektor. Memantik perubahan besar yang terjadi di kota maju serta memastikan masyarakat tetap sehat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Lihat Juga: Santri di Sekitar Bantar Gebang Bekasi Diajari Ubah Sampah Kulit Telur Jadi Produk Bernilai Ekonomi
Langit Surabaya masih memerah ketika sisa senja perlahan pergi. Barisan Burung Cangak Abu membentul formasi panjang dan terbang datar dengan meninggalkan pematang ke arah barat. Ilalang kering berhamburan, menyapa kemarau yang tak kunjung lekang.
Lampu-lampu kota mulai dinyalakan, dalam kedipan mata tersisa dua bangunan mercusuar yang terlihat paling tinggi, Stadion Gelora Bung Tomo dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Keduanya saling berhadapan, bangunan menjulang dalam menyapa peradaban.
Dulu, kedua bangunan itu menjadi anomali. Gelora Bung Tomo menjelma kebanggaan dan identitas sepakbola di Kota Pahlawan. Nyanyian suporter terdengar riuh, memecah segenap jiwa yang ditumpahkan dalam pekik kemenangan tim, kebanggaan yang menjadi nafas kehidupan bagi warga, karena sepakbola adalah aliran darah di tengah lelah.
Dan bertahun-tahun lamanya, tumpukan sampah yang terus mengunung di dekat stadion itu selalu dikeluhkan. Kawasan itu yang selalu menebar bau pekat dan menyengat. 1.500 ton sampah/hari datang dan terus menyisahkan persoalan.
Saat ini, sudah ada kepingan senyum yang kembali hadir. Tumpukan sampah yang dulu dikutuk para warga karena bau dan lindi yang mengalir, kini ada cahaya yang bisa dihasilkan. Perjalanan Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di TPA Benowo mampu merevolusi cara kehidupan warga, dan listrik yang bisa disimpan untuk mengawali kemandirian kota melalui energi baru.
Muhammad Muslih (46), warga Benowo ingat betul ketika dirinya pertama kali memilih tinggal di Benowo karena harga tanahnya yang murah. Waktu itu tak ada orang yang berminat untuk tinggal dekat dengan TPA Benowo. Lokasi yang dianggap sebagai kepingan terburuk dari Kota Pahlawan karena baunya yang menyengat. "Beli tanah waktu itu cuma Rp150 ribu/meter. Banyak yang jual, karena tak betah dengan sampah," katanya, Minggu (29/8/2021).
Tiap hari ada berton-ton sampah yang diangkut ke Benowo. Melewati rumahnya dan ketika angin mengarah ke timur, ia seperti lupa kalau rongga hidungnya masih berfungsi. Bahkan, rumahnya sengaja tidak memakai rongga udara yang lebar karena menutup bau sampah yang begitu menyengat. "Saat ini sudah nggak ada bau, seperti pemukiman lainnya yang segar. Kami juga betah di rumah," sambungnya.
Hilangnya bau dan cara pengolahan sampah yang terpadu mengiringi perjalanan PSEL yang berada di TPA Benowo. PSEL menapaki jalan yang terjal. Tumpukan sampah yang puluhan tahun menebar bau, kini menjadi ladang emas berupa listrik yang bisa dimanfaatkan warga.Mengubah segala sendi kehidupan yang lebih baik.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Anna Fajriatin menuturkan,pembangunan PSEL Benowo yang dilakukan pemkot sebenarnya sudah dimulai sejak 2012 dengan menggandeng kerjasama PT. Sumber Organik.
Saat itu,proses mengolah sampah menjadi listrik masih menggunakan metode Landfill Gas Power Plant. "Dengan metode ini, PSEL mampu menghasilkan energi listrik 2 Megawatt dari 600 ton sampah per hari,"kata Anna.
Jalan berliku masih ditemui dengan beragam kegagalan. Kemudianpada2015, pemkot yang bekerjasama dengan PT. Sumber Organik ini mulai menggunakan metode Gasification Power Plant untuk mengolah sampah menjadi listrik.
Target awalnya, pada 2020 melalui metode ini sudah dapat mengolah sampah menjadi listrik. Namun, karena adanya pandemi COVID-19, sehingga proses komisioning atau pengujian oleh tim ahli dari luar negeri mundur dilakukan.
"Sebetulnya targetnya sejak 2020, tapi karena kondisi COVID-19 sehingga untuk komisioning dengan mendatangkan tim ahli dari luar negeri ke Indonesia jadi mundur. Alhamdulillah 10 Maret 2021 kemarin sudah proses. Jadi sudah bisa menghasilkan listrik 9 Megawatt dari setiap 1.000 ton sampah/hari,"katanya.
Ia menyebut, listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini kemudian menjadi kewenangan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Metode Gasification Power Plant ini mampu mengolah sampah menjadi listrik. Langkah pertama, sampah yang telah ditimbang akan dimasukkanwaste pit atau proses pemilahan. Kemudian, sampah itu diayak menggunakan crane seperti capit dan dimasukkan ke dalam Boiler.
Ketika di dalam Boiler itulah proses pembakaran dilakukan. Metode ini pun terbilang lebih cepat dibanding sebelumnya Landfill Gas Power Plant. "Jadi melalui Gasification ini per hari minimal 1.000 ton sampah yang diolah menjadi listrik. Dan mesin ini bekerja selama 24 jam tidak berhenti," kata Anna.
Saat ini,katanya, sampah yang dihasilkan Kota Surabaya mencapai sekitar 1.500 ton/hari. Sedangkan jenis sampah yang diolah di TPS Benowo adalah sampah domestik atau rumah tangga. Sementara untuk jenis sampah seperti limbah mebel, diolah kembali di lokasi lain untuk dimanfaatkan menjadi barang lainnya.
"Jadi tidak semua jenis sampah masuk ke sini. Sebelum sampah masuk ke TPA Benowo itu kita pilah-pilah dulu di TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Ada sebanyak 190 TPS di Surabaya,"jelasnya.
Anna menambahkan, bahwa PSEL Benowo ini bakal menjadi pilot project proyek strategis nasional. Sebab, di Indonesia baru pertama kali instalasi pengolahan sampah terbesar menjadi listrik dilakukan. "Jadi ini menjadi pilot project nasional," katanya.
Sampah Kota dan Kolaborasi Teknologi
Sampah juga merevolusi berbagai sektor untuk bertumbuh. Pengelolaan yang tepat membawa dampak besar bagi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sampah kini bukan lagi mempersoalkan baunya, namun manfaat yang bisa dimaksimalkan oleh masyarakat.
Persoalan sampah mulai dari hulu sampai hilir mulai dipecahkan. Di Surabaya, dari sampah-sampah yang ada di tiap rumah, para warga bisa memakainya untuk biaya sekolah maupun membayar moda transportasi umum.
Sejak di rumah-rumah warga, perjalanan sampah sudah diatur untuk bisa dimaksimalkan. Perjalanan dengan rute paling panjang nantinya akan berakhir di PSEL yang diubah menjadi listrik.
Annisatul Jannah (38) salah satu warga Dukuh Tembok selalu datang ke tempatnya bekerja di Jalan A Yani dengan mengunakan Suroboyo Bus. Ia hanya bermodal dua botol plastik bekas untuk bisa mengantarkannya setiap hari ke tempat kerja yang berjarak 26 km. "Di dalam bus sudah ada tempat mengumpulkan sampah, sekali perjalanan dua botol plastik ukuran besar," katanya.
Dua anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar dan taman kanak-kanak juga tak lagi membayar biaya sekolah. Sebab, tiap hari ia sudah memiliki tabungan sampah di kelurahan. Tabungan sampah itu bisa dicairkan untuk biaya sekolah anak. "Jadi nggak ada sampah yang terbuang, semuanya jadi uang," jelasnya.
Masyarakat Surabaya juga lega ketika sampah yang menumpuk di TPA Benowo sudah ada solusi jangka panjangnya. Sampah yang mengunung itu menjadi penemuan energi baru. Harapan itu membuncah ketika persoalan sampah bisa diatasi dan energi baru bisa diperoleh untuk kemakmuran negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri merasa senang ketika PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan di Benowo sudah berjalan. Saat meresmikan serta melihat langsung PSEL beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menuturkan, peraturan Presiden (PP) terkait percepatan pembangunan instalasi PSEL ini telah disiapkannya sejak 2018. PP No. 35/2018 tersebut, diterbitkannya sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah yang ditunjuk agar mempercepat realisasi pembangunan instalasi PSEL.
"Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008, masih jadi wali kota, kemudian gubernur, kemudian Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik, seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota," kata Presiden Jokowi.
Ia menambahkan, dahulu pemerintah daerah masih takut untuk bergerak merealisasikan pembangunan instalasi PSEL tersebut. Selain dikarenakan belum adanya payung hukum yang jelas, ditambah lagi dengan kendala mengenai PP pengelolaan barang milik daerah.
"Tapi memang kecepatan bekerja Pemerintah Kota Surabaya patut kita acungi jempol. Sehingga ini selesai yang pertama dari tujuh kota yang saya tunjuk lewat Peraturan Presiden. Ini yang pertama jadi," katanya.
Presiden Jokowi menyatakan, dari tujuh kota/kabupaten yang ditunjuk di dalam PP No. 35/2018, hanya Surabaya yang telah mampu menyelesaikannya. Sementara bagi daerah lain, masih maju mundur terkendala masalah tipping fee hingga urusan barang milik daerah.
Ia menegaskan, bahwa urusan sampah bukan hanya sekadar mengolah sampah itu menjadi sumber energi listrik. Tapi hal ini juga berkaitan dengan urusan kebersihan kota. Makanya, ia kembali mengapresiasi langkah cepat Pemkot Surabaya dalam mempercepat realisasikan pembangunan instalasi PSEL berbasis teknologi ramah lingkungan. "Nanti kota-kota lain akan saya perintah untuk sudahlah tidak ruwet-ruwet (ribet-ribet), pakai ide-ide. Lihat saja di Surabaya, tiru copy," jelasnya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, TPA di Benowo Surabaya ini sudah beroperasi sejak 2001. Saat itu, volume sampah yang masuk dan bisa diolah di TPA seluas 37,4 hektar ini mencapai sekitar 1.600 ton/hari.
"Tapi karena pemkot ingin melakukan pengolahan secara efektif, maka peran serta masyarakat kita tingkatkan dengan 3R (reduce, reuse, dan recycle). Sehingga itu dapat mengurangi sampah yang masuk ke TPA Benowo sampai 20 persen," kata Eri.
Namun begitu, pihaknya masih ingin lebih efektif lagi dalam mengatasi masalah manajemen pengelolaan sampah. Karena itu kemudian, Pemkot Surabaya menggandeng kerjasama dengan PT. Sumber Organik. Hasil kerjasama inipun akhirnya menghasilkan energi listrik 11 megawatt. Dengan rincian, 2 megawatt melalui metode Landfill Gas Power Plant dan 9 megawatt dari Gasification Power Plant.
Lingkungan Terjaga, Energi Baru Diperoleh
Tantangan kota maju tak hanya kuat dalam pembangunan infrastruktur, namun juga seimbang dalam menjaga lingkungan. Ruang terbuka hijau (RTH) yang tetap dijaga di Kota Surabaya menjadi modal penting dalam mempertahankan keseimbangan kehidupan, termasuk bisa memperoleh energi baru yang bermanfaat bagi warganya.
Presiden Jokowi pun berkali-kali menyampaikan bahwa kota besar di Indonesia memang tengah menghadapi permasalahan sampah yang cukup krusial. Pasalnya, sampah tersebut tak hanya akan menimbulkan pencemaran lingkungan, tetapi juga akan menghasilkan lindi yang berdampak terhadap penurunan kualitas air.
Keberadaan PSEL di kawasan Benowo yang tengah beroperasi ini juga menggandeng beberapa tenaga ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Mereka adalah Prof Ir Joni Hermana MScES PhD (Teknik Lingkungan), I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi ST MT PhD (Teknik Lingkungan), Ary Bachtiar Krishna Putra ST MT PhD (Teknik Mesin), Dimas Anton Asfani ST MT PhD (Teknik Elektro), Ir Mudji Irmawan Arkani MT (Teknik Sipil), dan Hendra Cordova ST MT (Teknik Fisika).
I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi, salah satu anggota Tim ITS yang terlibat dalam PSEL Benowo menuturkan, permasalahan sampah di Surabaya waktu itu cukup akut. Menyadari bahwa jumlah sampah terus meningkat dan lahan TPA Benowo yang tidak mampu menampungnya, maka sejak 2010 konsep Waste to Energy mulai digagas Pemkot Surabaya dengan menggandeng ITS untuk penanganan teknologi serta segala sesuatu yang berkenaan dengan hal teknis. "Inilah implementasi konsep public private partnership dalam bidang infrastruktur persampahan yang pertama kali diterapkan di Indonesia," kata Wawa, panggilan akrabnya.
Dosen Departemen Teknik Lingkungan itu menambahkan, pemilihan teknologi dengan konsep gasifikasi memang menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat. Pembakaran sampah dengan konsep gasifikasi ditakutkan akan menghasilkan gas yang bersifat racun dan mencemari lingkungan. "Selain itu, sistem pengelolaan sampah tanpa pemilahan dan kadar air sampah yang cukup tinggi ditakutkan akan gagal diolah dengan metode pembakaran ini," ungkapnya.
Baca Juga
Berkaitan dengan teknologi ini, ITS bersama Pemkot Surabaya memberikan masukan kepada PT. Sumber Organik tentang apa yang harus dilakukan secara ideal agar pengolahan sampah dengan konsep gasifikasi ini dapat berjalan dengan baik.
Alumnus National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) ini menambahkan, pengolahan yang diharapkan dapat menghasilkan energi listrik sebesar 9 MW ini nantinya akan menambah energi listrik sebesar 2 MW yang sudah dihasilkan oleh pemanfaatan methane gas dari landfill di TPA Benowo. Wawa berharap PSEL ini mampu mereduksi sampah yang ditimbun ke lahan TPA Benowo. Kontribusi masyarakat Kota Surabaya pun diharapkan agar teknologi ini dapat beroperasi secara berkelanjutan.
Ke depan, harapannya teknologi ini akan berhasil mewujudkan Surabaya sebagai kota dunia yang maju, humanis, dan berkelanjutan. Keseimbangan dalam menjaga lingkungan serta teknologi yang tepat bisa memperoleh benefit yang banyak, termasuk energi baru yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Kehadiran energi yang dihasilkan dari sampah kini membangkitkan berbagai sektor. Memantik perubahan besar yang terjadi di kota maju serta memastikan masyarakat tetap sehat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Lihat Juga: Santri di Sekitar Bantar Gebang Bekasi Diajari Ubah Sampah Kulit Telur Jadi Produk Bernilai Ekonomi
(eyt)