Fenomena Childfree, Sosiolog Unair: Perkembangan Baru Perempuan, Sah-sah Saja Dilakukan

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 11:51 WIB
loading...
Fenomena Childfree, Sosiolog Unair: Perkembangan Baru Perempuan, Sah-sah Saja Dilakukan
Jagad media sosial dalam beberapa hari terakhir ramai membincangkan istilah childfree. Keputusan seseorang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Jagad media sosial dalam beberapa hari terakhir ramai membincangkan istilah childfree. Keputusan seseorang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak.

Bagi masyarakat Indonesia, keputusan tersebut dianggap cukup mengejutkan sehingga menuai tanggapan pro dan kontra.

Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Prof Bagong Suryanto menuturkan, secara sosial status dan eksistensi perempuan pada jaman dulu dilihat dari seberapa banyak dia bisa melahirkan anak.

Baca juga: Childfree dalam Islam, Benarkah Menyalahi Sunnah Nabi?

Namun, indikator tersebut saat ini sudah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Baginya, kesuksesan perempuan kini sudah tidak lagi diukur dari ranah domestik, melainkan berdasar sektor publik seperti karir, prestasi, dan indikator baru lainnya.

Baca juga: Amalia, Gadis yang Dibunuh Bersama Ibunya di Subang Ternyata Berencana Hendak Menikah

"Jadi, kalau sekarang muncul perempuan yang mengumumkan tidak ingin punya anak, itu adalah perkembangan baru. Sah-sah saja dilakukan. Hanya saja pada titik tertentu nantinya, saya yakin kerinduan untuk punya anak akan muncul," kata Bagong, Jumat (27/8/2021).

Ia melanjutkan, pilihan untuk memiliki anak atau tidak merupakan suatu kebebasan yang sifatnya personal. Meski begitu, dosen yang lahir di Nganjuk itu menyebut childfree tidak hanya menjadi keputusan mutlak dari perempuan, tetapi juga keputusan pasangan sebagai sebuah keluarga.

Childfree, katanya, sebenarnya bukanlah hal baru di luar negeri. Namun, istilah tersebut justru memunculkan banyak perdebatan yang cenderung pada stigma negatif ketika di Indonesia. Perbedaan respons tersebut disebabkan adanya perbedaan masyarakat dalam menghormati hak.

Masyarakat luar negeri, lanjutnya, sangat menghormati hak privat dan otonomi individu. Sementara, di Indonesia, masyarakat dianggapnya lebih menghargai hak kelompok. "Saya yakin childfree adalah sikap sebagian kecil perempuan. Sebagai hak pribadi, boleh-boleh saja mereka memilih seperti itu dan masyarakat tidak perlu merespons secara serius," ucapnya.

Dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Anak itu menambahkan, adanya dua kemungkinan utama penyebab seseorang memiliki childfree. Alasan pertama menurutnya adalah usia. Bisa jadi, seseorang memilih tidak ingin punya anak karena usianya masih muda.

Pada tingkat elementer, perempuan juga bisa menunda untuk punya anak dengan cara menikah pada usia yang benar-benar sudah matang. Sementara itu, alasan kedua adalah adanya hasrat untuk meniti karir. Dalam perjalanan meraih kesuksesan karir tidak sedikit perempuan yang menganggap bahwa hadirnya seorang anak menjadi rintangan tersendiri.

"Kalau dibilang alasan childfree adalah karena masih banyak anak yang terlantar atau tidak ingin menambah populasi di bumi, saya rasa itu rasionalisasi dan bukan alasan sesungguhnya," jelasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2243 seconds (0.1#10.140)