Merah Putih Jatuh ke Tanah, Pemuda Sumba Ini Menangis Lalu Berdoa dan Memanjat Tiang Bendera
loading...
A
A
A
SUMBA BARAT - Tak kuasa melihat bendera merah putih jatuh ke tanah, Soleman Sairo tak kuasa menahan air matanya. Dia lalu berdoa dan bangkit berdiri untuk memanjat tiang bendera di Lapangan Pangadu Rade, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, NTT, Selasa (17/8/2021).
Insiden putusnya pengait bendera hingga membuat sang saka merah putih jatuh di tanag tersebut, terjadi saat petugas pengibar bendera mengerek bendera dalam upacara detik-detik Proklamai Kemerdekaan Indonesia.
Pemuda lajang yang akan berusia 30 tahun pada 31 Desember mendatang, menjadi sosok yang berhasil memanjat tiang bendera berbahan bambu tersebut. Dia berhasil membawa turun tali, dan selanjutnya pengibaran bendera kembali dilaksanakan.
Dihubungi melalui teleponnya, Leman demikian dirinya biasa disapa, mengakui apa yang dilakukannya hanyalah sebuah tindakan spontanitas, tanpa berpikir nantinya akan menjadi sosok terkenal. Dia mengaku hanya bisa melakukan itu spontan sebagai bentuk nyata cintanya pada NKRI .
"Saat bendera itu dikibarkan, saya sebenarnya sedang menutup mata dan berdoa, ucap terima kasih pada Tuhan atas kemerdekaan. Tapi ketika saya buka mata saya kaget benderanya sudah jatuh ke tanah. Ketika saya lihat itu saya menangis," jelasnya.
Tak sampai disitu, dengan suara bergetar Leman kembali berkisah. Dirinya juga terus memanjatkan doa ketika salah satu anggota Paskibra berupaya memanjat tiang bendera. Namun kemudian dipertengahan kembali turun karena tidak mampu.
"Ketika saya lihat dia turun, saya langsung tergerak untuk maju tanpa pikir panjang. Buka baju dan langsung memanjat, tapi memang saya sempat berhenti di tengah karena dada saya perih dan nafas saya sesak. Namun saya berdoa lagi dan minta Tuhan beri kekuatan, apalagi tiang ini sempat kena hujan gerimis tadi, dan goyang saat saya di atas," jelasnya.
Adanya handuk yang dilemparkan kedirinya ketika sedang berada di atas tiang, dinilainya pula sebagai bentuk lain jawaban Tuhan atas doanya. "Ada yang lempar handuk ke atas untuk saya lap keringat dan air. Hampir gagal tapi saya berupaya untuk bisa meraih tali dan tetap dengan doa agar saya bisa sampai ke tali itu, dan kemudian saya gigit turun ke bawah," paparnya.
Leman yang juga merupakan Kepala Urusan (Kaur) Umum di Desa Bera Dolu, lebih lanjut juga mengakui setelah upacara usai, dirinya diperlakukan bagai artis dan pahlawan oleh warga peserta upacara.
"Saya macam artis saja, padahal itu bukan tujuan saya sebenarnya. Banyak yang minta foto dengan saya dan memberikan ucapan selamat, padahal yang saya lakukan hanya spontanitas dan bukan semata karena kekkuatan saya tapi kehendak Tuhan. Pak Camat juga berikan saya kain tenun sebagai bentuk terima kasih secara adat kami di sini," timpalnya.
Baca Juga
Insiden putusnya pengait bendera hingga membuat sang saka merah putih jatuh di tanag tersebut, terjadi saat petugas pengibar bendera mengerek bendera dalam upacara detik-detik Proklamai Kemerdekaan Indonesia.
Pemuda lajang yang akan berusia 30 tahun pada 31 Desember mendatang, menjadi sosok yang berhasil memanjat tiang bendera berbahan bambu tersebut. Dia berhasil membawa turun tali, dan selanjutnya pengibaran bendera kembali dilaksanakan.
Baca Juga
Dihubungi melalui teleponnya, Leman demikian dirinya biasa disapa, mengakui apa yang dilakukannya hanyalah sebuah tindakan spontanitas, tanpa berpikir nantinya akan menjadi sosok terkenal. Dia mengaku hanya bisa melakukan itu spontan sebagai bentuk nyata cintanya pada NKRI .
"Saat bendera itu dikibarkan, saya sebenarnya sedang menutup mata dan berdoa, ucap terima kasih pada Tuhan atas kemerdekaan. Tapi ketika saya buka mata saya kaget benderanya sudah jatuh ke tanah. Ketika saya lihat itu saya menangis," jelasnya.
Tak sampai disitu, dengan suara bergetar Leman kembali berkisah. Dirinya juga terus memanjatkan doa ketika salah satu anggota Paskibra berupaya memanjat tiang bendera. Namun kemudian dipertengahan kembali turun karena tidak mampu.
"Ketika saya lihat dia turun, saya langsung tergerak untuk maju tanpa pikir panjang. Buka baju dan langsung memanjat, tapi memang saya sempat berhenti di tengah karena dada saya perih dan nafas saya sesak. Namun saya berdoa lagi dan minta Tuhan beri kekuatan, apalagi tiang ini sempat kena hujan gerimis tadi, dan goyang saat saya di atas," jelasnya.
Adanya handuk yang dilemparkan kedirinya ketika sedang berada di atas tiang, dinilainya pula sebagai bentuk lain jawaban Tuhan atas doanya. "Ada yang lempar handuk ke atas untuk saya lap keringat dan air. Hampir gagal tapi saya berupaya untuk bisa meraih tali dan tetap dengan doa agar saya bisa sampai ke tali itu, dan kemudian saya gigit turun ke bawah," paparnya.
Leman yang juga merupakan Kepala Urusan (Kaur) Umum di Desa Bera Dolu, lebih lanjut juga mengakui setelah upacara usai, dirinya diperlakukan bagai artis dan pahlawan oleh warga peserta upacara.
"Saya macam artis saja, padahal itu bukan tujuan saya sebenarnya. Banyak yang minta foto dengan saya dan memberikan ucapan selamat, padahal yang saya lakukan hanya spontanitas dan bukan semata karena kekkuatan saya tapi kehendak Tuhan. Pak Camat juga berikan saya kain tenun sebagai bentuk terima kasih secara adat kami di sini," timpalnya.
(eyt)