Soal Pergantian Panglima TNI, Peneliti PUSaKO: Pengganti Hadi Tjahjanto Harus Miliki 4 Kriteria Ini
loading...
A
A
A
PADANG - Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Feri Amsari, SH., MH., LL.M mengatakan, calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto harus memiliki empat kriteria ini, bukan hasil dari lobi politik.
Keempat keutamaan yang harus dimiliki calon Panglima TNI tersebut adalah profesionalitas , kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap Presiden. Panglima TNI mendatang, kata Feri, tidak boleh ada dualisme loyalitas seperti kepada presiden dan parpol atau broker pelobi-nya.
"Panglima TNI harus loyal hanya kepada presiden, loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi. Panglima TNI harus seorang figur yang apolitis. Oleh karena itu Panglima tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu manapun. Sehingga Panglima TNI yang dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM," kata Feri, Rabu (28/7/2021).
Mengapa harus patuh kepada presiden? Karena presiden adalah Panglima Tertinggi TNI. Karena itu, menrutnya, komunikasi politik yang dibangun dengan presiden pun harus baik dan langsung, tidak melewati orang lain."Sehingga dapat menerjemahkan semua perintah arahan Presiden secara komprehensif. Harusnya Panglima TNI dipilih yang tdk ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi," tegasnya.
Sementara itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Ahmad Fanani Rosyidi mengatakan, pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar matra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004.
Menurut Ahmad, jika melenceng dari UU tersebut maka tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI akan rusak. "Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata. Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," kata mantan peneliti bidang HAM di Setara Institute.
Sesuai Pasal 14 ayat 4 UU TNI, jelasnya, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan. Lalu merujuk prinsip yang diatur pada Pasal 4 ayat 2 UU TNI bahwa tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
Pergantian Panglima TNI, tambahnya, merupakan hak prerogatif presiden dan juga produk politik di forum DPR. Akan tetapi, pergantian Panglima TNI harus proporsional dan taat konsitusi sesuai UU TNI Nomor 34 tahun 2004. "Khususnya pada pasal 4 ayat 2 menyangkut prinsip kedudukan tiap tiap angkatan yang sama dan sederajat agar tidak ada dominasi," pungkasnya.
Mantan peneliti bidang HAM di ELSAM ini menyarankan agar Presiden Jokowi untuk segera menyodorkan nama calon Panglima TNI ke DPR sesuai dengan waktunya. Ini penting, agar DPR bisa menentukan dan mengusulkan siapa yang bisa menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Nama yang diajukan Jokowi, lanjutnya, harus menghindari polemik. Karena itu, pilihnya jangan keluar dari konstitusi agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. "Oleh karena itu dipastikan Jokowi akan taat UU dan kultur TNI dalam menentukan Panglima TNI. Kalau sesuai urut kacang maka giliran dari AL. Tapi kalau dari AD akan menimbulkan polemik," tutupnya.
Keempat keutamaan yang harus dimiliki calon Panglima TNI tersebut adalah profesionalitas , kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap Presiden. Panglima TNI mendatang, kata Feri, tidak boleh ada dualisme loyalitas seperti kepada presiden dan parpol atau broker pelobi-nya.
Baca Juga
"Panglima TNI harus loyal hanya kepada presiden, loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi. Panglima TNI harus seorang figur yang apolitis. Oleh karena itu Panglima tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu manapun. Sehingga Panglima TNI yang dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM," kata Feri, Rabu (28/7/2021).
Mengapa harus patuh kepada presiden? Karena presiden adalah Panglima Tertinggi TNI. Karena itu, menrutnya, komunikasi politik yang dibangun dengan presiden pun harus baik dan langsung, tidak melewati orang lain."Sehingga dapat menerjemahkan semua perintah arahan Presiden secara komprehensif. Harusnya Panglima TNI dipilih yang tdk ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi," tegasnya.
Sementara itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Ahmad Fanani Rosyidi mengatakan, pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar matra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004.
Menurut Ahmad, jika melenceng dari UU tersebut maka tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI akan rusak. "Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata. Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," kata mantan peneliti bidang HAM di Setara Institute.
Sesuai Pasal 14 ayat 4 UU TNI, jelasnya, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan. Lalu merujuk prinsip yang diatur pada Pasal 4 ayat 2 UU TNI bahwa tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
Pergantian Panglima TNI, tambahnya, merupakan hak prerogatif presiden dan juga produk politik di forum DPR. Akan tetapi, pergantian Panglima TNI harus proporsional dan taat konsitusi sesuai UU TNI Nomor 34 tahun 2004. "Khususnya pada pasal 4 ayat 2 menyangkut prinsip kedudukan tiap tiap angkatan yang sama dan sederajat agar tidak ada dominasi," pungkasnya.
Mantan peneliti bidang HAM di ELSAM ini menyarankan agar Presiden Jokowi untuk segera menyodorkan nama calon Panglima TNI ke DPR sesuai dengan waktunya. Ini penting, agar DPR bisa menentukan dan mengusulkan siapa yang bisa menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Nama yang diajukan Jokowi, lanjutnya, harus menghindari polemik. Karena itu, pilihnya jangan keluar dari konstitusi agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. "Oleh karena itu dipastikan Jokowi akan taat UU dan kultur TNI dalam menentukan Panglima TNI. Kalau sesuai urut kacang maka giliran dari AL. Tapi kalau dari AD akan menimbulkan polemik," tutupnya.
(don)