Terdampak COVID-19, Pendapatan Sopir Bus AKDP Anjlok
loading...
A
A
A
SALATIGA - Semenjak pandemi virus corona jenis baru, COVID-19, trayek bus antar kota dalam provinsi (AKDP) jurusan Semarang-Solo sepi penumpang. Bahkan pada Lebaran ini, jumlah penumpang jauh di bawah rata-rata hari biasa sebelum terjadi pandemi COVID-19. Akibatnya, pendapatan sopir bus AKPD anjlok dan kerap pulangtanpa membawa hasil.
"Sejak wabah corona , penumpang sepi. Pada saat Lebaran ini, saja cari 10 orang penumpang saja susah. Akibatnya, kami tidak ada pemasukan," kata seorang sopir bus PO Safari jurusan Semarang-Solo, Erik (45) saat ditemui di Terminal Tipe A Tingkir Salatiga, Selasa (26/5/2020).
Dia menuturkan, selama pandemi COVID-19 ini, dalam satu perjalanan pulang pergi Semarang-Solo untuk mendapatkan biaya operasional saja tidak bisa, sehingga perusahaan sering nombok. "Seperti tadi, satu PP (pulang-pergi) hanya dapat uang Rp120.000. Padahal biaya operasional mencapai sekitar Rp500.000. Untuk beli solar Rp450.000 dan lainnya untuk bayar mandor di terminal," ujarnya.( )
Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah dalam menghadapi kondisi usaha jasa transportasi yang semakin terpuruk ini. Sebab dirinya harus tetap bekerja lantaran demi melayani masyarakat yang masih membutuhkan jasa transportasi.
"Ya mau bagaimana lagi. Meski tidak mendapatkan hasil, ya tetap bekerja. Sebab perusahaan meminta saya untuk tetap berangkat (kerja). Kami berharap, wabah corona bisa cepat berlalu dan penumpang ramai lagi," ujarnya.
"Sejak wabah corona , penumpang sepi. Pada saat Lebaran ini, saja cari 10 orang penumpang saja susah. Akibatnya, kami tidak ada pemasukan," kata seorang sopir bus PO Safari jurusan Semarang-Solo, Erik (45) saat ditemui di Terminal Tipe A Tingkir Salatiga, Selasa (26/5/2020).
Dia menuturkan, selama pandemi COVID-19 ini, dalam satu perjalanan pulang pergi Semarang-Solo untuk mendapatkan biaya operasional saja tidak bisa, sehingga perusahaan sering nombok. "Seperti tadi, satu PP (pulang-pergi) hanya dapat uang Rp120.000. Padahal biaya operasional mencapai sekitar Rp500.000. Untuk beli solar Rp450.000 dan lainnya untuk bayar mandor di terminal," ujarnya.( )
Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah dalam menghadapi kondisi usaha jasa transportasi yang semakin terpuruk ini. Sebab dirinya harus tetap bekerja lantaran demi melayani masyarakat yang masih membutuhkan jasa transportasi.
"Ya mau bagaimana lagi. Meski tidak mendapatkan hasil, ya tetap bekerja. Sebab perusahaan meminta saya untuk tetap berangkat (kerja). Kami berharap, wabah corona bisa cepat berlalu dan penumpang ramai lagi," ujarnya.
(abd)