Dekranasda Aceh Dukung Pengembangan Fesyen Muslim Berbasis Wastra
loading...
A
A
A
BANDA ACEH - Ketua Dekranasda Aceh Dyah Erti Idawati mengatakan, pengembangan fesyen muslim khususnya yang berbasis wastra terus menjadi perhatian Pemerintah Aceh bersama Dekranasda. Selain untuk menambah nilai keunikan dalam persaingan pasar fesyen Aceh secara global, tapi juga mampu memperkenalkan kekayaan ragam hias wastra Aceh.
Pernyataan itu ia sampaikan saat membuka Kick Off Moslem Fashion Collaboration di Hotel Hermes Palace, Senin (7/6/2021). Kegiatan itu diprakarsai oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Dekranasda Aceh dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) Banda Aceh.
"Jika kita ingin menang maka harus menggunakan kekuatan yang tidak dimiliki daerah maupun negara lain, yakni kekayaan ragam hias wastra Aceh pada setiap produk unggulan kita, dalam hal ini produk fesyen dan kerajinan," katanya.
Dyah mengatakan, sudah saatnya Aceh mulai mengembangkan industri fesyen muslim dan menjadi kiblat model pakaian muslim nasional. Karena menjadi hal wajar masyarakat Aceh yang notabene beragama Islam sudah memakai busana-busana muslim dalam keseharianya, dan Aceh satu-satunya provinsi mendeklarasikan penerapan Syariat Islam.
"Kita berkomitmen penuh mendukung pengembangan industri fesyen, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh. Jangan hanya kampanye saja, tapi beli dan pakai. Cintai produk lokal, agar produk lokal bisa mendunia," ujarnya.
Karena itu, Dyah mengapresiasi langkah Bank Indonesia perwakilan Provinsi Aceh, dengan memfasilitasi kegiatan Program ‘Kick Off Muslim Fashion Collaboration’ tersebut.
Kegiatan itu merupakan lanjutan dari program industri fesyen muslim di Aceh tahun ini. Dengan harapan dapat memberikan manfaat secara langsung kepada perajin, penjahit, dan desainer guna mendukung pengembangan fesyen di Aceh.
"Program ini menjadi salah satu komitmen Bank Indonesia dan Dekranasda Aceh untuk mengembangkan UMKM di Aceh, khususnya untuk meningkatkan dan mengembangkan industri fesyen di bumi Serambi Mekkah, hingga mampu bersaing di tingkat nasional dan global," katanya.
Dukungan Dekranasda dalam pengembangan modest fashion dan UMKM di Aceh juga telah dilakukan, antara lain dalam bentuk pergelaran fashion show IFC Aceh 'Afternoon Tea Fashion' pada 2018, pengembangan UMKM kriya dan kuliner sesuai potensi dan keunikan masing-masing daerah di Aceh yang diperlombakan setiap tahun.
Kemudian pada 2019 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh bekerja sama dengan Dekranasda
Aceh menyelenggarakan Aceh Islamic Fashion Festival (AIFF) yang bertujuan memperkenalkan desainer Aceh serta memperluas jaringan pasar para desainer dengan mempertemukan penjual dan pembeli secara langsung.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani mengatakan, kegiatan tersebut adalah langkah awal untuk mewujudkan mewujudkan cita-cita Aceh untuk menjadi salah satu kiblat fesyen muslim di Indonesia.
Pengembangan industri fesyen muslim di Indonesia, khususnya Aceh, memiliki potensi yang sangat besar dengan keanekaragaman budayanya. "Seseorang akan menggunakan fesyen modis bisa dengan alasan budaya atau keagamaan. Seperti fasyen muslim, secara potensi moslem fashion menjadi kekuatan indonesia dan Aceh jika dikembangkan bersama wastranya," katanya.
Melalui keberagaman wastra yang dimiliki Aceh pengembangan bisnis fesyen akan semakin menyemarakkan ide dan branding industri fesyen muslim di Indonesia.
Karena itu Achris mengharapkan dunia fesyen Aceh bisa menjadi industri yang menjanjikan dengan kualitas dan harga yang mampu bersaing di pasar global. Dengan menciptakan produk berkualitas yang mampu menyaingi brand luar negeri dan melahirkan brand lokal yang berkulitas premium.
"Karena anggapan branded itu selalu produk luar, padahal produk lokal juga tak kalah bagusnya. Walaupun kita memiliki PR besar namun dengan bersama Insya Allah kita bisa wujudkan cita-cita kita Aceh sebagai pusat industri fashion muslim di Indonesia," ujarnya.
Turut hadir dalam kegiatan itu, Ketua Dekranasda Aceh Besar, Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, perwakilan Dinas Perdagangan Aceh, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh, serta seluruh peserta yang terdiri dari produsen fesyen, pengrajin tenun, disainer fesyen, dan fesyen model.
Kegiatan dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta telah diswab antigen terlebih dahulu, memakai masker dan menjaga jarak. CM
Pernyataan itu ia sampaikan saat membuka Kick Off Moslem Fashion Collaboration di Hotel Hermes Palace, Senin (7/6/2021). Kegiatan itu diprakarsai oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Dekranasda Aceh dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) Banda Aceh.
"Jika kita ingin menang maka harus menggunakan kekuatan yang tidak dimiliki daerah maupun negara lain, yakni kekayaan ragam hias wastra Aceh pada setiap produk unggulan kita, dalam hal ini produk fesyen dan kerajinan," katanya.
Dyah mengatakan, sudah saatnya Aceh mulai mengembangkan industri fesyen muslim dan menjadi kiblat model pakaian muslim nasional. Karena menjadi hal wajar masyarakat Aceh yang notabene beragama Islam sudah memakai busana-busana muslim dalam keseharianya, dan Aceh satu-satunya provinsi mendeklarasikan penerapan Syariat Islam.
"Kita berkomitmen penuh mendukung pengembangan industri fesyen, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh. Jangan hanya kampanye saja, tapi beli dan pakai. Cintai produk lokal, agar produk lokal bisa mendunia," ujarnya.
Karena itu, Dyah mengapresiasi langkah Bank Indonesia perwakilan Provinsi Aceh, dengan memfasilitasi kegiatan Program ‘Kick Off Muslim Fashion Collaboration’ tersebut.
Kegiatan itu merupakan lanjutan dari program industri fesyen muslim di Aceh tahun ini. Dengan harapan dapat memberikan manfaat secara langsung kepada perajin, penjahit, dan desainer guna mendukung pengembangan fesyen di Aceh.
"Program ini menjadi salah satu komitmen Bank Indonesia dan Dekranasda Aceh untuk mengembangkan UMKM di Aceh, khususnya untuk meningkatkan dan mengembangkan industri fesyen di bumi Serambi Mekkah, hingga mampu bersaing di tingkat nasional dan global," katanya.
Dukungan Dekranasda dalam pengembangan modest fashion dan UMKM di Aceh juga telah dilakukan, antara lain dalam bentuk pergelaran fashion show IFC Aceh 'Afternoon Tea Fashion' pada 2018, pengembangan UMKM kriya dan kuliner sesuai potensi dan keunikan masing-masing daerah di Aceh yang diperlombakan setiap tahun.
Kemudian pada 2019 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh bekerja sama dengan Dekranasda
Aceh menyelenggarakan Aceh Islamic Fashion Festival (AIFF) yang bertujuan memperkenalkan desainer Aceh serta memperluas jaringan pasar para desainer dengan mempertemukan penjual dan pembeli secara langsung.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani mengatakan, kegiatan tersebut adalah langkah awal untuk mewujudkan mewujudkan cita-cita Aceh untuk menjadi salah satu kiblat fesyen muslim di Indonesia.
Pengembangan industri fesyen muslim di Indonesia, khususnya Aceh, memiliki potensi yang sangat besar dengan keanekaragaman budayanya. "Seseorang akan menggunakan fesyen modis bisa dengan alasan budaya atau keagamaan. Seperti fasyen muslim, secara potensi moslem fashion menjadi kekuatan indonesia dan Aceh jika dikembangkan bersama wastranya," katanya.
Melalui keberagaman wastra yang dimiliki Aceh pengembangan bisnis fesyen akan semakin menyemarakkan ide dan branding industri fesyen muslim di Indonesia.
Karena itu Achris mengharapkan dunia fesyen Aceh bisa menjadi industri yang menjanjikan dengan kualitas dan harga yang mampu bersaing di pasar global. Dengan menciptakan produk berkualitas yang mampu menyaingi brand luar negeri dan melahirkan brand lokal yang berkulitas premium.
"Karena anggapan branded itu selalu produk luar, padahal produk lokal juga tak kalah bagusnya. Walaupun kita memiliki PR besar namun dengan bersama Insya Allah kita bisa wujudkan cita-cita kita Aceh sebagai pusat industri fashion muslim di Indonesia," ujarnya.
Turut hadir dalam kegiatan itu, Ketua Dekranasda Aceh Besar, Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, perwakilan Dinas Perdagangan Aceh, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh, serta seluruh peserta yang terdiri dari produsen fesyen, pengrajin tenun, disainer fesyen, dan fesyen model.
Kegiatan dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Para peserta telah diswab antigen terlebih dahulu, memakai masker dan menjaga jarak. CM
(ars)