Menkes Persoalakan Pembelian Mesin PCR Rp2,7 M, Wabup Blitar Ngadu ke Kejagung
loading...
A
A
A
BLITAR - Menteri Kesehatan (Menkes) menegur Pemkab Blitar, terkait pengadaan mesin Polymase Chain Reaction (PCR) untuk RSUD Srengat. Hal ini dikarenakan mesin yang dibeli di era Bupati Blitar, Rijanto itu, dinilai terlalu mahal. Jenis mesin PCR tersebut ternyata juga tidak direkomendasikan, karena reagen yang dipakai sulit dicari.
"Saya ditegur oleh Menkes, kenapa RSUD Srengat membeli mesin PCR merk R," ujar Wakil Bupati Blitar, Rachmat Santoso kepada wartawan. Sejak bulan Agustus dan Oktober 2020, Pemkab Blitar telah memiliki dua unit mesin PCR sendiri.
Satu unit PCR yang dibeli ditempatkan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Kemudian satu unit PCR lain seharga Rp2,7 miliar ditempatkan di RSUD Srengat. Setiap mesin memiliki kapasitas 200-300 swab test/hari. Soal mesin PCR di RSUD Srengat, Rachmat mengaku belum lama ini bertemu Menkes, Budi Gunadi Sadikin di Jakarta.
Di Kantor Kemenkes yang juga dihadiri Doni Monardo. Rachmat tengah meminta bantuan vaksin dan peralatan lain untuk penanganan COVID-19 di Kabupaten Blitar. Dalam perbincangan, kata Rachmat, Menkes mempertanyakan kenapa Pemkab Blitar membeli mesin PCR merek R.
Menurut Menkes, kata Rachmat mesin PCR tersebut tidak direkomendasikan karena sulit memperoleh reagen yang cocok. Reagen yang dipakai tidak bisa mengandalkan dari bantuan pemerintah. Bila mengadakan sendiri harganya terlalu mahal. Sementara harga mesin itu sendiri juga dinilai sudah mahal.
"Saya jawab tidak tahu karena saya menjabat (Wabup) baru tiga bulan," paparnya. Menkes juga sempat bertanya, ada perjanjian apa antara Direktur RSUD Srengat dengan pihak merek R . Rachmat tidak bisa menjawab, karena semua pengadaan tersebut terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.
Rachmat berencana membawa persoalan yang terjadi ke Kejaksaan Agung (Kejagung), agar diusut. Sebab pengadaan mesin PCR seharga miliaran tersebut berasal dari uang masyarakat Kabupaten Blitar. "Biar Kejagung memeriksa dan mengusutnya," tegas Rachmat.
Sementara terkait hasil lobby di Kemenkes, Pemkab Blitar mendapat bantuan 55.000 vial vaksin. Selain itu juga dibantu alat test swab antigen, reageb, mesin PCR , mesin Extraksi, meisn HFNC dan ventilator.
Kata Rachmat beragam bantuan digelontorkan pusat setelah dirinya menjelaskan penanganan COVID-19 di Kabupaten Blitar belum maksimal. Seiring pemberian bantuan itu Kabupaten Blitar juga akan dijadikan percontohan penanganan COVID-19 di daerah. "Bantuan akan dikirim bertahap dengan total miliaran," jelas Rachmat.
Sementara menanggapi pengadaan mesin PCR di RSUD Srengat Kepala BPKAD Kabupaten Blitar, Khusna Lindarti mengatakan, biaya pembelian Rp2,717 miliar. Dana pembelian berasal dari Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD 2020. Terkait merek mesin, Khusna mengaku tidak tahu-menahu. Sebab tidak muncul dalam data rencana penganggaran. "Untuk pembelian alat PCR nya saja," ujar Khusna.
"Saya ditegur oleh Menkes, kenapa RSUD Srengat membeli mesin PCR merk R," ujar Wakil Bupati Blitar, Rachmat Santoso kepada wartawan. Sejak bulan Agustus dan Oktober 2020, Pemkab Blitar telah memiliki dua unit mesin PCR sendiri.
Satu unit PCR yang dibeli ditempatkan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Kemudian satu unit PCR lain seharga Rp2,7 miliar ditempatkan di RSUD Srengat. Setiap mesin memiliki kapasitas 200-300 swab test/hari. Soal mesin PCR di RSUD Srengat, Rachmat mengaku belum lama ini bertemu Menkes, Budi Gunadi Sadikin di Jakarta.
Di Kantor Kemenkes yang juga dihadiri Doni Monardo. Rachmat tengah meminta bantuan vaksin dan peralatan lain untuk penanganan COVID-19 di Kabupaten Blitar. Dalam perbincangan, kata Rachmat, Menkes mempertanyakan kenapa Pemkab Blitar membeli mesin PCR merek R.
Menurut Menkes, kata Rachmat mesin PCR tersebut tidak direkomendasikan karena sulit memperoleh reagen yang cocok. Reagen yang dipakai tidak bisa mengandalkan dari bantuan pemerintah. Bila mengadakan sendiri harganya terlalu mahal. Sementara harga mesin itu sendiri juga dinilai sudah mahal.
"Saya jawab tidak tahu karena saya menjabat (Wabup) baru tiga bulan," paparnya. Menkes juga sempat bertanya, ada perjanjian apa antara Direktur RSUD Srengat dengan pihak merek R . Rachmat tidak bisa menjawab, karena semua pengadaan tersebut terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.
Rachmat berencana membawa persoalan yang terjadi ke Kejaksaan Agung (Kejagung), agar diusut. Sebab pengadaan mesin PCR seharga miliaran tersebut berasal dari uang masyarakat Kabupaten Blitar. "Biar Kejagung memeriksa dan mengusutnya," tegas Rachmat.
Sementara terkait hasil lobby di Kemenkes, Pemkab Blitar mendapat bantuan 55.000 vial vaksin. Selain itu juga dibantu alat test swab antigen, reageb, mesin PCR , mesin Extraksi, meisn HFNC dan ventilator.
Kata Rachmat beragam bantuan digelontorkan pusat setelah dirinya menjelaskan penanganan COVID-19 di Kabupaten Blitar belum maksimal. Seiring pemberian bantuan itu Kabupaten Blitar juga akan dijadikan percontohan penanganan COVID-19 di daerah. "Bantuan akan dikirim bertahap dengan total miliaran," jelas Rachmat.
Sementara menanggapi pengadaan mesin PCR di RSUD Srengat Kepala BPKAD Kabupaten Blitar, Khusna Lindarti mengatakan, biaya pembelian Rp2,717 miliar. Dana pembelian berasal dari Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD 2020. Terkait merek mesin, Khusna mengaku tidak tahu-menahu. Sebab tidak muncul dalam data rencana penganggaran. "Untuk pembelian alat PCR nya saja," ujar Khusna.
(eyt)