Mendidik Mantan Napi Hasilkan Produk Kreatif, Upaya Bangkit dan Diterima Masyarakat
loading...
A
A
A
BANDUNG BARAT - Menjadi seorang pesakitan dengan menjalani kurungan di jeruji besi tentunya tidak diharapkan oleh siapapun. Pasalnya predikat melekat sebagai seorang mantan napi kerap dicibir oleh masyarakat dan peluang untuk mencari pekerjaan pun biasanya tertutup.
Melihat kenyataan seperti itu, membuat Iwan Setiawan (50) warga Komplek Pesona Fajar Asri Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), berinisiatif mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) bernama Yayasan Batas Cakrawala.
Baca juga: Mudik Dilarang, Wagub Jabar Minta ASN Jadi Teladan
Lembaga ini menjadi tempat bagi mantan-mantan pesakitan atau mantan napi untuk berkreasi secara mandiri mengembangka minat dan bakatnya. Tujuannya agar mantan napi tidak kembali terjerumus kepada dunia hitam yang bisa membuat mereka kembali ke habitatnya di penjara.
"Biasanya kan begitu trademark sebagai mantan napi imajenya jelek di masyarakat. Makanya saya ingin mengubah itu dengan merangkul mantan-mantan ini untuk berkreasi di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan," tutur Iwan, Sabtu (24/4/2021).
Baca juga: Ada Larangan Mudik Mulai 22 April, Sabtu Pagi Kendaraan Dari Jakarta Padati Tol Cipali
Melalui yayasan ini, dirinya berusaha merangkul mantan napi lalu memberinya edukasi, dan aneka pelatihan kemandirian ekonomi. Sejak didirikan tahun 2016, tercatat sudah ada sebanyak 37 mantan napi yang dibina. Kebanyakan dari mereka adalah napi terorisme.
Supaya mereka tidak kembali ke jalan yang salah, Iwan terus memberikan pemahaman yang positif. Membangkitkan asa selepas menjalani masa tahanan, untuk bisa hidup normal bersama orang-orang tersayang seperti masyarakat kebanyakan.
Selain itu, dia juga memberikan pelatihan skill usaha sebagai bekal diterima masyarakat, keluarga, dan lingkungannya. Seperti diajari cara bertani, berternak, serta membuat barang bernilai ekonomi dari limbah. Hal itu menampakkan hasil dengan banyaknya produk-produk kreasi yang dihasilkan.
"Kini para napi telah memiliki sejumlah usaha mulai dari berdagang baju muslim, peci, kitab, membuat lampion dari paralon, hingga membuka praktik bekam," sebutnya.
Namun kini semenjak pandemi COVID-19 merebak, sejumlah napi mengalami kesulitan ekonomi. Banyak di antara napi mengalami masalah pada sisi pemasaran terhadap produk yang mereka buat. Untuk itu perlu uluran tangan pemerintah dalam membantu proses pemasarannya.
"Selama COVID-19 pemasaran usaha dari teman-teman ini sulit, semoga pemerintah bisa membuka celah pemasaran yang bisa mengakomodir produk-produk dari mereka," pungkasnya.
Melihat kenyataan seperti itu, membuat Iwan Setiawan (50) warga Komplek Pesona Fajar Asri Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), berinisiatif mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) bernama Yayasan Batas Cakrawala.
Baca juga: Mudik Dilarang, Wagub Jabar Minta ASN Jadi Teladan
Lembaga ini menjadi tempat bagi mantan-mantan pesakitan atau mantan napi untuk berkreasi secara mandiri mengembangka minat dan bakatnya. Tujuannya agar mantan napi tidak kembali terjerumus kepada dunia hitam yang bisa membuat mereka kembali ke habitatnya di penjara.
"Biasanya kan begitu trademark sebagai mantan napi imajenya jelek di masyarakat. Makanya saya ingin mengubah itu dengan merangkul mantan-mantan ini untuk berkreasi di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan," tutur Iwan, Sabtu (24/4/2021).
Baca juga: Ada Larangan Mudik Mulai 22 April, Sabtu Pagi Kendaraan Dari Jakarta Padati Tol Cipali
Melalui yayasan ini, dirinya berusaha merangkul mantan napi lalu memberinya edukasi, dan aneka pelatihan kemandirian ekonomi. Sejak didirikan tahun 2016, tercatat sudah ada sebanyak 37 mantan napi yang dibina. Kebanyakan dari mereka adalah napi terorisme.
Supaya mereka tidak kembali ke jalan yang salah, Iwan terus memberikan pemahaman yang positif. Membangkitkan asa selepas menjalani masa tahanan, untuk bisa hidup normal bersama orang-orang tersayang seperti masyarakat kebanyakan.
Selain itu, dia juga memberikan pelatihan skill usaha sebagai bekal diterima masyarakat, keluarga, dan lingkungannya. Seperti diajari cara bertani, berternak, serta membuat barang bernilai ekonomi dari limbah. Hal itu menampakkan hasil dengan banyaknya produk-produk kreasi yang dihasilkan.
"Kini para napi telah memiliki sejumlah usaha mulai dari berdagang baju muslim, peci, kitab, membuat lampion dari paralon, hingga membuka praktik bekam," sebutnya.
Namun kini semenjak pandemi COVID-19 merebak, sejumlah napi mengalami kesulitan ekonomi. Banyak di antara napi mengalami masalah pada sisi pemasaran terhadap produk yang mereka buat. Untuk itu perlu uluran tangan pemerintah dalam membantu proses pemasarannya.
"Selama COVID-19 pemasaran usaha dari teman-teman ini sulit, semoga pemerintah bisa membuka celah pemasaran yang bisa mengakomodir produk-produk dari mereka," pungkasnya.
(msd)