FH UGM Ubah Tema Diskusi PSBB, 'Pemerintah Sukanya Basa Basi'

Rabu, 20 Mei 2020 - 12:56 WIB
loading...
FH UGM Ubah Tema Diskusi...
FH UGM mengganti tema diskusi online terkait PSBB lantaran adanya keberagaman audience. FOTO/IST
A A A
YOGYAKARTA - Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) berencana menggelar diskusi secara online rumpi hukum lewat kanal Youtube dengan tema PSBB : Pemerintah Sukanya Basa-Basi?. Kegiatan ini akan menghadirkan empat narasumber, yakni M Fatahillah Akbar (Dosen Hukum Pidana UGM), Laras Susanti (Dosen Hukum Perdata UGM), Wahyu Yun Santoso (Dosen Hukum Lingkungan UGM), dan Bivitri Susanti (Ahli Hukum Tata Negara). Kegiatan ini akan dilaksanakan Rabu (20/5/2020) pukul 19.30-21.30 WIB.

Namun belakangan ada revisi pada tema diskusi dan narasumber. Tema diskusi diganti menjadi PSBB , Policy Setengah Basa Basi, sementara narasumbernya adalah Wahyu Yun Santoso, Bivitri Susanti, Laras Susanti, Faiz Rahman (Dosen hukum Tata Negara UGM), dan Zainal Arifin Mochtar (Dosen Hukum Tata Negara UGM).

Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto menjelaskan, diskusi online FH UGM ini sebenarnya bukan kali pertama. Sebelumnya sudah beberapa kali digelar dan diunggah di Youtube. Ide penyelenggaraan diskusi dan tema yang diangkat berasal dari dosen-dosen muda FH UGM, termasuk tema PSBB yang akan digelar nanti malam. Judul diskusi sengaja menggunakan bahasa yang menarik dan menggugah semangat. ( )

"Biasa saja bahasa anak muda untuk menggugah semangat anak muda yang lain. Bahasanya memang "provoking". Dan mereka sering kali menggunakan ekspresi ironi atau sarkastik," kata Prof Sigit.

Menurutnya, ironi membalikkan ekspektasi. Dalam penulisan, ironi dapat membuat twist yang tidak diduga, ironi menciptakan lelucon atau cerita yang membuat tertawa atau menangis. Ironi bisa menjadi alat untuk menyampaikan pesan atau emosi tertentu, baik dalam penulisan atau penggunaan sehari-hari.

Masalahnya, penafsiran dan audiensnya beragam. Ada yang berpikir objektif, konsisten, jernih, dan solutif. Namun ada pula para pendukung yang membabi buta, tidak berani menyampaikan kebenaran, dan menganggap orang lain yang memiliki cara pandang berbeda adalah salah dan memalukan.

Atas dasar itu, sebagai akademisi, harus bertanggung jawab menjaga kewarasan nalar dan nurani, sehingga pihaknya memberikan masukan agar kegiatan ini menjadi wacana objektif dan jernih untuk memberikan berkontribusi bukan sekadar sok-sokan.

"Nah ini yang saya pesankan ke teman-teman. Tetap ada rekomendasi yang jernih dan berpihak pada kemaslahatan publik," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4016 seconds (0.1#10.140)