Diambil Alih Investor Jerman, Proyek TPPAS Lulut Nambo Sedot Investasi USD133,3 Juta

Selasa, 23 Maret 2021 - 18:36 WIB
loading...
Diambil Alih Investor Jerman, Proyek TPPAS Lulut Nambo Sedot Investasi USD133,3 Juta
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, Prima Mayaningtias. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Pemprov Jawa Barat memutuskan bekerja sama dengan investor asal Jerman, Euwelle Environtmental Technology GmBH untuk melanjutkan proyek Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo.

Baca juga: Garap TPPAS Lulut Nambo, Ridwan Kamil Sambut Investor Baru asal Jerman

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, Prima Mayaningtyas menjelaskan, proyek TPPAS Lulut Nambo ini dicanangkan sejak 2017 dengan mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).

Baca juga: Masuk Tiga Besar Capres Pilihan Anak Muda, Ridwan Kamil Bilang Begini

Saat itu, lelang TPPAS seluas 15 hektare ini dimenangkan konsorsium Panghegar Energy Indonesia yang membentuk perusahaan khusus (special purpose company) bersama PT Jasa Sarana, yaitu PT Jabar Bersih Lestari (JBL). Namun, dalam perjalanannya PT JBL gagal memenuhi target operasional (commercial operation date) pada Juni 2020 akibat terkendala biaya.

"Tapi kami terus berkomitmen untuk membantu permasalahan pengelolaan sampah di wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok serta Kota Tangerang Selatan. Makanya terus membangun TPPAS Regional Lulut Nambo," kata Prima dalam kegiatan Jabar Punya Informasi (Japri) yang digelar secara virtual dari Rumah Dinas Gubernur Jabar, Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, Selasa (23/3/2021).

Prima melanjutkan, dalam kelanjutan proyek TPPAS Lulut Nambo tersebut, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jasa Sarana kini menjadi pemegang saham pengendali (mayoritas) dan mencari mitra strategis untuk melanjutkan proyek strategis tersebut.

"Dipilihlah mitra asal negara Jerman, yaitu Euwelle Environmental Technology dengan total investasi USD133,3 juta," sebutnya.

Menurutnya, pemilihan Euwell berdasarkan sejumlah penilaian, salah satunya terkait teknologi yang digunakan. Perusahaan Jerman itu dianggap sudah menerapkan maximum yield technology (MYT) di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand.

Teknologi MYT ini dianggap tepat karena sesuai dengan rencana pengolahan sampah menjadi refuse derived fuel (RDF), yakni bahan bakar alternatif pengganti batu bara yang sesuai dengan kontrak jual beli yang telah dilakukan bersama PT Indocement.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5248 seconds (0.1#10.140)