DPRD Sulsel Usul Bentuk Tim Koordinasi Soal Ganti Rugi Lahan Kereta Api
loading...
A
A
A
MAKASSAR - DPRD Sulsel melalui Komisi A Bidang Pemerintahan, mengusulkan membentuk tim koordinasi untuk menyelesaikan ganti rugi lahan dampak jalur kereta api Trans Sulawesi rute Makassar-Parepare tahap III. Khususnya lahan yang berada di Kabupaten Maros dan Pangkep.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi A , Selle KS Dalle dalam menjawab surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kesepakatan perdamaian nomor 003/KP/KH-MD.00.01/IIII/2021.
"Ini usulan kami saat melakukan pertemuan di DPRD Sulawesi Selatan ," kata Selle melalui keterangan tertulisnya, pada Kamis, (18/3/2021).
Selle mengatakan, pertemuan ini dihadiri oleh anggota DPRD Sulsel , perwakilan Kepala Staf Presiden, Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Sulsel, Pemprov Sulsel, Pemkab Maros, Kementerian Perhubungan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Timur DJKA dan perwakilan masyarakat.
"Kami harap tim yang dikoordinir Komnas HAM ini dapat membicarakan alternatif penyelesaian di luar daripada proses hukum. Di mana masa kerjanya selama satu bulan," tuturnya.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat Sulsel ini menjelaskan, sengeketa lahan yang dimaksud terjadi di Desa Salenrang dan Desa Bontolempangan, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.
Sementara Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa bagian Timur dan Dirjen Kementerian Perhubungan RI tidak ada penyelesaian yang sudah masuk ke ranah pengadilan. Sebagaimana dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum.
Wakil Ketua DPRD Sulsel , Ni'matullah menambahkan, sengketa lahan dampak pembangunan jalur kereta api memang perlu ditangani secara serius. Karena tidak semua masyarakat merasakan ganti rugi tersebut.
"Proyek ini cukup besar. Tapi dampak ke masyarakat atas ganti rugi lahan tidak dirasakan oleh masyarakat," jelasnya.
Maka dari itu, Ulla menyebut perlu ada pendekatan persuasif kepada masyarakat. Agar kedua belah pihak bisa sama-sama tak dirugikan.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi A , Selle KS Dalle dalam menjawab surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kesepakatan perdamaian nomor 003/KP/KH-MD.00.01/IIII/2021.
"Ini usulan kami saat melakukan pertemuan di DPRD Sulawesi Selatan ," kata Selle melalui keterangan tertulisnya, pada Kamis, (18/3/2021).
Selle mengatakan, pertemuan ini dihadiri oleh anggota DPRD Sulsel , perwakilan Kepala Staf Presiden, Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Sulsel, Pemprov Sulsel, Pemkab Maros, Kementerian Perhubungan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Timur DJKA dan perwakilan masyarakat.
"Kami harap tim yang dikoordinir Komnas HAM ini dapat membicarakan alternatif penyelesaian di luar daripada proses hukum. Di mana masa kerjanya selama satu bulan," tuturnya.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat Sulsel ini menjelaskan, sengeketa lahan yang dimaksud terjadi di Desa Salenrang dan Desa Bontolempangan, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.
Sementara Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa bagian Timur dan Dirjen Kementerian Perhubungan RI tidak ada penyelesaian yang sudah masuk ke ranah pengadilan. Sebagaimana dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum.
Wakil Ketua DPRD Sulsel , Ni'matullah menambahkan, sengketa lahan dampak pembangunan jalur kereta api memang perlu ditangani secara serius. Karena tidak semua masyarakat merasakan ganti rugi tersebut.
"Proyek ini cukup besar. Tapi dampak ke masyarakat atas ganti rugi lahan tidak dirasakan oleh masyarakat," jelasnya.
Maka dari itu, Ulla menyebut perlu ada pendekatan persuasif kepada masyarakat. Agar kedua belah pihak bisa sama-sama tak dirugikan.
(agn)