Ratusan Warga Tarikolot Memulai Lembaran Baru Sejak 2010
loading...
A
A
A
MAJALENGKA - Kehidupan warga di Kampung Tarikolot , Desa Sidamukti, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat memasuki lembaran baru pada 2010 lalu. Mereka terpaksa meninggalkan kampungnya setelah kampung itu dinyatakan rawan bencana pergerakan tanah oleh Badan Geologi.
Sebagai gantinya, mereka disediakan permukiman baru di Kapung Buahlega, masih di desa yang sama. Ada sebanyak 180 rumah di kampung itu, yang penghuninya direlokasi ke Kampung Buahlega.
“Di Tarikolot ada 180 rumah. Sesuai arahaan pemerintah, mereka harus direlokasi ke Buahlega. Nah, di Buahlega ini, jumlah rumahnya tidak sama dengan di Tarikolot, lebih banyak. Di Buahlega dibikinkan 253 rumah, sesuai dengan jumlah KK. Karena waktu di Tarikolot itu kan ada yang satu rumah dihuni lebih dari 1 KK,” kata Kuwu (Kades) Sidamukti Karwan saat berbincang dengan MNC Portal Indonesia (MPI).
Proses perpindahan warga dari Tarikolot ke Buahlega, tidak berjalan mulus. Sebagian dari mereka ada yang kekeuh, tetap tinggal di kampung yang oleh pihak terkait dinyatakan rawan. Karwan, sebagai Kuwu, meskipun memiliki wewenang untuk ‘memaksa,’ tetapi dia memlih ‘membiarkan.’
“Perjalanan (relokasi) alot. Alasan masyarakat bermacam-macam ketika diminta pindah ke Buahlega. Saya memang punya wewenang untuk memaksa, tapi saya ingin secara sukarela A, mereka pindah teh,” jelas Karwan.
Empat tahun kemudian, atau tepatnya 2014, Kampung Tarikolot kembali diterjang bencana alam. Kali ini, kampung itu dihantam bencana pergerakan tanah, yang efeknya lumayan besar. Pascabencana itulah, semakin banyak warga yang akhirnya mau pindah ke kampung baru mereka, Buahlega.
“Mereka sukarela untuk pindah. Karena daerah itu memang rawan. Namun memang tidak semua. Di sana masih ada 8 KK dengan jumlah warga sebanyak 13 orang. Sampai saat ini, prinsif saya ya tadi itu, mereka pindah dengan sukarela, atas dasar keselamatan,” papar dia. Baca: Kisah Kampung Mati Tarikolot Majalengka, Sunyi Usai Ditinggal Boyongan.
Buahlega sendiri merupakan kampung yang benar-benar baru di Desa Sidamukti itu. Sehingga, tentunya diperlukan langkah cepat agar kampung itu benar-benar layak menjad perkampungan, yang dihuni oleh ratusan orang.
Menghidupkan aktivitas ekonomi, mutlak dibutuhkan agar kampung itu bisa segera ‘hidup,’ mengejar kampung-kampung lainnya yang ada di desa itu. Beruntung, sekitar kampung itu, cukup kaya potensi wisata.
“Dari Pemdes, kami mencoba memanfaatkan potensi yang ada di sekitar Kampung Buahlega itu. Maka muncullah objek wisata Paralayang, Curug, dan ada juga Sirkuit. Kami sadar, aktivitas di kampung itu harus hidup,” jelas dia. Baca Juga: Tinggal Dua Kecamatan di Batam yang Masih Berstatus Zona Merah COVID-19.
“Jadi, meskipun kampung Tarikolot itu ditinggalkan warganya, yang kemudian disebut kampung mati, tapi kampung di desa Sidamukti ini tidak berkurang jumlahnya, masih tetap lima. Ada Cicurug, Muktirahayu, Babakan, Ciandeu, dan kampung bungsu Buahlega, hahaha. Buahlega ini sebelumnya dikenal dengan sebutan Awilega,” lanjut Karwan.
Lihat Juga: Keterlaluan! Leher Dua Bocah Usia 8 dan 7 Tahun Dirantai Ayah Kandung karena Dituduh Curi Uang Buat Jajan
Sebagai gantinya, mereka disediakan permukiman baru di Kapung Buahlega, masih di desa yang sama. Ada sebanyak 180 rumah di kampung itu, yang penghuninya direlokasi ke Kampung Buahlega.
“Di Tarikolot ada 180 rumah. Sesuai arahaan pemerintah, mereka harus direlokasi ke Buahlega. Nah, di Buahlega ini, jumlah rumahnya tidak sama dengan di Tarikolot, lebih banyak. Di Buahlega dibikinkan 253 rumah, sesuai dengan jumlah KK. Karena waktu di Tarikolot itu kan ada yang satu rumah dihuni lebih dari 1 KK,” kata Kuwu (Kades) Sidamukti Karwan saat berbincang dengan MNC Portal Indonesia (MPI).
Proses perpindahan warga dari Tarikolot ke Buahlega, tidak berjalan mulus. Sebagian dari mereka ada yang kekeuh, tetap tinggal di kampung yang oleh pihak terkait dinyatakan rawan. Karwan, sebagai Kuwu, meskipun memiliki wewenang untuk ‘memaksa,’ tetapi dia memlih ‘membiarkan.’
“Perjalanan (relokasi) alot. Alasan masyarakat bermacam-macam ketika diminta pindah ke Buahlega. Saya memang punya wewenang untuk memaksa, tapi saya ingin secara sukarela A, mereka pindah teh,” jelas Karwan.
Empat tahun kemudian, atau tepatnya 2014, Kampung Tarikolot kembali diterjang bencana alam. Kali ini, kampung itu dihantam bencana pergerakan tanah, yang efeknya lumayan besar. Pascabencana itulah, semakin banyak warga yang akhirnya mau pindah ke kampung baru mereka, Buahlega.
“Mereka sukarela untuk pindah. Karena daerah itu memang rawan. Namun memang tidak semua. Di sana masih ada 8 KK dengan jumlah warga sebanyak 13 orang. Sampai saat ini, prinsif saya ya tadi itu, mereka pindah dengan sukarela, atas dasar keselamatan,” papar dia. Baca: Kisah Kampung Mati Tarikolot Majalengka, Sunyi Usai Ditinggal Boyongan.
Buahlega sendiri merupakan kampung yang benar-benar baru di Desa Sidamukti itu. Sehingga, tentunya diperlukan langkah cepat agar kampung itu benar-benar layak menjad perkampungan, yang dihuni oleh ratusan orang.
Menghidupkan aktivitas ekonomi, mutlak dibutuhkan agar kampung itu bisa segera ‘hidup,’ mengejar kampung-kampung lainnya yang ada di desa itu. Beruntung, sekitar kampung itu, cukup kaya potensi wisata.
“Dari Pemdes, kami mencoba memanfaatkan potensi yang ada di sekitar Kampung Buahlega itu. Maka muncullah objek wisata Paralayang, Curug, dan ada juga Sirkuit. Kami sadar, aktivitas di kampung itu harus hidup,” jelas dia. Baca Juga: Tinggal Dua Kecamatan di Batam yang Masih Berstatus Zona Merah COVID-19.
“Jadi, meskipun kampung Tarikolot itu ditinggalkan warganya, yang kemudian disebut kampung mati, tapi kampung di desa Sidamukti ini tidak berkurang jumlahnya, masih tetap lima. Ada Cicurug, Muktirahayu, Babakan, Ciandeu, dan kampung bungsu Buahlega, hahaha. Buahlega ini sebelumnya dikenal dengan sebutan Awilega,” lanjut Karwan.
Lihat Juga: Keterlaluan! Leher Dua Bocah Usia 8 dan 7 Tahun Dirantai Ayah Kandung karena Dituduh Curi Uang Buat Jajan
(nag)