Kisah Kampung Mati Tarikolot Majalengka, Sunyi Usai Ditinggal Boyongan
loading...
A
A
A
MAJALENGKA - Cuaca basah mengiringi saat berkunjung ke Kampung Tarikolot, tempat yang viral disebut-sebut sebagai kampung mati di Desa Sidamukti, Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka , Jawa Barat Rabu (9/2/2021) siang. Alhasil, perlu kehatian-hatian yang ekstra saat melaju motor, lantaran jalan dalam kondisi licin, setelah diguyur hujan.
Kondisi fisik jalan sendiri, meskipun ada kerusakan, tetapi masih cukup layak dilalui. Namun memang harus lebih cekatan mengoperasikan rem, karena ada beberapa kelokan, dengan jalur yang menurun.
Kesan kampung mati sepintas sirna saat di tengah perjalanan, ada beberapa pengendara motor dari arah kampung itu. Senyum sebagai sapaan warga desa, menjadi pemandangan setiap kali berpapasan dengan warga di kampung itu.
Musala, bangunan pertama yang terlihat begitu masuk perkampungan itu. Fisik bangunan musala, jauh dari kesan kampung mati. Bersih, demikian kesan yang langsung terbesit saat melihat bangunan tempat ibadah itu.
Namun, kesan kampung mati kembali terbesit begitu melihat bangunan rumah yang ada di sebelahnya. Sebuah rumah dengan warna cat orange, terlihat dalam kondisj miring, dan sedikit lapuk. Namun, kesan rumah itu adalah rumah 'gedong' masih cukup tampak jelas.
Saat menelusuri jalan setapak, terlihat beberapa kondisi rumah yang sudah usang. Namun, tidak sedikit juga rumah-rumah yang masih terlihat terawat. Jemuran terbuat dari tali tambang dengan pakaian yang tergantung, terlihat di beberapa rumah. Sebuah pemandangan yang bisa diartikan bahwa rumah itu masih diurus oleh pemiliknya.
Di tengah perjalanan, terlihat beberapa orang asik bersantai, sambil ngobrol ngalor-ngidul. Pandangan mereka cukup bersahabat saat reporter kami datang menghampiri.
"Mau liat-liat desa mati yang lagi viral ya A?" tanya salah seorang ibu, yang kemudian diketahui bernama Wanci, dengan intonasi dan bahasa tubuh yang cukup ramah.
Wanci bersama suaminya, Iteung saat itu sedang berbincang dengan tetangganya. Saat didekati, Wanci dengan ramah mempersilakan untuk duduk. Obrolan ringan khas pedesaan, jadi pembuka saat MNC Portal Indonesia bertamu.
Di sela-sela obrolan, Wanci menerangkan bahwa, ketika siang hari, kampungnya masih cukup ramai aktivitas warga. Ya, warga yang saat ini direlokasi ke Buahlega, yang memang masih memiliki tanah di kampung itu.
"Kalau siang sampai sore, ya kesini. Apalagi lagi panen. Ya sebenarnya kalau siang mah rame, banyak orang. Malam juga, suka ada yang nginep. Kami juga dari kemarin nginep di sini," kata Wanci, yang mengaku memiliki rumah juga di Buahlega, kampung baru mereka setelah direlokasi.
Apa yang dikatakan Wanci bahwa kampung itu masih ramai aktivitas saat siang hari, cukup bisa diterima. Di sela-sela perbincangan, kerap terdengar suara mesin motor wira wiri. Motor-motor itu dipastikan melaju di dalam kampung tersebut.
Tidak hanya itu. Di sela-sela suara mesin motor, ada seorang ibu yang tiba-tiba datang membawa beberapa kantong kerupuk dan gorengan. Ya, si ibu yang datang itu adalah seorang pedagang.
"Tuh kan ada yang dagang. Ya ibu juga di sini nyediain (dagang) Mie, ada kopi. Karena kalau sore, abis dari sawah ada yang minta Mie," ungkap dia.
Aktivitas dagang Wanci memang tidak seperti halnya berdagangan di daerah lain. Tidak ada meja untuk menjajakan barang dagangnnya. Wanci menyimpan barang-barang dagangannya di dalam rumah. Ketika ada yang minta mie atau kopi, dia tinggal meraciknya di dapur rumahnya.
"Nggak tau kenapa jadi disebut desa mati. Padahal banyak juga yang aktivias di sini, bahkan saat malam ada aja yang tinggal di sini. Tapi kalau hujan, kami memilih pulang ke kulon (Kampung Buahlega). Karena di sana juga kan kami punya rumah," jelas dia.
"Ada juga rumah-rumah yang sudah lapuk, karena yang punyanya udah meninggal. Keluarganya di luar kota. Tapi ya banyak juga rumah yang masih terurus. Coba aja jalan ke arah sana, nanti juga pasti ketemu lagi sama orang," jelas Wanci menyarankan.
Apa yang dikatakan Wanci terbukti. Saat berjalan berkeliling, kembali ditemukan beberapa warga, baik yang sesang beraktivitas maupun bersantai. Sama seperti Wanci, warga yang ditemui itu pun cukup ramah saat disapa.
Gambaran Tarikolot sebagai kampung yang ramai sebelum mereka direlokasi ke Buahlega setelah diterjang bencana tanah bergerak, bisa terlihat dari posisi satu rumah dengan rumah lainnya. Dari mulai masuk perkampungan, terlihat rumah mereka saling berdekatan, bahkan bisa dikatakan mepet.
Untuk bisa berkeliling di kampung Tarikolot saat ini, harus lebih hati-hati lagi. Cuaca hujan yang masih sering terjadi, membuat jalan setapak di daerah itu cukup licin. Apalagi untuk menuju satu rumah ke rumah lainnya, beberapa di antaranya harus turun beberapa undakan. "Ati-ati A. Jalannya licin, terus tangganya juga ada yang dari batu dientep (ditata)," pesan Wanci ramah.
Kondisi fisik jalan sendiri, meskipun ada kerusakan, tetapi masih cukup layak dilalui. Namun memang harus lebih cekatan mengoperasikan rem, karena ada beberapa kelokan, dengan jalur yang menurun.
Kesan kampung mati sepintas sirna saat di tengah perjalanan, ada beberapa pengendara motor dari arah kampung itu. Senyum sebagai sapaan warga desa, menjadi pemandangan setiap kali berpapasan dengan warga di kampung itu.
Musala, bangunan pertama yang terlihat begitu masuk perkampungan itu. Fisik bangunan musala, jauh dari kesan kampung mati. Bersih, demikian kesan yang langsung terbesit saat melihat bangunan tempat ibadah itu.
Namun, kesan kampung mati kembali terbesit begitu melihat bangunan rumah yang ada di sebelahnya. Sebuah rumah dengan warna cat orange, terlihat dalam kondisj miring, dan sedikit lapuk. Namun, kesan rumah itu adalah rumah 'gedong' masih cukup tampak jelas.
Saat menelusuri jalan setapak, terlihat beberapa kondisi rumah yang sudah usang. Namun, tidak sedikit juga rumah-rumah yang masih terlihat terawat. Jemuran terbuat dari tali tambang dengan pakaian yang tergantung, terlihat di beberapa rumah. Sebuah pemandangan yang bisa diartikan bahwa rumah itu masih diurus oleh pemiliknya.
Di tengah perjalanan, terlihat beberapa orang asik bersantai, sambil ngobrol ngalor-ngidul. Pandangan mereka cukup bersahabat saat reporter kami datang menghampiri.
"Mau liat-liat desa mati yang lagi viral ya A?" tanya salah seorang ibu, yang kemudian diketahui bernama Wanci, dengan intonasi dan bahasa tubuh yang cukup ramah.
Wanci bersama suaminya, Iteung saat itu sedang berbincang dengan tetangganya. Saat didekati, Wanci dengan ramah mempersilakan untuk duduk. Obrolan ringan khas pedesaan, jadi pembuka saat MNC Portal Indonesia bertamu.
Di sela-sela obrolan, Wanci menerangkan bahwa, ketika siang hari, kampungnya masih cukup ramai aktivitas warga. Ya, warga yang saat ini direlokasi ke Buahlega, yang memang masih memiliki tanah di kampung itu.
"Kalau siang sampai sore, ya kesini. Apalagi lagi panen. Ya sebenarnya kalau siang mah rame, banyak orang. Malam juga, suka ada yang nginep. Kami juga dari kemarin nginep di sini," kata Wanci, yang mengaku memiliki rumah juga di Buahlega, kampung baru mereka setelah direlokasi.
Apa yang dikatakan Wanci bahwa kampung itu masih ramai aktivitas saat siang hari, cukup bisa diterima. Di sela-sela perbincangan, kerap terdengar suara mesin motor wira wiri. Motor-motor itu dipastikan melaju di dalam kampung tersebut.
Tidak hanya itu. Di sela-sela suara mesin motor, ada seorang ibu yang tiba-tiba datang membawa beberapa kantong kerupuk dan gorengan. Ya, si ibu yang datang itu adalah seorang pedagang.
"Tuh kan ada yang dagang. Ya ibu juga di sini nyediain (dagang) Mie, ada kopi. Karena kalau sore, abis dari sawah ada yang minta Mie," ungkap dia.
Aktivitas dagang Wanci memang tidak seperti halnya berdagangan di daerah lain. Tidak ada meja untuk menjajakan barang dagangnnya. Wanci menyimpan barang-barang dagangannya di dalam rumah. Ketika ada yang minta mie atau kopi, dia tinggal meraciknya di dapur rumahnya.
"Nggak tau kenapa jadi disebut desa mati. Padahal banyak juga yang aktivias di sini, bahkan saat malam ada aja yang tinggal di sini. Tapi kalau hujan, kami memilih pulang ke kulon (Kampung Buahlega). Karena di sana juga kan kami punya rumah," jelas dia.
"Ada juga rumah-rumah yang sudah lapuk, karena yang punyanya udah meninggal. Keluarganya di luar kota. Tapi ya banyak juga rumah yang masih terurus. Coba aja jalan ke arah sana, nanti juga pasti ketemu lagi sama orang," jelas Wanci menyarankan.
Apa yang dikatakan Wanci terbukti. Saat berjalan berkeliling, kembali ditemukan beberapa warga, baik yang sesang beraktivitas maupun bersantai. Sama seperti Wanci, warga yang ditemui itu pun cukup ramah saat disapa.
Gambaran Tarikolot sebagai kampung yang ramai sebelum mereka direlokasi ke Buahlega setelah diterjang bencana tanah bergerak, bisa terlihat dari posisi satu rumah dengan rumah lainnya. Dari mulai masuk perkampungan, terlihat rumah mereka saling berdekatan, bahkan bisa dikatakan mepet.
Untuk bisa berkeliling di kampung Tarikolot saat ini, harus lebih hati-hati lagi. Cuaca hujan yang masih sering terjadi, membuat jalan setapak di daerah itu cukup licin. Apalagi untuk menuju satu rumah ke rumah lainnya, beberapa di antaranya harus turun beberapa undakan. "Ati-ati A. Jalannya licin, terus tangganya juga ada yang dari batu dientep (ditata)," pesan Wanci ramah.
(shf)