Alat Tangkap Ikan Masih Tradisional, Nelayan Kangean Terancam Pendatang
loading...
A
A
A
Selain itu, potensi laut Kangean sangat besar terutama untuk produk non ikan seperti rumput laut. Terumbu karang di Kangean juga diindikasikan cukup banyak jenisnya walaupun sekarang kondisinya kebanyakan rusak. Bahkan Pemprov Jawa Timur zaman Gubernur Soekarwo telah menetapkan kawasan perairan di Kangean sebagai kawasan konservasi laut daerah.
Koordinator Program Studi Sumber Daya Alam, Fakultas Ilmu dan Teknologi Pertanian UTM dan juga dosen jurusan Ilmu Kelautan UTM, Apri Arisandi, menyayangkan maraknya kegiatan destructive fishing, yakni menangkap ikan menggunakan bahan, alat, atau cara yang merusak sumberdaya ikan maupun lingkungannya.
Seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, setrum, dan alat penangkapan ikan lainnya yang tidak ramah lingkungan. Sehingga hal ini akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan dan biota laut lainnya, yang jangka panjang akan berdampak pada perubahan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Murdjito dosen Teknik Kelautan ITS Surabaya dan juga wakil sekretaris PW BKNU Jawa Timur mengakui potensi ikan Kangean cukup besar, bahkan hasil tangkapan ikan Kabupaten Sumenep selalu nomor dua di Jawa Timur setelah Kabupaten Lamongan.
Akan tetapi, menurutnya, armada penangkapan ikan di Sumenep umumnya dan Kangean khususnya terdiri dari nelayan skala kecil, menggunakan kapal bermotor kecil dan tanpa motor hingga ukuran 10 gross ton (GT) hampir 80% dari populasi kapal penangkap ikan sejenis di Jawa Timur.
Selain itu berdasar data 2018, di Kangean belum ada pelabuhan pendaratan ikan (PPI) sebagai tempat pendaratan tangkapan ikan, dibandingkan dengan Kabupaten Lamongan, misalnya yang mempunyai tujuh PPI dan satu PPN.
Dengan terbitnya Permen KP no 59 tahun 2020 tersebut, dimana beberapa Alat Penangkap Ikan yang di Permen sebelumnya dilarang sekarang diijinkan, dimungkinkan akan dapat menimbulkan permasalahan di lapangan, jika tidak disosialisasikan dengan baik dan diikuti pengawasan yang ketat dilapangan serta melalui kajian akademis yang memadai terhadap efektifitas, efisiensi dan dampak dari alat tangkap tersebut.
Murdjito menambahkan, selain itu fakta tingginya tingkat kecelakaan laut kapal ikan serta lemahnya penegakan hukum (law enforcement) kedepan juga akan menjadi pekerjaan rumah serius untuk menciptakan kegiatan penangkapan ikan yang aman dan berkelanjutan.
Koordinator Program Studi Sumber Daya Alam, Fakultas Ilmu dan Teknologi Pertanian UTM dan juga dosen jurusan Ilmu Kelautan UTM, Apri Arisandi, menyayangkan maraknya kegiatan destructive fishing, yakni menangkap ikan menggunakan bahan, alat, atau cara yang merusak sumberdaya ikan maupun lingkungannya.
Seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, setrum, dan alat penangkapan ikan lainnya yang tidak ramah lingkungan. Sehingga hal ini akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan dan biota laut lainnya, yang jangka panjang akan berdampak pada perubahan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Murdjito dosen Teknik Kelautan ITS Surabaya dan juga wakil sekretaris PW BKNU Jawa Timur mengakui potensi ikan Kangean cukup besar, bahkan hasil tangkapan ikan Kabupaten Sumenep selalu nomor dua di Jawa Timur setelah Kabupaten Lamongan.
Akan tetapi, menurutnya, armada penangkapan ikan di Sumenep umumnya dan Kangean khususnya terdiri dari nelayan skala kecil, menggunakan kapal bermotor kecil dan tanpa motor hingga ukuran 10 gross ton (GT) hampir 80% dari populasi kapal penangkap ikan sejenis di Jawa Timur.
Selain itu berdasar data 2018, di Kangean belum ada pelabuhan pendaratan ikan (PPI) sebagai tempat pendaratan tangkapan ikan, dibandingkan dengan Kabupaten Lamongan, misalnya yang mempunyai tujuh PPI dan satu PPN.
Dengan terbitnya Permen KP no 59 tahun 2020 tersebut, dimana beberapa Alat Penangkap Ikan yang di Permen sebelumnya dilarang sekarang diijinkan, dimungkinkan akan dapat menimbulkan permasalahan di lapangan, jika tidak disosialisasikan dengan baik dan diikuti pengawasan yang ketat dilapangan serta melalui kajian akademis yang memadai terhadap efektifitas, efisiensi dan dampak dari alat tangkap tersebut.
Murdjito menambahkan, selain itu fakta tingginya tingkat kecelakaan laut kapal ikan serta lemahnya penegakan hukum (law enforcement) kedepan juga akan menjadi pekerjaan rumah serius untuk menciptakan kegiatan penangkapan ikan yang aman dan berkelanjutan.
(msd)