Misterius-Gaib, Kisah Penambang Emas dan Pencari Langsat yang Raib di Tor Pisang Mata
loading...
A
A
A
Mereka akhirnya sempat putus asa. Lalu ke-13 orang itu kembali mengeruk yang lebih dalam lagi tepat di ujung bukit tersebut. Hasilnya tetap saja belum membuahkan hasil. Mereka masih tetap gagal menemukan bongkahan emas yang diharapkan.
“Padahal, kalau diteropong pakai alat deteksi orang itu, ada emas ukuran besar di dalam tanah di ujung bukit Torpisang Mata,” kata Kamaluddin Rambe (67) salah seorang tetua yang sering mendengarkan cerita masa lalu itu dari kakeknya, kepada penulis.
Setelah berbagai cara dilakukan dan di ujung keputusasaan, warga Belanda itu kemudian menemui seorang paranormal yang cukup tersohor di masanya di kampung yang terdapat dibagian lembah bukit tersebut.
Di sana kemudian mereka disarankan agar melakukan ritual persembahan dengan cara memotong seekor Lembu yang memiliki darah warna putih. Itu diyakini sebagai syarat, jika ingin menemukan emas yang ada dibukit Tor Pisang Mata.
Mendengar darah putih lembu tersebut, membuat mereka pun bingung, karena hal itu justru dianggap mustahil terpenuhi. Sebab, seumur hidup anggota ekpedisi tersebut, belum pernah menemukan darah putih seekor lembu jika dipotong.
Tetapi ada saja ide dan cara mereka. Akhirnya untuk mengganti darah putih tersebut warga Belanda itu disarankan alternatifnya supaya menyediakan santan kelapa, agar saat memotong seekor lembu yang memiliki darah merah bisa secara bersamaan mencurahkan santan murni di antara darah yang mengalir ke lubang pengerukan.
Saat itulah kemudian, dilakukan pengerukan. Tiba-tiba saat pengerokan yang dituangkan santan kelapa dan darah secara bersamaan itu, mereka kaget karena tiba-tiba menemukan bongkahan kuning mengkilat yang ditutupi tanah liat di dalam lubang yang mereka gali.
Semula mereka mengira bongkahan itu adalah batu besar berwarna kuning. Tetesan darah dan santan kelapa itupun kembali disiramkan mengenai bongkahan yang dianggap batu tersebut. Ternyata setelah ditarik warnanya makin kuning cerah.
Akhirnya, setelah dicermati dengan seksama ternyata benda keras itu adalah emas murni. Dengan rasa gembira dan terharu mereka berhasil memegang logam mulia sebesar kepala kuda dewasa itu.
“Padahal, kalau diteropong pakai alat deteksi orang itu, ada emas ukuran besar di dalam tanah di ujung bukit Torpisang Mata,” kata Kamaluddin Rambe (67) salah seorang tetua yang sering mendengarkan cerita masa lalu itu dari kakeknya, kepada penulis.
Setelah berbagai cara dilakukan dan di ujung keputusasaan, warga Belanda itu kemudian menemui seorang paranormal yang cukup tersohor di masanya di kampung yang terdapat dibagian lembah bukit tersebut.
Di sana kemudian mereka disarankan agar melakukan ritual persembahan dengan cara memotong seekor Lembu yang memiliki darah warna putih. Itu diyakini sebagai syarat, jika ingin menemukan emas yang ada dibukit Tor Pisang Mata.
Mendengar darah putih lembu tersebut, membuat mereka pun bingung, karena hal itu justru dianggap mustahil terpenuhi. Sebab, seumur hidup anggota ekpedisi tersebut, belum pernah menemukan darah putih seekor lembu jika dipotong.
Tetapi ada saja ide dan cara mereka. Akhirnya untuk mengganti darah putih tersebut warga Belanda itu disarankan alternatifnya supaya menyediakan santan kelapa, agar saat memotong seekor lembu yang memiliki darah merah bisa secara bersamaan mencurahkan santan murni di antara darah yang mengalir ke lubang pengerukan.
Saat itulah kemudian, dilakukan pengerukan. Tiba-tiba saat pengerokan yang dituangkan santan kelapa dan darah secara bersamaan itu, mereka kaget karena tiba-tiba menemukan bongkahan kuning mengkilat yang ditutupi tanah liat di dalam lubang yang mereka gali.
Semula mereka mengira bongkahan itu adalah batu besar berwarna kuning. Tetesan darah dan santan kelapa itupun kembali disiramkan mengenai bongkahan yang dianggap batu tersebut. Ternyata setelah ditarik warnanya makin kuning cerah.
Akhirnya, setelah dicermati dengan seksama ternyata benda keras itu adalah emas murni. Dengan rasa gembira dan terharu mereka berhasil memegang logam mulia sebesar kepala kuda dewasa itu.