Tiga Tahun Berjalan, Kompol Aditya Korban Pengeroyokan Perguruan Silat Hanya Bisa Terbaring
loading...
A
A
A
SEMARANG - Tiga tahun berjalan, kondisi Kompol Aditia Mulya Ramadhani (36) hanya bisa terbaring di tempat tidur. Pria yang merupakan perwira menengah Polri ini adalah korban pengeroyokan kelompok perguruan pencak silat Persaudaraan Silat Hati Terate (PSHT).
Baca Juga: Pantang Menyerah Mencari Kerja, Lulusan S2 Jerman Ini Ditolak 800 Kali
Ketika itu, Mei 2019, Kompol Aditia menjabat sebagai Kepala Reskrim Polres Wonogiri, hendak membubarkan bentrok perguruan pencak silat tersebut. Namun, bukannya massa bubar malah mengeroyoknya hingga cidera berat di kepala.
Baca Juga: Anggota Tim Penyelidik Covid-19 WHO Ingin Periksa Gua Kelelawar di Wuhan
Istrinya, Dewi Setyawati (40), Kamis 4 Februari 2021 menceritakan kondisi terakhir suaminya. "Belum begitu banyak perubahan karena kebetulan kerusakan parah berada di otaknya,” kata dia.
Baca Juga: 7 Saksi Diperiksa dalam Kasus Penganiayaan Kasatreskrim Polres Wonogiri
Kondisi suaminya, sebut Dewi, juga saat ini masih belum bisa merespons kontak mata ataupun merespons sesuatu dengan baik. Pihaknya saat ini sedang mengupayakan sistem stem cell yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. “Karena laboratorium stem cell ada di sana,” lanjutnya.
Di rumah sakit tersebut, Dewi bercerita suaminya sudah 4 kali menjalani terapi dari jadwal total 20 kali. Dia berharap biaya stem cell dapat dibiayai Rumah Sakit Polri. “Karena uang bantuan yang dikelola oleh rumah sakit Polri masih ada untuk 5 kali stem cell lagi,” sambung Dewi. Pihak keluarga berharap terapi ini bisa menyembuhkan Kompol Aditia.
Pasca jadi korban penganiayaan massa tersebut, Kompo Aditia sempat mendapat perawatan di Singapura. Tetapi, belum banyak perubahannya hingga sekarang. Pasca dirawat di negara tetangga itu, Kompol Aditia menjalani perawatan di rumahnya di Kota Semarang.
Baca Juga: Pantang Menyerah Mencari Kerja, Lulusan S2 Jerman Ini Ditolak 800 Kali
Ketika itu, Mei 2019, Kompol Aditia menjabat sebagai Kepala Reskrim Polres Wonogiri, hendak membubarkan bentrok perguruan pencak silat tersebut. Namun, bukannya massa bubar malah mengeroyoknya hingga cidera berat di kepala.
Baca Juga: Anggota Tim Penyelidik Covid-19 WHO Ingin Periksa Gua Kelelawar di Wuhan
Istrinya, Dewi Setyawati (40), Kamis 4 Februari 2021 menceritakan kondisi terakhir suaminya. "Belum begitu banyak perubahan karena kebetulan kerusakan parah berada di otaknya,” kata dia.
Baca Juga: 7 Saksi Diperiksa dalam Kasus Penganiayaan Kasatreskrim Polres Wonogiri
Kondisi suaminya, sebut Dewi, juga saat ini masih belum bisa merespons kontak mata ataupun merespons sesuatu dengan baik. Pihaknya saat ini sedang mengupayakan sistem stem cell yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. “Karena laboratorium stem cell ada di sana,” lanjutnya.
Di rumah sakit tersebut, Dewi bercerita suaminya sudah 4 kali menjalani terapi dari jadwal total 20 kali. Dia berharap biaya stem cell dapat dibiayai Rumah Sakit Polri. “Karena uang bantuan yang dikelola oleh rumah sakit Polri masih ada untuk 5 kali stem cell lagi,” sambung Dewi. Pihak keluarga berharap terapi ini bisa menyembuhkan Kompol Aditia.
Pasca jadi korban penganiayaan massa tersebut, Kompo Aditia sempat mendapat perawatan di Singapura. Tetapi, belum banyak perubahannya hingga sekarang. Pasca dirawat di negara tetangga itu, Kompol Aditia menjalani perawatan di rumahnya di Kota Semarang.
(msd)