Konflik di Pulau Rempang, PT MEG Pastikan Lahan Sudah Diserahkan Warga
loading...
A
A
A
BATAM - Tiga karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) terluka akibat konflik dengan warga Rempang , Pulau Batam, Kepulauan Riau, Rabu (18/9/2024). PT MEG menyebut mereka membela diri karena diserang puluhan warga.
Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati mengatakan ada sekitar puluhan warga yang mendatangi lahan yang diserahkan BP Batam terhadap PT MEG. Karyawan PT MEG lalu bertahan untuk mempertahankan lahan.
Akibat tindak kekerasan yang dilakukan warga menyebabkan karyawan bernama Hardin mengalami luka dalam dan retak rahangnya. Sedangkan Afrizal luka di bawah mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Sementara Franklin mengalami luka di kepala. ”Ketiganya kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga hari," kata Nuraini dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).
Dari foto yang diterima, terdapat luka terbuka di kepala Franklin akibat benturan benda keras. Begitu juga Afrizal, matanya memar sampai terlihat luka menganga.
Nuraini menjelaskan pihaknya diberikan mandat untuk melaksanakan pengembangan dan pegelolaan Kawasan Rempang. PT MEG selaku pihak yang ditunjuk BP Batam dan Pemkot Batam mengadakan pendekatan kepada warga. Yang mana sebagian di antara warga bersedia menyerahkan lahan yang ditempati kepada PT MEG dan BP Batam.
"Sebagian lahan yang telah diserahkan oleh warga tersebut kemudian atas permintaan BP Batam dijaga PT MEG yang kemudian diberdayakan PT MEG untuk ketahanan pangan dan juga untuk menarik minat dari warga setempat agar bersedia bercocok tanam selama lahan belum digunakan untuk proyek pengembangan Kawasan Rempang," jelasnya.
Pada Rabu (18/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB, PT MEG dan dua warga setempat yang sedang menjalankan program pemberdayaan masyarakat , yakni bercocok tanam, tibat-tiba didatangi warga berjumlah sekitar 20 orang. Mereka meminta pihak PT MEG untuk meninggalkan lokasi.
"Permintaan tersebut ditolak karena menganggap warga yang menyuruh pergi bukan pihak yang berhak atas lahan," katanya.
Selanjutnya warga terus datang memprovokasi dan mengusir pihak PT MEG. Situasi pun menjadi semakin memanas. Sementara warga terus berdatangan hingga lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya mulai anarkistis dan membawa kayu.
Situasi yang terus memenas berujung dengan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap pihak PT MEG. Karena sudah mengancam keselamatan diri, karyawan PT MEG membela diri. ”Pembelaan diri tersebut hanya dilakukan terhadap warga yang melakukan tindak kekerasan," jelasnya.
Nuraini mendapat info seorang warga yakni Nek Awe alias Hawa menjadi korban dari konflik itu. Nuraini menegaskan PT MEG sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Nek Awe yang diketahui kemudian mengalami cedera.
Singkat cerita, tindak kekerasan oleh warga tersebut kemudian dapat dihentikan setelah Kapolsek Galang dan rombongan datang untuk mengamankan situasi.
"Kapolsek kemudian memediasi warga dan pihak PT MEG. Namun warga meminta agar lahan yang telah diserahkan penggarap sebelumnya kepada PT MEG untuk dikosongkan. Jika tidak, akan bertindak anarkistis dan mengosongkan secara paksa," terangnya.
Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati mengatakan ada sekitar puluhan warga yang mendatangi lahan yang diserahkan BP Batam terhadap PT MEG. Karyawan PT MEG lalu bertahan untuk mempertahankan lahan.
Akibat tindak kekerasan yang dilakukan warga menyebabkan karyawan bernama Hardin mengalami luka dalam dan retak rahangnya. Sedangkan Afrizal luka di bawah mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Sementara Franklin mengalami luka di kepala. ”Ketiganya kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga hari," kata Nuraini dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).
Dari foto yang diterima, terdapat luka terbuka di kepala Franklin akibat benturan benda keras. Begitu juga Afrizal, matanya memar sampai terlihat luka menganga.
Nuraini menjelaskan pihaknya diberikan mandat untuk melaksanakan pengembangan dan pegelolaan Kawasan Rempang. PT MEG selaku pihak yang ditunjuk BP Batam dan Pemkot Batam mengadakan pendekatan kepada warga. Yang mana sebagian di antara warga bersedia menyerahkan lahan yang ditempati kepada PT MEG dan BP Batam.
"Sebagian lahan yang telah diserahkan oleh warga tersebut kemudian atas permintaan BP Batam dijaga PT MEG yang kemudian diberdayakan PT MEG untuk ketahanan pangan dan juga untuk menarik minat dari warga setempat agar bersedia bercocok tanam selama lahan belum digunakan untuk proyek pengembangan Kawasan Rempang," jelasnya.
Pada Rabu (18/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB, PT MEG dan dua warga setempat yang sedang menjalankan program pemberdayaan masyarakat , yakni bercocok tanam, tibat-tiba didatangi warga berjumlah sekitar 20 orang. Mereka meminta pihak PT MEG untuk meninggalkan lokasi.
"Permintaan tersebut ditolak karena menganggap warga yang menyuruh pergi bukan pihak yang berhak atas lahan," katanya.
Selanjutnya warga terus datang memprovokasi dan mengusir pihak PT MEG. Situasi pun menjadi semakin memanas. Sementara warga terus berdatangan hingga lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya mulai anarkistis dan membawa kayu.
Situasi yang terus memenas berujung dengan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap pihak PT MEG. Karena sudah mengancam keselamatan diri, karyawan PT MEG membela diri. ”Pembelaan diri tersebut hanya dilakukan terhadap warga yang melakukan tindak kekerasan," jelasnya.
Nuraini mendapat info seorang warga yakni Nek Awe alias Hawa menjadi korban dari konflik itu. Nuraini menegaskan PT MEG sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Nek Awe yang diketahui kemudian mengalami cedera.
Singkat cerita, tindak kekerasan oleh warga tersebut kemudian dapat dihentikan setelah Kapolsek Galang dan rombongan datang untuk mengamankan situasi.
"Kapolsek kemudian memediasi warga dan pihak PT MEG. Namun warga meminta agar lahan yang telah diserahkan penggarap sebelumnya kepada PT MEG untuk dikosongkan. Jika tidak, akan bertindak anarkistis dan mengosongkan secara paksa," terangnya.
(poe)