Sikapi Pembatasan, Pemkot Perlu Pikirkan Solusi Verifikasi Tempat Usaha
loading...
A
A
A
SURABAYA - Komisi B DPRD Surabaya menyarankan Pemerintah Kota Surabaya untuk mencari solusi dalam menyikapi pembatasan skala mikro pada 11-25 Januari mendatang.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, John Thamrun menegaskan, bahwa keputusan pemerintah pusat tersebut perlu disikapi ditingkatan kota dengan tidak mematikan kondisi perekonomian.
"Perlu solusi. Salah satunya Pemkot harus memverifikasi lokasi-lokasi untuk tempat usaha tangguh," katanya, Rabu (6/01/2021).
(Baca juga: Rencana PSBB Surabaya Raya dan Malang Raya, Wagub Emil Tunggu Juknis Pemerintah Pusat )
John menjelaskan, perlunya verifikasi ini tentunya dengan melihat lokasi-lokasi usaha yang nantinya diterbitkan sertifikasi.
Sertifikasi, lanjut John, nantinya bisa berupa surat keterangan maupun berbentuk pengesahan lain yang menjadi tanggung jawab dinas atau lembaga terkait yang ditunjuk oleh pemerintah.
politisi PDIP ini mencontohkan, beberapa lokasi usaha di Surabaya telah menetapkan protokol kesehatan (Prokes). "Artinya pengusaha ini sudah patuh. Namun, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan pembatasan. Mau tidak mau akan mengancam keterpurukan ekonomi lagi di Surabaya," ujarnya.
Beberapa restoran atau tempat usaha yang telah memenuhi standar prokes meliputi kondisi usaha diruang terbuka, penyediaan fasilitas cuci tangan, pengecekan suhu tubuh dan pelayanan yang memenuhi standar prokes.
(Baca juga: Vaksinasi COVID-19 di Mojokerto Dilakukan Pekan Depan )
Legislator dengan berlatarbelakang pengacara ini menambahkan, penerbitan sertifikasi harus betul-betul sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, IDI, maupun standar WHO. "Ini kan jadi solusi. Supaya ekonomi tidak kembali terpuruk, dan masih bisa berputar kembali," ungkap JT (John Thamrun).
Diketahui, pembatasan dikeluarkan pemerintah pusat untuk wilayah-wilayah dengan kriteria yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.
Beberapa kriteria itu adalah kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau pun 3%, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional yaitu di bawah 82%, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yaitu sekitar 14%, dan tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) untuk ICU dan isolasi yang di atas 70%.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, John Thamrun menegaskan, bahwa keputusan pemerintah pusat tersebut perlu disikapi ditingkatan kota dengan tidak mematikan kondisi perekonomian.
"Perlu solusi. Salah satunya Pemkot harus memverifikasi lokasi-lokasi untuk tempat usaha tangguh," katanya, Rabu (6/01/2021).
(Baca juga: Rencana PSBB Surabaya Raya dan Malang Raya, Wagub Emil Tunggu Juknis Pemerintah Pusat )
John menjelaskan, perlunya verifikasi ini tentunya dengan melihat lokasi-lokasi usaha yang nantinya diterbitkan sertifikasi.
Sertifikasi, lanjut John, nantinya bisa berupa surat keterangan maupun berbentuk pengesahan lain yang menjadi tanggung jawab dinas atau lembaga terkait yang ditunjuk oleh pemerintah.
politisi PDIP ini mencontohkan, beberapa lokasi usaha di Surabaya telah menetapkan protokol kesehatan (Prokes). "Artinya pengusaha ini sudah patuh. Namun, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan pembatasan. Mau tidak mau akan mengancam keterpurukan ekonomi lagi di Surabaya," ujarnya.
Beberapa restoran atau tempat usaha yang telah memenuhi standar prokes meliputi kondisi usaha diruang terbuka, penyediaan fasilitas cuci tangan, pengecekan suhu tubuh dan pelayanan yang memenuhi standar prokes.
(Baca juga: Vaksinasi COVID-19 di Mojokerto Dilakukan Pekan Depan )
Legislator dengan berlatarbelakang pengacara ini menambahkan, penerbitan sertifikasi harus betul-betul sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, IDI, maupun standar WHO. "Ini kan jadi solusi. Supaya ekonomi tidak kembali terpuruk, dan masih bisa berputar kembali," ungkap JT (John Thamrun).
Diketahui, pembatasan dikeluarkan pemerintah pusat untuk wilayah-wilayah dengan kriteria yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.
Beberapa kriteria itu adalah kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau pun 3%, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional yaitu di bawah 82%, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yaitu sekitar 14%, dan tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) untuk ICU dan isolasi yang di atas 70%.
(msd)