Bupati Gowa Bentuk Tim Identifikasi Masalah Penggunaan Lahan di Malino
loading...
A
A
A
GOWA - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa melakukan identifikasi terkait lahan yang boleh dilakukan pembangunan atau tidak, karena masuk kawasan wisata atau hutan lindung .
Bupati Gowa , Adnan Purichta Ichsan mengatakan, hal ini dilakukan karena tingginya animo masyarakat untuk berinvestasi di kawasan Malino , Kecamatan Tinggimoncong.
"Saat ini keinginan masyarakat untuk berinvestasi di Malino sangat tinggi, sehingga kita perlu melakukan langkah antisipasi dengan menyiapkan data jelas, mana yang termasuk kawasan hutan lindung dan tidak atau bisa dilakukan investasi melalui izin bupati. Apalagi tahun 2021 mendatang pelebaran jalan Malino akan dilanjutkan," ungkapnya, Selasa (29/12/2020).
Adnan mengaku, di kawasan Malino terdapat bangunan yang melanggar seperti tidak memiliki IMB, bahkan membangun dalam kawasan hutan lindung .
Namun Pemkab Gowa tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti hal tersebut, dikarenakan terkendala dengan kewenangan.
"Permasalahan saat ini hutan lindung tapi banyak bangunan di dalamnya. Kita tidak boleh menghalangi animo publik sehingga yang perlu kita lakukan memperjelas mana yang bisa dan tidak bisa atau mana yang menjadi kewenangan pihak pemda," tambah orang nomor satu di Gowa itu.
Olehnya itu, untuk menindaklanjuti perencanaan tersebut, pihaknya membentuk tim untuk mengidentifikasi masalah dalam penggunaan lahan agar bisa melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu melaksanakan kegiatan tapal batas.
"Segera bentuk tim yang diketuai oleh Bappeda di dalamnya terdiri dari SKPD terkait dan melibatkan kepolisian, kodim, perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi, perwakilan BKSDA, BPN, DPRD, kejaksaan dan libatkan pemerintah setempat seperti camat, desa dan lurah agar bisa jalan bersamaan antara penentuan batas dan identifikasi masalah. Ini kita lakukan agar Malino lebih tertata, begitupun dengan tertib administrasi serta kita mampu mengoptimalkan PAD Gowa," jelasnya.
Sementara, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sulsel, Anis Suratin mengatakan, dari total kurang lebih 14 ribu hektare Taman Wisata Alam (TWA) di Kabupaten Gowa, sebanyak 2.500 hektare yang telah dilepas menjadi areal penggunaan lain (APL) khusus di kawasan Malino .
Jumlah inilah yang nantinya akan dilakukan tapal batas agar pihak pemda memiliki kewenangan dalam memberikan izin melalui SK bupati, yang rencananya dimulai pada 2021 mendatang.
"Saat ini berdasarkan SK No 362 tahun 2019 ada 2.500 hektar dari TWA Malino yang menjadi APL, namun belum ada penetapan dikarenakan tapal batas belum dilakukan. Provinsi sudah merencanakan tahun 2021 nanti tapal batas mulai berjalan," katanya.
Yang menjadi tantangan kata Anis, Malino sebagai kawasan strategis pengembangan wisata di Sulsel sehingga banyak yang menjadikan SPPT/PBB dalam kawasan hutan sebagai dasar kepemilikin lahan.
Permasalahan inilah yang akan diidentifikasi dengan tim agar nantinya bisa segera dilakukan tapal batas. "Ini karena keterlanjuran sebelum penunjukan atau penetapan. Sehingga saran kami perlu dilakukan pemetaan masalah berdasarkan tipologi di sana, koordinasi, lalu sosialisasi jika nantinya telah dilakukan tapal batas dan masyarakat masih menolak maka akan ada penegakan hukum sesuai peraturan," pungkasnya.
Bupati Gowa , Adnan Purichta Ichsan mengatakan, hal ini dilakukan karena tingginya animo masyarakat untuk berinvestasi di kawasan Malino , Kecamatan Tinggimoncong.
"Saat ini keinginan masyarakat untuk berinvestasi di Malino sangat tinggi, sehingga kita perlu melakukan langkah antisipasi dengan menyiapkan data jelas, mana yang termasuk kawasan hutan lindung dan tidak atau bisa dilakukan investasi melalui izin bupati. Apalagi tahun 2021 mendatang pelebaran jalan Malino akan dilanjutkan," ungkapnya, Selasa (29/12/2020).
Adnan mengaku, di kawasan Malino terdapat bangunan yang melanggar seperti tidak memiliki IMB, bahkan membangun dalam kawasan hutan lindung .
Namun Pemkab Gowa tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti hal tersebut, dikarenakan terkendala dengan kewenangan.
"Permasalahan saat ini hutan lindung tapi banyak bangunan di dalamnya. Kita tidak boleh menghalangi animo publik sehingga yang perlu kita lakukan memperjelas mana yang bisa dan tidak bisa atau mana yang menjadi kewenangan pihak pemda," tambah orang nomor satu di Gowa itu.
Olehnya itu, untuk menindaklanjuti perencanaan tersebut, pihaknya membentuk tim untuk mengidentifikasi masalah dalam penggunaan lahan agar bisa melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu melaksanakan kegiatan tapal batas.
"Segera bentuk tim yang diketuai oleh Bappeda di dalamnya terdiri dari SKPD terkait dan melibatkan kepolisian, kodim, perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi, perwakilan BKSDA, BPN, DPRD, kejaksaan dan libatkan pemerintah setempat seperti camat, desa dan lurah agar bisa jalan bersamaan antara penentuan batas dan identifikasi masalah. Ini kita lakukan agar Malino lebih tertata, begitupun dengan tertib administrasi serta kita mampu mengoptimalkan PAD Gowa," jelasnya.
Sementara, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sulsel, Anis Suratin mengatakan, dari total kurang lebih 14 ribu hektare Taman Wisata Alam (TWA) di Kabupaten Gowa, sebanyak 2.500 hektare yang telah dilepas menjadi areal penggunaan lain (APL) khusus di kawasan Malino .
Jumlah inilah yang nantinya akan dilakukan tapal batas agar pihak pemda memiliki kewenangan dalam memberikan izin melalui SK bupati, yang rencananya dimulai pada 2021 mendatang.
"Saat ini berdasarkan SK No 362 tahun 2019 ada 2.500 hektar dari TWA Malino yang menjadi APL, namun belum ada penetapan dikarenakan tapal batas belum dilakukan. Provinsi sudah merencanakan tahun 2021 nanti tapal batas mulai berjalan," katanya.
Yang menjadi tantangan kata Anis, Malino sebagai kawasan strategis pengembangan wisata di Sulsel sehingga banyak yang menjadikan SPPT/PBB dalam kawasan hutan sebagai dasar kepemilikin lahan.
Permasalahan inilah yang akan diidentifikasi dengan tim agar nantinya bisa segera dilakukan tapal batas. "Ini karena keterlanjuran sebelum penunjukan atau penetapan. Sehingga saran kami perlu dilakukan pemetaan masalah berdasarkan tipologi di sana, koordinasi, lalu sosialisasi jika nantinya telah dilakukan tapal batas dan masyarakat masih menolak maka akan ada penegakan hukum sesuai peraturan," pungkasnya.
(luq)