Ganjar: UU Cipta Kerja sebagai Jalan Tol Atasi Over Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menilai Undang-Undang (UU) no. 11/2020 tentang Cipta Kerja sebagai jalan tol bagi kepala daerah untuk mengatasi persoalan-persoalan daerah yang dalam penyelesaiannya selama ini terkendala banyaknya regulasi atau over regulasi.
“Negara ini kalau dipahami itu over regulated , hampir semua diatur, njelimetnya minta ampun. Kondisi ini mencekiki diri kita sendiri,” katanya dalam diskusi daring bertajuk Pengesahan UU Ciptaker dan Implikasinya terhadap KEK dan Percepatan Proyek Strategis Nasional pada Jumat (4/12) yang digelar FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Baca juga: Aktivitas Masih Tinggi, Sehari Terdengar 8 Kali Gemuruh dari Puncak Merapi )
Kondisi itu, kata Ganjar, rentan praktik pungli di tempat layanan-layanan publik. Tanpa adanya UU Cipta Kerja, lanjutnya, para kepala daerah masing-masing berinovasi bagaimana menghadapi over regulasi itu agar proses layanan publik bisa cepat. Namun, keluhnya, upaya itu tetap terhadang kendala over regulasi.
“Ketika kita (Kepala Daerah) ingin cepat, kita berbenturan dengan banyak regulasi. Untuk itu, saya setuju adanya UU (Cipta Kerja) ini sebagai jalan tol untuk menyelasikan persoalan ini,” ujar Ganjar.
Ganjar selama ini selalu membuka komunikasi kepada semua pihak masyarakat di Jateng. Termasuk dengan pihak pelaku usaha. Ia mendapatkan keluhan senada dari masyarakat termasuk para pelaku usaha terkait proses perizinan.“Keluhannya sama. Semua kenapa lama, semua kenapa bertele-tele dan semua kenapa mesti bayar. Ini yang membuat negara kita akhirnya tidak terlalu kompetitif untuk berhadapan dengan banyak negara lain,” ucap Ganjar. (Baca juga: Pengamat: Sulit Membayangkan Ganjar Pranowo Jadi 'Kampret atau Kadrun' di 2024 )
Imbas dari over regulasi, kata Ganjar, justru merugikan Indonesia sendiri dan ia rasakan itu ketika menjadi pejabat publik yang menghadapi berbagai tantangan seperti pengangguran dan kompetisi antar daerah. Karena persoalan ini juga, kata Ganjar, Indonesia terjebak pada negara dengan ekonomi menengah.
Ganjar mencontohkan bagaimana Vietnam menang bersaing dengan Indonesia di mata investor. Itu, katanya, karena pemerintah Vietnam melakukan intervensi untuk kemudahan berinvestasi sehingga banyak investor yang tertarik menanamkan modal di sana karena iklim berusahanya sangat baik.
Kata Ganjar, iklim berusaha saat ini sedang diperbaiki dengan UU Cipta Kerja. Salah satu klaster dalam UU Cipta Kerja yang ia sambut baik adalah klaster mengatur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang lebih sederhana dan cepat perizinannya bagi investor.
“Penyelenggaraan KEK (dalam UU Cipta Kerja) di antaranya perluasan kegiatan usaha dan perubahan kriteria lokasi KEK, penyederhanaan proses pengusulan KEK, lalu kewajiban Pemda mendukung KEK. Poin ketiga ini agak sulit,” kata Ganjar.
Sebabnya, ada oknum di Pemda yang berorientasi keuntungan pribadi. Itu mengapa kata Ganjar, perlu peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membersihkan oknum-oknum seperti itu.
“Negara ini kalau dipahami itu over regulated , hampir semua diatur, njelimetnya minta ampun. Kondisi ini mencekiki diri kita sendiri,” katanya dalam diskusi daring bertajuk Pengesahan UU Ciptaker dan Implikasinya terhadap KEK dan Percepatan Proyek Strategis Nasional pada Jumat (4/12) yang digelar FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Baca juga: Aktivitas Masih Tinggi, Sehari Terdengar 8 Kali Gemuruh dari Puncak Merapi )
Kondisi itu, kata Ganjar, rentan praktik pungli di tempat layanan-layanan publik. Tanpa adanya UU Cipta Kerja, lanjutnya, para kepala daerah masing-masing berinovasi bagaimana menghadapi over regulasi itu agar proses layanan publik bisa cepat. Namun, keluhnya, upaya itu tetap terhadang kendala over regulasi.
“Ketika kita (Kepala Daerah) ingin cepat, kita berbenturan dengan banyak regulasi. Untuk itu, saya setuju adanya UU (Cipta Kerja) ini sebagai jalan tol untuk menyelasikan persoalan ini,” ujar Ganjar.
Ganjar selama ini selalu membuka komunikasi kepada semua pihak masyarakat di Jateng. Termasuk dengan pihak pelaku usaha. Ia mendapatkan keluhan senada dari masyarakat termasuk para pelaku usaha terkait proses perizinan.“Keluhannya sama. Semua kenapa lama, semua kenapa bertele-tele dan semua kenapa mesti bayar. Ini yang membuat negara kita akhirnya tidak terlalu kompetitif untuk berhadapan dengan banyak negara lain,” ucap Ganjar. (Baca juga: Pengamat: Sulit Membayangkan Ganjar Pranowo Jadi 'Kampret atau Kadrun' di 2024 )
Imbas dari over regulasi, kata Ganjar, justru merugikan Indonesia sendiri dan ia rasakan itu ketika menjadi pejabat publik yang menghadapi berbagai tantangan seperti pengangguran dan kompetisi antar daerah. Karena persoalan ini juga, kata Ganjar, Indonesia terjebak pada negara dengan ekonomi menengah.
Ganjar mencontohkan bagaimana Vietnam menang bersaing dengan Indonesia di mata investor. Itu, katanya, karena pemerintah Vietnam melakukan intervensi untuk kemudahan berinvestasi sehingga banyak investor yang tertarik menanamkan modal di sana karena iklim berusahanya sangat baik.
Kata Ganjar, iklim berusaha saat ini sedang diperbaiki dengan UU Cipta Kerja. Salah satu klaster dalam UU Cipta Kerja yang ia sambut baik adalah klaster mengatur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang lebih sederhana dan cepat perizinannya bagi investor.
“Penyelenggaraan KEK (dalam UU Cipta Kerja) di antaranya perluasan kegiatan usaha dan perubahan kriteria lokasi KEK, penyederhanaan proses pengusulan KEK, lalu kewajiban Pemda mendukung KEK. Poin ketiga ini agak sulit,” kata Ganjar.
Sebabnya, ada oknum di Pemda yang berorientasi keuntungan pribadi. Itu mengapa kata Ganjar, perlu peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membersihkan oknum-oknum seperti itu.