Terbentur Aturan, Penyerapan BLT DD di Blitar Tidak Maksimal
loading...
A
A
A
BLITAR - Penyerapan dana bantuan langsung tunai COVID-19 yang bersumber dari dana desa (DD) untuk warga terdampak COVID-19 di Kabupaten Blitar, dimungkinkan tidak berjalan maksimal.
Dengan adanya aturan pembatasan satu orang hanya boleh menerima satu bantuan, penerima manfaat BLT DD sesuai kriteria, sulit ditemukan. "Karena tidak boleh dobel," ujar Dwi Novi, Kabid Pemberdayaan Desa Dinas Pemasyarakatan dan Desa Pemkab Blitar kepada wartawan.
Sebagai bentuk pengamanan sosial akibat pandemik Corona, pemerintah mengalihkan penggunaan DD untuk BLT tunai. Prosentase pengalihan sebesar 25-35 persen, sesuai DD yang diterima masing masing desa.
Misalnya untuk DD di bawah Rp800 juta, akan berlaku pengalihan anggaran 25 persen. Penerimaan DD Rp800 juta sebesar 30 persen, dan DD Rp1,2 miliar berlaku pengalihan 35 persen. Setiap warga akan menerima uang tunai Rp 600 ribu per bulan. "Dan setiap desa pagu yang dialokasikan berbeda beda," terang Dwi Novi.
Dengan banyaknya bantuan sosial diluar BLT DD, yakni salah satunya PKH, kata Dwi Novi menjadi tidak mudah mencari warga yang layak menerima manfaat BLT DD. Ia mencontohkan yang terjadi di Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi. Dari alokasi pagu sebesar 30 persen, pihak desa hanya bisa mendata 10 orang.
Warga lain yang terdampak COVID-19 telah memperoleh bantuan sosial dari sumber lain. Sebab sesuai aturannya, penerimaan bantuan dobel tidak dibolehkan. "Ini sulit juga. Dengan banyaknya bantuan sosial desa kesulitan mencari warga yang memenuhi kriteria (penerima BLT DD)," kata Dwi Novi.
Meski penyerapan dimungkinkan tidak berjalan maksimal, alokasi BLT DD tetap sesuai pagu yang ditentukan. Menurut Dwi Novi, pelaporan penyaluran berlangsung setiap bulan. Termasuk jika ada data penerima manfaat yang melebihi alokasi pagu, pihak desa bisa mengajukan penambahan. "Tapi harus seizin bupati," pungkas Dwi Novi.
Sebelumnya disampaikan Pemkab Blitar, jumlah penerima bantuan sosial (bansos) akibat dampak COVID-19 mencapai 42.296 jiwa. Tuti Kormayati, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Blitar mengakui data yang sudah diverifikasi tersebut masih banyak dikeluhkan. Terutama terkait dugaan ketidaktepatan sasaran.
Sebagai solusi, setiap desa diberi kewenangan mengubah data penerima bantuan dengan syarat menyertakan berita acara. "Banyak keluhan bansos tidak tepat sasaran," ujar Tuti Kormayati.
Dengan adanya aturan pembatasan satu orang hanya boleh menerima satu bantuan, penerima manfaat BLT DD sesuai kriteria, sulit ditemukan. "Karena tidak boleh dobel," ujar Dwi Novi, Kabid Pemberdayaan Desa Dinas Pemasyarakatan dan Desa Pemkab Blitar kepada wartawan.
Sebagai bentuk pengamanan sosial akibat pandemik Corona, pemerintah mengalihkan penggunaan DD untuk BLT tunai. Prosentase pengalihan sebesar 25-35 persen, sesuai DD yang diterima masing masing desa.
Misalnya untuk DD di bawah Rp800 juta, akan berlaku pengalihan anggaran 25 persen. Penerimaan DD Rp800 juta sebesar 30 persen, dan DD Rp1,2 miliar berlaku pengalihan 35 persen. Setiap warga akan menerima uang tunai Rp 600 ribu per bulan. "Dan setiap desa pagu yang dialokasikan berbeda beda," terang Dwi Novi.
Dengan banyaknya bantuan sosial diluar BLT DD, yakni salah satunya PKH, kata Dwi Novi menjadi tidak mudah mencari warga yang layak menerima manfaat BLT DD. Ia mencontohkan yang terjadi di Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi. Dari alokasi pagu sebesar 30 persen, pihak desa hanya bisa mendata 10 orang.
Warga lain yang terdampak COVID-19 telah memperoleh bantuan sosial dari sumber lain. Sebab sesuai aturannya, penerimaan bantuan dobel tidak dibolehkan. "Ini sulit juga. Dengan banyaknya bantuan sosial desa kesulitan mencari warga yang memenuhi kriteria (penerima BLT DD)," kata Dwi Novi.
Meski penyerapan dimungkinkan tidak berjalan maksimal, alokasi BLT DD tetap sesuai pagu yang ditentukan. Menurut Dwi Novi, pelaporan penyaluran berlangsung setiap bulan. Termasuk jika ada data penerima manfaat yang melebihi alokasi pagu, pihak desa bisa mengajukan penambahan. "Tapi harus seizin bupati," pungkas Dwi Novi.
Sebelumnya disampaikan Pemkab Blitar, jumlah penerima bantuan sosial (bansos) akibat dampak COVID-19 mencapai 42.296 jiwa. Tuti Kormayati, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Blitar mengakui data yang sudah diverifikasi tersebut masih banyak dikeluhkan. Terutama terkait dugaan ketidaktepatan sasaran.
Sebagai solusi, setiap desa diberi kewenangan mengubah data penerima bantuan dengan syarat menyertakan berita acara. "Banyak keluhan bansos tidak tepat sasaran," ujar Tuti Kormayati.
(eyt)