Surabaya Banyak Terima Rujukan COVID-19, IDI-PERSI Atur Regulasi
loading...
A
A
A
SURABAYA - Selama pandemi COVID-19, Kota Surabaya, selalu menjadi rujukan berbagai pasien dari dalam maupun luar kota. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pun menemui perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Surabaya, dan perwakilan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Jawa Timur di dapur umum, Balai Kota Surabaya, Senin (11/5/2020).
Ketua IDI Cabang Surabaya, Brahmana Askandar menuturkan, pihaknya menyambut baik upaya yang telah dilakukan oleh Risma beserta jajaran Pemkot Surabaya. Sebab, tracing yang dilakukan pemkot sudah berjalan baik dengan mendeteksi sejak dini pasien COVID-19.
"Cuma masalahnya rumah sakit Surabaya adalah rujukan dari seluruh Jawa Timur. Bahkan, sebelum COVID-19 pun, Surabaya selalu menjadi rujukan," kata Brahmana.
Ke depan, lanjutnya, IDI dan PERSI akan mengatur regulasi dan mensosialisasikan tentang proses rujukannya, sehingga nanti yang bisa ditangani oleh daerah, tidak perlu dirujuk ke Surabaya. Apalagi, belasan rumah sakit di Jawa Timur sudah menjadi pusat rujukan penanganan COVID-19.
"Mungkin ini hanya perlu disosialisasikan lagi dan didiskusikan lagi dengan rumah sakit di daerah, supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya. Rumah sakti yang sudah ditetapkan menjadi rujukan di Jatim itu sudah dianggap mampu menangani pasien COVID-19, baik dari segi fasilitas maupun sumberdayanya," ucapnya.
Ketua PERSI Jatim, Dodo Anondo menuturkan, sebetulnya rumah sakit di Surabaya cukup untuk menangani COVID-19 jika pola rujukannya sudah sesuai. Cuma terkadang pasien itu kurang percaya untuk berobat di daerah, sehingga dirujuk atau pun berobat ke Surabaya.
"Memang Surabaya itu sudah luar biasa, kita apresiasi semuanya, tetapi masalahnya bebannya memang dari luar kota, memang agak sulit menanganinya. Terus terang kita tidak bisa menolak pasien, makanya nanti kita akan buat polanya," kata Dodo.
Ia pun akan berkoordinasi dengan rumah sakit daerah supaya ke depan tidak terjadi lagi rujukan lepas. Ia mengakui bahwa PERSI memiliki delapan koordinator wilayah, nantinya akan disampaikan kepada korwilnya dan juga direktur rumah sakit di Jawa Timur supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya.
"Ini tadi yang banyak didiskusikan adalah rujukan lepas, tahu-tahu IGD rumah sakit di Surabaya dapat pasien dari luar kota, tentu ini membebani rumah sakit di Surabaya. Ini yang harus ditangani dengan baik, makanya nanti kita akan siapkan polanya," jelasnya.
Risma sendiri mengakui bahwa berdasarkan data dan hitungannya, pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit Surabaya sebanyak 50 persen adalah warga luar Surabaya. Bahkan, terdeteksi di Rumah Sakit Soewandhie dan Rumah Sakit BDH pasien COVID-19 dari luar Surabaya datang langsung ke UGD.
"Kalau dia OTG lalu kemana-mana di Surabaya, misalnya ke warung makan dan tempat lain, tentu ini yang membuat berat kepada kami di Surabaya. Belum lagi kalau dia bawa keluarga, sedangkan di salah satu keluarganya sudah ada yang positif, sehingga ini berat ke kami. Itu yang kami sampaikan ke PERSI dan IDI," kata Risma.
Risma berharap semuanya harus mengikuti protokol dan aturanya, sehingga tidak semua orang harus dirujuk ke Surabaya dan diterima oleh rumah sakit di Surabaya.
"Kalau sedang-sedang saja dan masih bisa diatasi di daerah, kenapa harus dirujuk ke rumah sakit di Surabaya? itu yang berat bagi kami dan sudah kami sampaikan ke PERSI dan IDI. Semoga segera ada solusi," tegasnya.
Ketua IDI Cabang Surabaya, Brahmana Askandar menuturkan, pihaknya menyambut baik upaya yang telah dilakukan oleh Risma beserta jajaran Pemkot Surabaya. Sebab, tracing yang dilakukan pemkot sudah berjalan baik dengan mendeteksi sejak dini pasien COVID-19.
"Cuma masalahnya rumah sakit Surabaya adalah rujukan dari seluruh Jawa Timur. Bahkan, sebelum COVID-19 pun, Surabaya selalu menjadi rujukan," kata Brahmana.
Ke depan, lanjutnya, IDI dan PERSI akan mengatur regulasi dan mensosialisasikan tentang proses rujukannya, sehingga nanti yang bisa ditangani oleh daerah, tidak perlu dirujuk ke Surabaya. Apalagi, belasan rumah sakit di Jawa Timur sudah menjadi pusat rujukan penanganan COVID-19.
"Mungkin ini hanya perlu disosialisasikan lagi dan didiskusikan lagi dengan rumah sakit di daerah, supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya. Rumah sakti yang sudah ditetapkan menjadi rujukan di Jatim itu sudah dianggap mampu menangani pasien COVID-19, baik dari segi fasilitas maupun sumberdayanya," ucapnya.
Ketua PERSI Jatim, Dodo Anondo menuturkan, sebetulnya rumah sakit di Surabaya cukup untuk menangani COVID-19 jika pola rujukannya sudah sesuai. Cuma terkadang pasien itu kurang percaya untuk berobat di daerah, sehingga dirujuk atau pun berobat ke Surabaya.
"Memang Surabaya itu sudah luar biasa, kita apresiasi semuanya, tetapi masalahnya bebannya memang dari luar kota, memang agak sulit menanganinya. Terus terang kita tidak bisa menolak pasien, makanya nanti kita akan buat polanya," kata Dodo.
Ia pun akan berkoordinasi dengan rumah sakit daerah supaya ke depan tidak terjadi lagi rujukan lepas. Ia mengakui bahwa PERSI memiliki delapan koordinator wilayah, nantinya akan disampaikan kepada korwilnya dan juga direktur rumah sakit di Jawa Timur supaya tidak semuanya dirujuk ke Surabaya.
"Ini tadi yang banyak didiskusikan adalah rujukan lepas, tahu-tahu IGD rumah sakit di Surabaya dapat pasien dari luar kota, tentu ini membebani rumah sakit di Surabaya. Ini yang harus ditangani dengan baik, makanya nanti kita akan siapkan polanya," jelasnya.
Risma sendiri mengakui bahwa berdasarkan data dan hitungannya, pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit Surabaya sebanyak 50 persen adalah warga luar Surabaya. Bahkan, terdeteksi di Rumah Sakit Soewandhie dan Rumah Sakit BDH pasien COVID-19 dari luar Surabaya datang langsung ke UGD.
"Kalau dia OTG lalu kemana-mana di Surabaya, misalnya ke warung makan dan tempat lain, tentu ini yang membuat berat kepada kami di Surabaya. Belum lagi kalau dia bawa keluarga, sedangkan di salah satu keluarganya sudah ada yang positif, sehingga ini berat ke kami. Itu yang kami sampaikan ke PERSI dan IDI," kata Risma.
Risma berharap semuanya harus mengikuti protokol dan aturanya, sehingga tidak semua orang harus dirujuk ke Surabaya dan diterima oleh rumah sakit di Surabaya.
"Kalau sedang-sedang saja dan masih bisa diatasi di daerah, kenapa harus dirujuk ke rumah sakit di Surabaya? itu yang berat bagi kami dan sudah kami sampaikan ke PERSI dan IDI. Semoga segera ada solusi," tegasnya.
(eyt)