Tugas Ganda Guru saat Mengajar Daring di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
PAREPARE - Pandemi Covid-19 yang mewabah di Indonesia awal tahun ini menjadi kisah tersendiri sejumlah orang, termasuk para kalangan guru.
Selain menjalankan tugas mengajar melalui belajar daring, para guru juga tetap menjalankan fungsinya sebagai orang tua yang harus mendamping anak-anaknya saat mengikuti belajar online.
Tak sedikit yang mesti berbagi gawai dengan anaknya, karena hanya memiliki satu telepon selular. Tak sampai di situ, belajar daring sejak masa pandemi , juga lebih banyak menguras waktu dibanding saat masih mengajar secara tatap muka. Para guru, juga harus menyiapkan biaya tambahan untuk membeli kuota atau saat harus mengunjungi rumah siswanya.
Hal itu dikemukakan Suryani, salah guru sekolah kejuruan swasta di Parepare. Dia mengatakan, kendala terberat melakukan interaksi dengan pelajar sejak masa pandemi, adanya sejumlah pelajar yang berasal dari luar daerah.
"Selain persoalan kuota, pelajar kami juga ada yang tinggal Kabupaten Mamasa. Persoalan tak ada signal tentu menyulitkan. Sementara kamu terus berupaya agar pelajar kami bisa tetap dapat nilai," paparnya.
Terkadang, kata Suryani, dirinya meminta tolong pada pelajar lain untuk menyampaikan pesan pada temannya agar berkabar. Sejauh ini, kata dia, dirinya lebih cenderung mengikuti waktu para pelajar.
"Karena kami tidak tahu, kapan mereka bisa mendapat sinyal. Banyak kendala selama pandemi, tapi kami selalu berupaya untuk memaklumi karena memang kondisinya seperti ini," jelasnya.
Selain belajar daring, kata Suryani lagi, sekali dalam seminggu pihaknya juga menggelar belajar luring, karena mata pelajaran keahlian yang dibawakannya produktif yang harus dipraktekkan. Itu pun, kata dia, hanya sebagian kecil pelajar yang hadir.
"Karena terkendala, pelajar kami sebagian asal luar daerah," jelasnya.
Smeentara Unni, salah seorang guru sekolah dasar di Parepare mengatakan, untuk memudahkan murid dalam mengikuti mata pelajarn selama masa pandemi, dalam sepekan, dilakukan pertemuan via zoom, atau menjelaskan pada murid terkait materi mata pelajaran melalui aplikasi WhatsApp.
Saat memberi tugas pun, kata Unni, dia memberi waktu hingga jam delapan malam pada murid, karena pertimbangan adanyanya orang tua murid yang bekerja. Itupun, kadang ada yang mengirim hasil tugas pada keesokan harinya, tapi tetap diterima.
"Karena pada akhirnya, kami harus memaklumi kondisi murid," katanya.
Unni mengatakan, kendala yang dihadapi para guru selama masa pandemi, masih lebih besar dibanding keluhan para orang tua murid. Persoalan waktu, kata dia, nyaris seluruhnya dihabiskan untuk menghadapi murid.
"Masa sekolah normal, selepas mengajar kami sudah bisa istirahat. Tapi di masa pandemi, kami harus standby hingga malam hari demi menunggu tugas murid. Smentara di sisi lain, kami juga sebagai orang tua yang harus ikut mendampingi anak saat belajar luring," paparnya.
Keterbatasan fasilitas gawai, tambah Unni, pun menjadi cerita tersendiri bagi guru sekaligus ibu rumah sangga seperti dirinya. Meski sulit, dirinya juga harus berbagi handphone dengan dua anaknya agar tetap bisa mengikuti belajar daring. Unni bahkan mengaku, kadang tak mandi, karena berusaha mengkondisikan antara tugas sebagai guru dan orang tua.
"Saat sekolah normal, yang kami hadapi juga cuma murid. Sekarang, kami juga harus menghadapi para orang tua, yang kadang tidak paham meski anaknya sudah paham terkait mata pelajaran. Biasanya karena persoalan tidak puas dengan nilai yang didapatkan murid," jelasnya.
Selain persoalan waktu, tambah Unni, dirinya juga harus mengeluarkan biaya ektra untuk tambahan kuota ekstra, meski pada akhirnya ada kebijakan dari pihak sekolah membantu pembelian kuota para guru dan murid. Termasuk, kata dia, ketika harus berkeliling mencari tempat tinggal murid karena lama tidak mengerjakan tugas.
"Banyak kendala sejak masa pandemi . Tapi kami selalu berusaha agar anak-anak kami tetap mendapat asupan ilmu yang standar agar mendapat nilai," tandasnya.
Selain menjalankan tugas mengajar melalui belajar daring, para guru juga tetap menjalankan fungsinya sebagai orang tua yang harus mendamping anak-anaknya saat mengikuti belajar online.
Tak sedikit yang mesti berbagi gawai dengan anaknya, karena hanya memiliki satu telepon selular. Tak sampai di situ, belajar daring sejak masa pandemi , juga lebih banyak menguras waktu dibanding saat masih mengajar secara tatap muka. Para guru, juga harus menyiapkan biaya tambahan untuk membeli kuota atau saat harus mengunjungi rumah siswanya.
Hal itu dikemukakan Suryani, salah guru sekolah kejuruan swasta di Parepare. Dia mengatakan, kendala terberat melakukan interaksi dengan pelajar sejak masa pandemi, adanya sejumlah pelajar yang berasal dari luar daerah.
"Selain persoalan kuota, pelajar kami juga ada yang tinggal Kabupaten Mamasa. Persoalan tak ada signal tentu menyulitkan. Sementara kamu terus berupaya agar pelajar kami bisa tetap dapat nilai," paparnya.
Terkadang, kata Suryani, dirinya meminta tolong pada pelajar lain untuk menyampaikan pesan pada temannya agar berkabar. Sejauh ini, kata dia, dirinya lebih cenderung mengikuti waktu para pelajar.
"Karena kami tidak tahu, kapan mereka bisa mendapat sinyal. Banyak kendala selama pandemi, tapi kami selalu berupaya untuk memaklumi karena memang kondisinya seperti ini," jelasnya.
Selain belajar daring, kata Suryani lagi, sekali dalam seminggu pihaknya juga menggelar belajar luring, karena mata pelajaran keahlian yang dibawakannya produktif yang harus dipraktekkan. Itu pun, kata dia, hanya sebagian kecil pelajar yang hadir.
"Karena terkendala, pelajar kami sebagian asal luar daerah," jelasnya.
Smeentara Unni, salah seorang guru sekolah dasar di Parepare mengatakan, untuk memudahkan murid dalam mengikuti mata pelajarn selama masa pandemi, dalam sepekan, dilakukan pertemuan via zoom, atau menjelaskan pada murid terkait materi mata pelajaran melalui aplikasi WhatsApp.
Saat memberi tugas pun, kata Unni, dia memberi waktu hingga jam delapan malam pada murid, karena pertimbangan adanyanya orang tua murid yang bekerja. Itupun, kadang ada yang mengirim hasil tugas pada keesokan harinya, tapi tetap diterima.
"Karena pada akhirnya, kami harus memaklumi kondisi murid," katanya.
Unni mengatakan, kendala yang dihadapi para guru selama masa pandemi, masih lebih besar dibanding keluhan para orang tua murid. Persoalan waktu, kata dia, nyaris seluruhnya dihabiskan untuk menghadapi murid.
"Masa sekolah normal, selepas mengajar kami sudah bisa istirahat. Tapi di masa pandemi, kami harus standby hingga malam hari demi menunggu tugas murid. Smentara di sisi lain, kami juga sebagai orang tua yang harus ikut mendampingi anak saat belajar luring," paparnya.
Keterbatasan fasilitas gawai, tambah Unni, pun menjadi cerita tersendiri bagi guru sekaligus ibu rumah sangga seperti dirinya. Meski sulit, dirinya juga harus berbagi handphone dengan dua anaknya agar tetap bisa mengikuti belajar daring. Unni bahkan mengaku, kadang tak mandi, karena berusaha mengkondisikan antara tugas sebagai guru dan orang tua.
"Saat sekolah normal, yang kami hadapi juga cuma murid. Sekarang, kami juga harus menghadapi para orang tua, yang kadang tidak paham meski anaknya sudah paham terkait mata pelajaran. Biasanya karena persoalan tidak puas dengan nilai yang didapatkan murid," jelasnya.
Selain persoalan waktu, tambah Unni, dirinya juga harus mengeluarkan biaya ektra untuk tambahan kuota ekstra, meski pada akhirnya ada kebijakan dari pihak sekolah membantu pembelian kuota para guru dan murid. Termasuk, kata dia, ketika harus berkeliling mencari tempat tinggal murid karena lama tidak mengerjakan tugas.
"Banyak kendala sejak masa pandemi . Tapi kami selalu berusaha agar anak-anak kami tetap mendapat asupan ilmu yang standar agar mendapat nilai," tandasnya.
(agn)