Kisah Persahabatan Eks Tentara Pelajar Indonesia dengan Perwira Belanda

Minggu, 22 November 2020 - 10:36 WIB
loading...
Kisah Persahabatan Eks Tentara Pelajar Indonesia dengan Perwira Belanda
Eyang Giri saat bertemu Arnold de Lange saat di Semarang sekitar tahun 1992. (Ist)
A A A
SEMARANG - Usia boleh uzur termakan oleh waktu, tapi ingatan masa lalu tak lekang ditelan zaman. Hal itu ada pada sosok Soegiarno, seorang mantan Tentara Pelajar Brigade 17 di Semarang. Di usia 91 tahun, kondisi Soegiarno kini memang tak segagah masa mudanya ketika ia bergabung dalam barisan Tentara Pelajar Brigade 17 Semarang dan sekitarnya.

Eyang Giri, begitu ia akrab disapa, nyaris kehilangan sebuah bola matanya karena sudah tak berfungsi secara normal. Bola mata kirinya yang terserang glukoma terjadi infeksi hingga kondisinya mengecil, dan baru kira-kira dua minggu lalu selaput katarak yang ada di mata kanannya pun diangkat.

Beruntung meski agak kabur, eyang Giri mengaku bersyukur atas nikmat kesehatan dan dipanjangkan umurnya. Meski dulu pernah malang melintang berjuang bersama rekan-rekan Tentara Pelajar di Batalyon 200, namun eyang Giri hingga akhir hayatnya tak pernah tercatat dan mencatatkan diri sebagai anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan memperoleh tunjangan.

Hal yang sama juga dilakukan kakaknya, Soegiarin (sudah meninggal 1987) yang dulu berjasa menyebarkan kabar Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 melalui siaran sandi morse Kantor berita Domei Jakarta.

Namun demikian, ada cerita menarik saat Soegi (nama panggilan mudanya) berjuang angkat senjata dan terlibat peperangan dengan Belanda di Ambarawa tahun 1948, waktu itu usianya baru 19 tahun.

Ketika menghadang rombongan tentara Belanda, pasukannya sibuk menembaki untuk membuyarkan konvoi. Karena dirinya kehabisan amunisi dan terkepung tentara Belanda, akhirnya hanya bisa berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

"Saat itu saya berpikir akan ditembak Belanda dan mati saat itu juga, tapi akhirnya senjata saya dirampas dan saya ditangkap dibawa ke sebuah tangsi dimasukkan dalam sel. Saat itu saya mengenal seorang tentara Letnan Arnold de Lange, perwira yang memimpin di Tiger Brigade. Selama berjam-jam saya diinterogasi dan saya jawab dengan berbahasa Belanda,” keta Soegiarno, belum lama ini.

Berkat kemampuan berbahasa Belanda ini lah yang membuatnya longgar di tempat penawanan. “Setiap pagi saya membersihkan ruang penawanan dan sesekali diajak ngobrol Arnold. Saya bercerita tentang perang. Banyak orang tak suka perang, tapi tidak bisa menghindar ketika negara membutuhkan kita untuk perang,” katanya. (Baca: Mantap, Dosen Unpad Ini Ciptakan Aplikasi Pengukur Stres dari Ponsel).

Ia mengatakan, Arnold yang umurnya berpaut sekitar 6 tahun darinya pun memintanya untuk meneruskan sekolah daripada berperang yang bisa berisiko membuang nyawa. Arnold juga sependapat bahwa hanya orang yang tidak waras saja yang suka berperang.

Setelah beberapa hari ditawan, Soegi pun dibebaskan, disuruh keluar markas untuk kembali ke masyarakat. Namun Soegi tak begitu saja mengiyakan. Berulang kali Arnold meminta Soegi pulang, namun Soegi tak mau karena takut itu hanya alasan untuk menembaknya dari belakang dan beralibi Soegi melarikan diri untuk ditembak. Akhirnya Arnold pun mengantar Soegi dengan mobil jeep diturunkan di sekitar pasar Ambarawa dan kemudian pulang.

Waktu telah berlalu belasan bahkan puluhan tahun. Soegi yang tinggal di Jalan Siliwangi No 468, tepatnya depan makam Belanda Kalibanteng Semarang tak sengaja bertemu dengan rombongan orang-orang Belanda yang sedang ziarah. Dengan spontan dia menggunakan kemampuannya berbahasa belanda untuk bercakap-cakap. Mereka, menurut Soegi, ada yang bekas tentara Belanda dan umumnya pernah bertugas di Semarang dan Ambarawa.

Dari cerita kisah masa lalu Soegi pada orang-orang Belanda tersebut, sampai lah kepada Arnold de Lange yang tinggal di Belanda. Dalam kurun waktu yang tak lama, Arnold de Lange berkunjung ke Indonesia dan mampir ke Semarang.

Saat ini lah digunakan Arnold untuk mengunjungi Soegi. Arnold bahagia bisa bertemu dengan Soegi sekitar tahun 1992. Bahkan kala itu juga sempat reunian dengan para mantan pejuang Palagan Ambarawa di Coffee Eva Banyudono Ambarawa.

Persahabatan Arnold-Soegi terjalin penuh akrab dan kekeluargaan meski usianya menapaki senja. Arnold pun setiap tahun, khususnya setiap bulan Agustus datang ke Semarang bersama Soegi menghadiri upacara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Hal yang membuat trenyuh keluarga Soegi, saat Soegi tertimpa musibah kecelakaan di tahun 2008 dimana harus operasi otak. Arnold yang dikabari putri ketiga Soegi bernama Rr Ayuda Nilamsari melalui jaringan telepon interlokal ke Belanda langsung menangis histeris. (Baca: KPU Sulut Terima Surat Suara Tahap 2 dan Siap Didistribusikan).

"Tidak...tidak...Soegi tidak boleh mati..., saya akan selalu bersama Soegi. Saya akan ke Indonesia untuk temani Soegi....Soegi jangan mati...Soegi harus hidup dan sehat kembali," kata Ayuda menirukan ucapan Arnold dalam komunikasinya lewat telepon.

Seminggu kemudian Arnold tiba di Semarang dan mengunjungi Soegi. Pesahabatan mereka meresap sampai ke dalam hati. Keduanya hanyut dalam tangis bahagia dan saling menguatkan. Hingga Soegi sehat, keduanya sering terlihat bersama bila Arnold datang ke Semarang.

Sayang tahun 2015 Arnold de Lange telah meninggalkan Soegi untuk selama-lamanya di Belanda karena sakit. Kini, Soegi hanya bisa mengenang kebersamaan dan persahabatan abadi dengan Arnold. "Kami tak menyimpan dendam sekecil apapun. Meski kami sadar bagaimana Belanda dulu menjajah bangsa kita. Arnold pernah menyampaikan bahwa penguasaan atas Indonesia bukan lah kehendak mereka, melainkan negaranya sejak ratusan tahun lalu,” ujar Soegi.

Bagi Arnold, Indonesia ini sudah seperti tanah airnya sendiri. Dia juga mencintai Indonesia, bahkan Arnold sering meluangkan waktu untuk ikut memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Semarang bersama Soegi.
(nag)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0705 seconds (0.1#10.140)