Perlawanan Sengit Pejuang Padri yang Merepotkan Pasukan Belanda saat Pertempuran di Agam
loading...
A
A
A
AGAM - Pasukan Pejuang Padri terlibat pertempuran sengit dengan tentara Belanda di daerah Agam, Sumatera Barat pada 24 September 1823. Pasukan Belanda yang berkekuatan 170 orang itu dibuat kerepotan oleh serbuan pasukan Padri.
Pertempuran singkat ini membuat pasukan Belanda terluka 19 orang. Meski demikian, pasukan Belanda yang disokong persenjataan lengkap dan membuat para Pejuang Padri kewalahan.
Pertahanan Pejuang Padri yang dijaga 360 orang tak mampu melawan pasukan Belanda. Persenjataan Belanda yang lengkap dan canggih itu membuat benteng pertahanan Pasukan Padri mampu direbut.
Kepergian komandan militer Belanda Letnan Kolonel Raaff ke Padang pada tanggal 16 Desember 1823, untuk menggantikan kedudukan Du Puy sebagai residen dan komandan militer Belanda di Padang, terjadi perkembangan baru. Raaff merencanakan untuk mengadakan perundingan dengan kaum Padri.
Dikisahkan pada "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia", usahanya untuk mendekati kaum Padri di Bonjol berhasil dan pada tanggal 22 Januari 1824 dapat diadakan perundingan perdamaian dengan mereka.
Kekalahan di benteng pertahanan itu membuat Padri terpaksa mengadakan perdamaian dengan Belanda. Perundingan ini juga sebenarnya hanya menguntungkan pihak Belanda untuk menunda waktu guna memperkuat diri.
Pengiriman pasukan-pasukan oleh Raaff pada tanggal 29 Februari 1824, terdiri atas 150 orang serdadu Eropa, 150 orang Madura, dan 1.000 orang bumi putra setempat dengan perlengkapan meriam tiga pon dan howitser, ke daerah Pandai Sikat dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan apabila usahanya, untuk mengajak berdamai tidak mendapat sambutan dari kaum Padri.
Tuanku Damasiang, seorang pemimpin Padri di Kota Lawas menolak untuk berdamai dengan Belanda sehingga mendapat serangan dari pasukan lawan. Kota Lawas dibakar dan Tuanku Damasiang terpaksa menyerah karena kepungan pasukan Belanda tersebut.
Pendudukan daerah VI Kota oleh pasukan Belanda menimbulkan kemarahan kaum Padri di Bonjol. Meninggalnya Letnan Kolonel Raaff karena sakit pada tanggal 19 April 1824 merupakan kesempatan baik bagi mereka untuk kembali mengobarkan perang.
Pertempuran singkat ini membuat pasukan Belanda terluka 19 orang. Meski demikian, pasukan Belanda yang disokong persenjataan lengkap dan membuat para Pejuang Padri kewalahan.
Pertahanan Pejuang Padri yang dijaga 360 orang tak mampu melawan pasukan Belanda. Persenjataan Belanda yang lengkap dan canggih itu membuat benteng pertahanan Pasukan Padri mampu direbut.
Kepergian komandan militer Belanda Letnan Kolonel Raaff ke Padang pada tanggal 16 Desember 1823, untuk menggantikan kedudukan Du Puy sebagai residen dan komandan militer Belanda di Padang, terjadi perkembangan baru. Raaff merencanakan untuk mengadakan perundingan dengan kaum Padri.
Dikisahkan pada "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia", usahanya untuk mendekati kaum Padri di Bonjol berhasil dan pada tanggal 22 Januari 1824 dapat diadakan perundingan perdamaian dengan mereka.
Kekalahan di benteng pertahanan itu membuat Padri terpaksa mengadakan perdamaian dengan Belanda. Perundingan ini juga sebenarnya hanya menguntungkan pihak Belanda untuk menunda waktu guna memperkuat diri.
Pengiriman pasukan-pasukan oleh Raaff pada tanggal 29 Februari 1824, terdiri atas 150 orang serdadu Eropa, 150 orang Madura, dan 1.000 orang bumi putra setempat dengan perlengkapan meriam tiga pon dan howitser, ke daerah Pandai Sikat dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan apabila usahanya, untuk mengajak berdamai tidak mendapat sambutan dari kaum Padri.
Tuanku Damasiang, seorang pemimpin Padri di Kota Lawas menolak untuk berdamai dengan Belanda sehingga mendapat serangan dari pasukan lawan. Kota Lawas dibakar dan Tuanku Damasiang terpaksa menyerah karena kepungan pasukan Belanda tersebut.
Pendudukan daerah VI Kota oleh pasukan Belanda menimbulkan kemarahan kaum Padri di Bonjol. Meninggalnya Letnan Kolonel Raaff karena sakit pada tanggal 19 April 1824 merupakan kesempatan baik bagi mereka untuk kembali mengobarkan perang.
(shf)