Karomah KR Sumomihardho Isi Kekuatan Magis TKR di Pertempuran Ambarawa
loading...
![Karomah KR Sumomihardho...](https://pict.sindonews.net/dyn/732/pena/news/2020/11/08/29/223906/karomah-kr-sumomihardho-isi-kekuatan-magis-tkr-di-pertempuran-ambara-eob.jpg)
Untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dan mengabadikan pertempuran Ambarawa pada 1973, tepatnya tanggal 15 Desember pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Palagan dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 15 Desember 1974. Foto/Ist
A
A
A
Pertempuran Ambarawa merupakan salah satu perjuangan heroik yang dilakukan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah dari Tanah Air.
Dalam pertempuran yang terjadi pada 12 - 15 Desember 1945 silam, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama laskar pemuda. Termasuk Chisbullah Parakan, Temanggung , berjuang keras melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap. (Baca juga: Kerajaan Sunda Pajajaran yang Tak Bisa Ditaklukan Majapahit dan Singasari )
Meski dengan persenjataan tempur seadanya, seperti senjata api sitaan dari tentara Jepang dan bambu runcing, pasukan TKR bersama laskar pemuda menyerang tentara sekutu yang telah menduduki wilayah Ambarawa. (Baca juga: Perjuangkan Nasib, Petani Tembakau Temanggung Bakal Luruk Istana Negara )
Perjuangan TKR dan laskar pemuda selama 4 hari itu, berbuah manis. Pada 15 Desember 1945, TKR dan laskar pemuda berhasil mengalahkan tentara Sekutu dan mengusirnya dari Ambarawa. Guna mengabadikan pertempuran Ambarawa pada 1973, tepatnya tanggal 15 Desember pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Palagan.
Pengelola Monumen Palagan Ambarawa, Sudiri, menceritakan, pertempuran Ambarawa berawal dari kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) pada Oktober 1945 yang awalnya berniat untuk mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah.
Namun setelah tiba di Magelang dan membebaskan tawanan perang yang tak lain adalah tentara Belanda, Sekutu berulah dengan mempersenjatai para tawanan.
"Ada pun yang dilakukan Sekutu membuat TKR marah dan menyerang Sekutu. Akhirnya Sekutu meninggalkan Magelang menuju Ambarawa dan mengusai beberapa desa," jelas Sudiri.
Pasukan TKR tidak tinggal diam dan menyerang tentara Sekutu yang telah menduduki dua desa di pinggiran Ambarawa. Namun dalam penyerangan tersebut, pimpinan pasukan TKR Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran.
Selanjutnya, pertempuran dipimpin langsung oleh Komandan Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman.
Sebagaimana dilangsir dari buku Sejarah Bambu Runcing yang ditulis oleh KH R Muhaiminan Gunardho, sebelum menyerbu tentara Sekutu, dalam perjalan menuju Ambarawa rombongan pasukan TKR Divisi V Banyumas singgah di Parakan, Temanggung. Mereka tiba di Parakan malam hari.
Pasukan TKR dari Banyumas singgah di Parakan untuk menemui penasihat Barisan Bambu Runcing atau Barisan Muslimin Temanggung (BMT) KR Sumomihardho dan meminta senjata mereka disepuh (diisi kekuatan magis). KR Sumomihardho pun memenuhi permintaan tersebut dengan senang hati.
Sebelum menyepuh senjata pasukan TKR, KR Sumomihardho menyuruh seorang penjaga untuk memberi kabar kepada Chisbullah Parakan yang baru dilatih cara menggunakan senjata api dan kemiliteran di Cibarusa, Jawa Barat, yakni Zainudin dan Sulaiman Basyir. KR Sumomihardho meminta kedua Chisbullah tersebut untuk mengajak Chisbullah lainnya bergabung dengan tentara Banyumas menyerbu tentara Sekutu di Ambarawa.
Namun ajakan itu tidak ada yang menanggapi. Semua Chisbullah diam membisu. Tiba-tiba seorang pemuda bernama Ihsan mengangkat tangannya sembari menjawab singkat,"Saya Ikut".
Jawaban Ihsan ternyata menggugah semua pemuda. Seluruhnya, kemudian menyatakan ikut bergabung dengan TKR untuk melawan penjajah. Siang harinya, pemuda-pemuda Chisbullah Parakan berkumpul di gedung BMT, berbaris sangat rapi dan menyepuhkan senjatanya, yakni bambu runcing.
Begitu juga dengan pasukan TKR yang dipimpin oleh Kolonel Sudirman. Mereka juga berkumpul di gedung BMT. Senjata dan kendaraan perang mereka juga disepuh oleh KR Sumomihardho. Persenjataan mereka diberi doa dan dikelilingi dengan diiringi bacaan Allahu Akbar bersama-sama.
Setelah itu, KR Sumomihardho memberikan wejangan kepada para pemuda yang siap bertempur melawan tentara Sekutu dan pasukan TKR.
Selanjutnya, KR Sumomihardho meminta kepada para pemuda untuk menghadap ke arah barat, utara, timur, selatan dengan dua tangannya diletakan di tas kepala, tapak tangan menghadap ke atas dengan membaca doa menghadapi musuh.
Kemudian KR Sumomihardho memberikan batu kerikil kepada para pemuda sebagai peluru ketapel sembari berdoa.
Selesai berdoa, KR Sumomihardho melepas keberangkatan para Chisbullah bersama-sama tentara Banyumas berangkat menuju Palagan Ambarawa. Kemudian mereka bermarkas di daerah Kecamatan Jambu.
Selanjutnya, pada 12 Desember 1945 pasukan TKR dan laskar menyerang tentara Sekutu yang berada di pusat Kota Ambarawa dari berbagai penjuru. Dengan peralatan tempur seadanya seperti bambu runcing dan senjata sitaan dari pasukan Jepang, pasukan TKR terus menggempur tentara Sekutu yang memiliki persenjataan modern.
Akhirnya, pada 15 Desember 1945, pasukan TKR berhasil mengalahkan musuh.
Untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dan mengabadikan pertempuran Ambarawa pada 1973, tepatnya tanggal 15 Desember pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Palagan dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 15 Desember 1974. Bangunan monumen terdiri dari tugu setinggi 17 meter. Persis di depan tugu didirikan patung Letkol Isdiman yang diapit patung dua prajurit TKR.
Kemudian di selatan tugu, didirkan patung Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sedangkan di utara tugu didirkan patung Gatot Subroto. Ada pun relief yang terpasang di dinding tugu (dari selatan ke utara) menggambarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia bangkit kembali, perebutan senjata dari tentara Jepang, pasukan Inggris (Sekutu) mendarat di Semarang pada 20 Oktober 1945, Kolonel Soedirman menentukan siasat supit udang, partisipasi masyarakat kepada BKR (Badan Keamanan Rakyat) atau TKR, pasukan Inggris meninggalkan Ambarawa pada 15 Desember 1945.
Sedangkan Museum Isdiman didirikan untuk mengabadikan nama pahlawan Isdiman yang gugur di medan laga Palagan Ambarawa pada 26 November 1945 di Desa Kelurahan, Jambu, Ambarawa.
"Museum Isdiman dibangun dengan bentuk rumah joglo yang digunakan untuk menyimpan koleksi senjata dan pakaian yang digunakan dalam pertempuran Palagan Ambarawa hasil rampasan dari pasukan Jepang," kata dia.
Di Museum Isdiman juga dipajang bom molotov, bambu runcing dan persenjataan perang lainnya yang digunakan oleh TKR melawan tentara Sekutu. Selain itu, juga dipajang persenjataan yang digunakan tentara Sekutu seperti tank, mobil angkut personel dan meriam, pesawat Mustang P-51 milik Belanda yang ditembak jatuh pasukan TKR.
Monumen Palagan Ambarawa dan Museum Isdiman ini merupakan bangunan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur di medan pertempuran Palagan Ambarawa serta ketangguhan prajurit TKR dalam mengusir tentara Sekutu.
Dalam pertempuran yang terjadi pada 12 - 15 Desember 1945 silam, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama laskar pemuda. Termasuk Chisbullah Parakan, Temanggung , berjuang keras melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap. (Baca juga: Kerajaan Sunda Pajajaran yang Tak Bisa Ditaklukan Majapahit dan Singasari )
Meski dengan persenjataan tempur seadanya, seperti senjata api sitaan dari tentara Jepang dan bambu runcing, pasukan TKR bersama laskar pemuda menyerang tentara sekutu yang telah menduduki wilayah Ambarawa. (Baca juga: Perjuangkan Nasib, Petani Tembakau Temanggung Bakal Luruk Istana Negara )
Perjuangan TKR dan laskar pemuda selama 4 hari itu, berbuah manis. Pada 15 Desember 1945, TKR dan laskar pemuda berhasil mengalahkan tentara Sekutu dan mengusirnya dari Ambarawa. Guna mengabadikan pertempuran Ambarawa pada 1973, tepatnya tanggal 15 Desember pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Palagan.
Pengelola Monumen Palagan Ambarawa, Sudiri, menceritakan, pertempuran Ambarawa berawal dari kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) pada Oktober 1945 yang awalnya berniat untuk mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah.
Namun setelah tiba di Magelang dan membebaskan tawanan perang yang tak lain adalah tentara Belanda, Sekutu berulah dengan mempersenjatai para tawanan.
"Ada pun yang dilakukan Sekutu membuat TKR marah dan menyerang Sekutu. Akhirnya Sekutu meninggalkan Magelang menuju Ambarawa dan mengusai beberapa desa," jelas Sudiri.
Pasukan TKR tidak tinggal diam dan menyerang tentara Sekutu yang telah menduduki dua desa di pinggiran Ambarawa. Namun dalam penyerangan tersebut, pimpinan pasukan TKR Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran.
Selanjutnya, pertempuran dipimpin langsung oleh Komandan Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman.
Sebagaimana dilangsir dari buku Sejarah Bambu Runcing yang ditulis oleh KH R Muhaiminan Gunardho, sebelum menyerbu tentara Sekutu, dalam perjalan menuju Ambarawa rombongan pasukan TKR Divisi V Banyumas singgah di Parakan, Temanggung. Mereka tiba di Parakan malam hari.
Pasukan TKR dari Banyumas singgah di Parakan untuk menemui penasihat Barisan Bambu Runcing atau Barisan Muslimin Temanggung (BMT) KR Sumomihardho dan meminta senjata mereka disepuh (diisi kekuatan magis). KR Sumomihardho pun memenuhi permintaan tersebut dengan senang hati.
Sebelum menyepuh senjata pasukan TKR, KR Sumomihardho menyuruh seorang penjaga untuk memberi kabar kepada Chisbullah Parakan yang baru dilatih cara menggunakan senjata api dan kemiliteran di Cibarusa, Jawa Barat, yakni Zainudin dan Sulaiman Basyir. KR Sumomihardho meminta kedua Chisbullah tersebut untuk mengajak Chisbullah lainnya bergabung dengan tentara Banyumas menyerbu tentara Sekutu di Ambarawa.
Namun ajakan itu tidak ada yang menanggapi. Semua Chisbullah diam membisu. Tiba-tiba seorang pemuda bernama Ihsan mengangkat tangannya sembari menjawab singkat,"Saya Ikut".
Jawaban Ihsan ternyata menggugah semua pemuda. Seluruhnya, kemudian menyatakan ikut bergabung dengan TKR untuk melawan penjajah. Siang harinya, pemuda-pemuda Chisbullah Parakan berkumpul di gedung BMT, berbaris sangat rapi dan menyepuhkan senjatanya, yakni bambu runcing.
Begitu juga dengan pasukan TKR yang dipimpin oleh Kolonel Sudirman. Mereka juga berkumpul di gedung BMT. Senjata dan kendaraan perang mereka juga disepuh oleh KR Sumomihardho. Persenjataan mereka diberi doa dan dikelilingi dengan diiringi bacaan Allahu Akbar bersama-sama.
Setelah itu, KR Sumomihardho memberikan wejangan kepada para pemuda yang siap bertempur melawan tentara Sekutu dan pasukan TKR.
Selanjutnya, KR Sumomihardho meminta kepada para pemuda untuk menghadap ke arah barat, utara, timur, selatan dengan dua tangannya diletakan di tas kepala, tapak tangan menghadap ke atas dengan membaca doa menghadapi musuh.
Kemudian KR Sumomihardho memberikan batu kerikil kepada para pemuda sebagai peluru ketapel sembari berdoa.
Selesai berdoa, KR Sumomihardho melepas keberangkatan para Chisbullah bersama-sama tentara Banyumas berangkat menuju Palagan Ambarawa. Kemudian mereka bermarkas di daerah Kecamatan Jambu.
Selanjutnya, pada 12 Desember 1945 pasukan TKR dan laskar menyerang tentara Sekutu yang berada di pusat Kota Ambarawa dari berbagai penjuru. Dengan peralatan tempur seadanya seperti bambu runcing dan senjata sitaan dari pasukan Jepang, pasukan TKR terus menggempur tentara Sekutu yang memiliki persenjataan modern.
Akhirnya, pada 15 Desember 1945, pasukan TKR berhasil mengalahkan musuh.
Untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dan mengabadikan pertempuran Ambarawa pada 1973, tepatnya tanggal 15 Desember pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Palagan dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 15 Desember 1974. Bangunan monumen terdiri dari tugu setinggi 17 meter. Persis di depan tugu didirikan patung Letkol Isdiman yang diapit patung dua prajurit TKR.
Kemudian di selatan tugu, didirkan patung Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sedangkan di utara tugu didirkan patung Gatot Subroto. Ada pun relief yang terpasang di dinding tugu (dari selatan ke utara) menggambarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia bangkit kembali, perebutan senjata dari tentara Jepang, pasukan Inggris (Sekutu) mendarat di Semarang pada 20 Oktober 1945, Kolonel Soedirman menentukan siasat supit udang, partisipasi masyarakat kepada BKR (Badan Keamanan Rakyat) atau TKR, pasukan Inggris meninggalkan Ambarawa pada 15 Desember 1945.
Sedangkan Museum Isdiman didirikan untuk mengabadikan nama pahlawan Isdiman yang gugur di medan laga Palagan Ambarawa pada 26 November 1945 di Desa Kelurahan, Jambu, Ambarawa.
"Museum Isdiman dibangun dengan bentuk rumah joglo yang digunakan untuk menyimpan koleksi senjata dan pakaian yang digunakan dalam pertempuran Palagan Ambarawa hasil rampasan dari pasukan Jepang," kata dia.
Di Museum Isdiman juga dipajang bom molotov, bambu runcing dan persenjataan perang lainnya yang digunakan oleh TKR melawan tentara Sekutu. Selain itu, juga dipajang persenjataan yang digunakan tentara Sekutu seperti tank, mobil angkut personel dan meriam, pesawat Mustang P-51 milik Belanda yang ditembak jatuh pasukan TKR.
Monumen Palagan Ambarawa dan Museum Isdiman ini merupakan bangunan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur di medan pertempuran Palagan Ambarawa serta ketangguhan prajurit TKR dalam mengusir tentara Sekutu.
(nth)