Masjid Al Oesmani Medan, Simbol Keterbukaan Islam Pada Budaya Bangsa

Sabtu, 09 Mei 2020 - 05:00 WIB
loading...
Masjid Al Oesmani Medan, Simbol Keterbukaan Islam Pada Budaya Bangsa
Masjid Raya Al Oesmani terletak di jalan Komodor Laut Yos Sudarso KM 17,5 Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Medan Sumatera Utara. FOTO/iNews/RUSLI HR
A A A
SUMATERA UTARAmemiliki sejarah panjang perkembangan agama Islam di Nusantara. Sejumlah catatan mengungkapkan bahwa sejumlah penduduknya telah memeluk Islam pada abad XII. Bukti lain adalah berdirinya masjid kuno sebagai pusat pergerakan dan dakwah umat Islam.

Salah satunya Masjid Al Oesmani atau yang sering disebut warga sekitar Masjid Kuning. Masjid yang terletak di Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan Sumatera Utara ini, sudah berdiri megah sejak 1854. Masjid dari Kerajaan Deli ini memiliki ornamen dari lima kebudayaan yang menggambarkan Islam sebagai agama yang terbuka bagi seluruh umat manusia.

Masjid Raya Al Oesmani terletak di jalan Komodor Laut Yos Sudarso KM 17,5 Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Medan Sumatera Utara. Masjid Raya peninggalan Sultan Osman Perkasa Alam atau sultan ke-7 Kerajaan Deli pada 1854 ini awalnya hanyalah tempat ibadah berukuran 16 x 16 meter, yang keseluruhan bangunannya terbuat dari kayu. Namun setelah wafatnya Sultan Osman Perkasa Alam, masjid raya ini direnovasi menjadi bangunan permanen oleh anaknya, Sultan Mahmud Perkasa Alam pada 1870 sampai 1872 dan kemudian terus dilakukan perbaikan, hingga menjadi bangunan seperti sekarang.

Pada masanya, Masjid Al Oesmani digunakan sebagai tempat ibadah Sultan dan pusat keagamaan lainnya, tidak jauh beda dengan fungsinya di masa sekarang. Bangunan kerajaan sendiri kini sudah rata dengan tanah dan dibangun sekolah yang sekarang bernama Yayasan Pendidikan Islam (Yaspi), persisnya di depan Masjid Al Oesmani.

Masjid Raya Al Oesmani merupakan masjid yang memiliki perpaduan arsitektur lima kebudayaan, mulai dari Timur Tengah, yang terlihat pada kubah persegi delapan, arsitektur India yang tampak pada ukiran tiang, arsitektur China yang terlihat pada setiap pintu masjid, Melayu dan juga Spanyol yang dilihat dari warna dan desain bangunannya.

Selain dapat melihat berbagai macam arsitektur budaya, di masjid yang memiliki tiga pintu utama berukuran besar ini, kita juga dapat melihat sebuah mimbar antik terbuat dari kayu ukir yang digunakan khatib untuk khotbah Jumat. Kondisnya masih terjaga dengan baik hingga sekarang.

Di belakang masjid terdapat sebuah bedug tua dan pertama di zaman Sultan Osman Perkasa Alam, yang masih kokoh. Namun karena perkembangan zaman bedug ini tak lagi digunakan dan disimpan. Adapun di areal depan dan samping kiri masjid, terdapat kompleks pemakaman keluarga Sultan Deli.

H Fachruni, Badan Kenaziran Masjid Al Oesmani mengatakan, meski sedang berada di tengah pandemi COVID-19, masyarakat tetap melaksanakan ibadah Ramadhan di masjid raya. Beberapa kegiatan yang tetap digelar adalah salat tarawih, tadarus membaca Alquran, berbuka puasa bersama, dan akan melaksanakan peringatan malam nuzulquran.

"Pada setiap Kamis dilaksanakan berbuka puasa dengan bubur pedas, yang sudah menjadi rutinitas di bulan suci Ramadhan, sekaligus melestarikan masakan tradisional yang menjadi santapan favorit Sultan di bulan puasa pada masanya," kata Fachruni.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2357 seconds (0.1#10.140)