Dampak Corona, 1.687 Pekerja di Sleman Terkena PHK
loading...
A
A
A
SLEMAN - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sleman mencatat hingga pertengahan April sebanyak 1.687 pekerja formal terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 845 karyawan dirumahkan akibat dampak virus corona jenis baru, Covid-19.
"Ini laporan per 8 April, sehingga angka ini kami perkirakan terus begerak, sebab masih ada laporan yang masuk belum kami rekap, termasuk belum merekap jumlah perusahaan yang melakukan PHK maupun merumahkan karyawan," kata Kasi Kesejahteraan Pekerja dan Kelembagaan Disnaker Sleman Eni Yuliani, Rabu (15/4/2020).
Eni menjelaskan, PHK mayoritas dialami pekerja industri padat karya, khususnya garmen. Sedangkan yangdirumahkan rata-rata pekerja di bidang perhotelan karena okupansi menurun dratis. Rata-rata mereka bisa memahami situasi yang terjadi meski sesuai UU Tenaga Kerja, langkah PHK harus disertai pembayaran pesangon.
"Tapi, kami belum mendata soal realisasi pesangon tersebut. Apalagi sekarang ini belum memungkinkan untuk mengumpulkan pihak yang terkait," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sleman, Eko Suhargono mengatakan, pihaknya sudah merencanakan pemberian bantuan bagi warga yang kehilangan pekerjaan lewat program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Persyaratanya tidak menerima pesangon serta tidak masuk kriteria warga miskin dan rentan miskin. Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi tumpang tindih.
Untuk itu, Dinsos bekerja sama dengan Disnaker akan melihat data di perusahaan apakah karyawan yang di-PHK menerima pesangon atau tidak. "Adapun besaran nominal anggaran sejauh ini belum diputuskan, termasukjumlah sasaran penerima. Namun jika data sudah fix, diharapkan akhir April bantuan bisa diberikan," katanya.
"Ini laporan per 8 April, sehingga angka ini kami perkirakan terus begerak, sebab masih ada laporan yang masuk belum kami rekap, termasuk belum merekap jumlah perusahaan yang melakukan PHK maupun merumahkan karyawan," kata Kasi Kesejahteraan Pekerja dan Kelembagaan Disnaker Sleman Eni Yuliani, Rabu (15/4/2020).
Eni menjelaskan, PHK mayoritas dialami pekerja industri padat karya, khususnya garmen. Sedangkan yangdirumahkan rata-rata pekerja di bidang perhotelan karena okupansi menurun dratis. Rata-rata mereka bisa memahami situasi yang terjadi meski sesuai UU Tenaga Kerja, langkah PHK harus disertai pembayaran pesangon.
"Tapi, kami belum mendata soal realisasi pesangon tersebut. Apalagi sekarang ini belum memungkinkan untuk mengumpulkan pihak yang terkait," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sleman, Eko Suhargono mengatakan, pihaknya sudah merencanakan pemberian bantuan bagi warga yang kehilangan pekerjaan lewat program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Persyaratanya tidak menerima pesangon serta tidak masuk kriteria warga miskin dan rentan miskin. Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi tumpang tindih.
Untuk itu, Dinsos bekerja sama dengan Disnaker akan melihat data di perusahaan apakah karyawan yang di-PHK menerima pesangon atau tidak. "Adapun besaran nominal anggaran sejauh ini belum diputuskan, termasukjumlah sasaran penerima. Namun jika data sudah fix, diharapkan akhir April bantuan bisa diberikan," katanya.
(abd)