Sekjen PBB: Tiap Hari 96.000 Unit Rumah Harus Selesai Dibangun
loading...

Pembukaan peringatan global Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) 2020 digelar di Taman Surya Surabaya yang berlangsung secara hybrid. FOTO: SINDOnews/Aan Haryono
A
A
A
SURABAYA - Kebutuhan rumah di tengah pandemi COVID-19 semakin banyak. Terutama untuk keluarga berpenghasilan rendah yang membutuhkan tempat aman di tengah bencana wabah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) , Antonio Guterres menuturkan, harus ada tindakan segera untuk menyediakan perumahan yang terjangkau dengan jaminan kepemilikan dan akses air, sanitasi, transportasi dan layanan dasar lainnya yang mudah bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Kebutuhan tersebut dinilai semakin mendesak mengingat pandemi COVID-19 dan dampaknya yang semakin luas. Pandemi ini pun hampir terjadi di semua negara yang memiliki banyak dampak ke berbagai sektor.(Baca juga : Peringati Hari Habitat Dunia, KemenPUPR Terus Tingkatkan Kualitas Permukiman )
"Akses ke air bersih dan sanitasi, bersama dengan jarak sosial, adalah respons utama terhadap pandemi. Namun di daerah kumuh terbukti sulit untuk menerapkan langkah-langkah ini,” kata Guterres ketika pembukaan peringatan global Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) 2020 yang dipusatkan di Kota Surabaya yang berlangsung secara hybrid, Senin (5/10/2020) malam.
Ia melanjutkan, kondisi ini berarti ada peningkatan risiko infeksi terjadi tidak hanya di permukiman kumuh, tetapi juga di seluruh kota yang sebagian besar dilayani oleh pekerja sektor informal berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman informal.
Secara global, katanya, lebih dari satu miliar orang tinggal di pemukiman yang padat dengan perumahan yang tidak memadai, dan jumlahnya diperkirakan akan mencapai 1,6 miliar pada 2030 mendatang.
Untuk memenuhi permintaan itu, kata Guterres, lebih dari 96.000 unit rumah harus diselesaikan setiap hari dan mereka harus menjadi bagian dari transisi hijau. Ia pun mendesak kemitraan yang lebih besar, kebijakan pro-kaum miskin, dan peraturan yang diperlukan untuk meningkatkan perumahan di kota.(Baca juga : Indonesia Tuan Rumah Peringatan Hari Habitat Dunia )
“Saat ini kami berupaya untuk mengatasi pandemi, mengatasi kerapuhan dan ketidaksetaraan yang telah diekspos, dan memerangi perubahan iklim, sekaranglah waktunya untuk memanfaatkan potensi transformatif urbanisasi untuk kepentingan manusia dan bumi,” jelasnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Surabaya didapuk menjadi tuan rumah peringatan global Hari Habitat Dunia 2020 adalah kesempatan yang patut dibanggakan. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Surabaya sebagai tuan rumah acara global ini.
"Namun, karena pandemi, kami harus menggelar acara ini secara hybrid. Pertemuan dilakukan secara virtual dan acara fisik di Surabaya," kata Risma.
Ia menambahkan, sepanjang tahun ini, hampir semua negara teruji dengan merebaknya pandemi COVID-19. Salah satu dampak pandemi ini adalah berpengaruhnya daya beli masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak. Sedangkan Surabaya sendiri merupakan kota terbesar kedua di Indonesia yang memiliki tantangan sama dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Khususnya dalam menangani pandemi COVID-19.
"Sebelum pandemi, Surabaya menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat di atas angka provinsi dan nasional. Namun, kami juga mengalami penurunan sepanjang tahun ini akibat COVID-19," katanya.
Risma mengungkapkan, sebelumnya Surabaya dikenal sebagai kota yang panas dan kering. Karenanya, Pemkot Surabaya terus melakukan upaya penghijauan secara masif hampir di semua wilayah. Hasilnya, saat ini suhu di Surabaya turun hingga 2 derajat celcius.
"Pencapaian ini terwujud dengan membangun 575 taman kota, 114 hektar hutan kota, melestarikan 2.871 hektar hutan mangrove, serta menciptakan median hijau seluas 132 hektar," ungkapnya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) , Antonio Guterres menuturkan, harus ada tindakan segera untuk menyediakan perumahan yang terjangkau dengan jaminan kepemilikan dan akses air, sanitasi, transportasi dan layanan dasar lainnya yang mudah bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Kebutuhan tersebut dinilai semakin mendesak mengingat pandemi COVID-19 dan dampaknya yang semakin luas. Pandemi ini pun hampir terjadi di semua negara yang memiliki banyak dampak ke berbagai sektor.(Baca juga : Peringati Hari Habitat Dunia, KemenPUPR Terus Tingkatkan Kualitas Permukiman )
"Akses ke air bersih dan sanitasi, bersama dengan jarak sosial, adalah respons utama terhadap pandemi. Namun di daerah kumuh terbukti sulit untuk menerapkan langkah-langkah ini,” kata Guterres ketika pembukaan peringatan global Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) 2020 yang dipusatkan di Kota Surabaya yang berlangsung secara hybrid, Senin (5/10/2020) malam.
Ia melanjutkan, kondisi ini berarti ada peningkatan risiko infeksi terjadi tidak hanya di permukiman kumuh, tetapi juga di seluruh kota yang sebagian besar dilayani oleh pekerja sektor informal berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman informal.
Secara global, katanya, lebih dari satu miliar orang tinggal di pemukiman yang padat dengan perumahan yang tidak memadai, dan jumlahnya diperkirakan akan mencapai 1,6 miliar pada 2030 mendatang.
Untuk memenuhi permintaan itu, kata Guterres, lebih dari 96.000 unit rumah harus diselesaikan setiap hari dan mereka harus menjadi bagian dari transisi hijau. Ia pun mendesak kemitraan yang lebih besar, kebijakan pro-kaum miskin, dan peraturan yang diperlukan untuk meningkatkan perumahan di kota.(Baca juga : Indonesia Tuan Rumah Peringatan Hari Habitat Dunia )
“Saat ini kami berupaya untuk mengatasi pandemi, mengatasi kerapuhan dan ketidaksetaraan yang telah diekspos, dan memerangi perubahan iklim, sekaranglah waktunya untuk memanfaatkan potensi transformatif urbanisasi untuk kepentingan manusia dan bumi,” jelasnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Surabaya didapuk menjadi tuan rumah peringatan global Hari Habitat Dunia 2020 adalah kesempatan yang patut dibanggakan. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Surabaya sebagai tuan rumah acara global ini.
"Namun, karena pandemi, kami harus menggelar acara ini secara hybrid. Pertemuan dilakukan secara virtual dan acara fisik di Surabaya," kata Risma.
Ia menambahkan, sepanjang tahun ini, hampir semua negara teruji dengan merebaknya pandemi COVID-19. Salah satu dampak pandemi ini adalah berpengaruhnya daya beli masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak. Sedangkan Surabaya sendiri merupakan kota terbesar kedua di Indonesia yang memiliki tantangan sama dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Khususnya dalam menangani pandemi COVID-19.
"Sebelum pandemi, Surabaya menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat di atas angka provinsi dan nasional. Namun, kami juga mengalami penurunan sepanjang tahun ini akibat COVID-19," katanya.
Risma mengungkapkan, sebelumnya Surabaya dikenal sebagai kota yang panas dan kering. Karenanya, Pemkot Surabaya terus melakukan upaya penghijauan secara masif hampir di semua wilayah. Hasilnya, saat ini suhu di Surabaya turun hingga 2 derajat celcius.
"Pencapaian ini terwujud dengan membangun 575 taman kota, 114 hektar hutan kota, melestarikan 2.871 hektar hutan mangrove, serta menciptakan median hijau seluas 132 hektar," ungkapnya.
(nun)