Polisi Hentikan Penyelidikan Kasus Bansos COVID-19 Bulukumba, Ini Sebabnya
loading...
A
A
A
BULUKUMBA - Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrim Polres Bulukumba , menghentikan kasus dugaan korupsi anggaran COVID-19 Bantuan Sosial (Bansos) Bulukumba.
Itu setelah dua rekanan Dinas Sosial Bulukumba yakni CV Hidayat (Fajar Utama) milik HM (Inisial) dan CV Blits Farm milik SP (Inisial) mengembalikan uang dengan jumlah total keseluruhan sekitar Rp344.311.900 juta yang merupakan kerugian negara pada pelaksanaan bansos tersebut.
Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrim Polres Bulukumba , Ipda Muhammad Ali menjelaskan, awal munculnya kasus tersebut berdasarkan temuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat melakukan pengawasan anggaran di kantor Dinsos Bulukumba.
Dalam temuannya, DPRD menemukan adanya pengalihan item dari beras ke gula. Namun setelah tipikor melakukan penyelidikan, Ipda Muh Ali mengatakan substansi masalahnya bukan pada item.
“Substansi masalahnya bukan disitu, dikira ada pengalihan dari beras ke gula tapi setelah tipikor masuk, masalahnya bukan disitu. Kalau itu tidak masalah, karena RKA-nya memang ada gula. Namun yang kita temukan memang terjadi mark-up,” katanya.
Lanjut Ipda Muhammad Ali memaparkan, temuan mark-up anggaran tersebut setelah tipikor menelusuri dan mencari harga pasar dengan barang yang sejenis. Ternyata yang ditemukan tidak sesuai harga pasar sehingga tipikor mencari serta menyita semua dokumen milik dinsos, setelah dihitung ternyata banyak selisih harga.
“Setelah indikasi itu ditemukan, saya cepat menyurat ke BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan) RI untuk melakukan audit namun BPKP menyarankan agar inspektorat saja yang melakukan audit,” ujarnya.
“Lalu, dokumen kami bawa ke inspektorat memaparkan bahwa temuan kami ada indikasi. Temuan tipikor ada selisih sekitar Rp400 juta namun setelah diaudit inspektorat hanya Rp344 juta lebih,” tambah Ipda Muh Ali.
Lebih jauh dia menjelaskan, tak ditingkatkannya status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan karena tidak memenuhi unsur lagi, setelah adanya pengembalian kerugian negara dengan kata lain, lanjutnya, aset negara berhasil diselamatkan dan kembali ke kas negara.
“Kalau kasus korupsi kami punya SOP, ada perintah dari Bareskrim Polri, kalau ditahap penyelidikan sudah dikembalikan artinya sudah gugur, tidak ada kerugian negara,” imbuhnya.
Ipda Ali mengurai, pemberhentian penyelidikan kasus tersebut didasari atas UU Korupsi, dan perintah Kabareskrim Polri kepada semua penyidik Tipikor di Porles seluruh Indonesia TR 206/2016 25 2016 yang berbunyi, jika dalam pelaksanaan penegakan hukum, jika dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian keuangan negara ke kas negara agar penyelidikan tidak ditingkatkan ke penyidikan.
“Itu dari Kabareskrim ke seluruh penyidik Tipikor Polres se Indonesia. Itu dasarnya ada restoratif penyelesaian kasus korupsi di luar persidangan,” urainya.
Jika kerugian pengembalian sudah dipulihkan maka hal itu tidak lagi memenuhi unsur korupsi.
“Kecuali kalau sudah penyidikan baru ada pengembalian, sudah berlaku pasal empat, kerugian negara tidak menghapus pidana,” jelasnya.
Namun sebelum masuk ke penyidikan, sesuai aturan yang ada, harus ada kerugian negara. Ketika pengembalian dijalankan, berarti sudah tidak ada kerugian.
Pihak Tipikor sendiri sebenarnya menunggu agar hasil audit ada poin yang merekomendasikan untuk dilakukan proses hukum, namun rekomendasi yang keluar adalah pengembalian dan sanksi barat bagi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini kepala dinas.
“Pengembalian sudah dilaksanakan, tapi pihak terkait akan dikenakan sanksi berat. Saya kurang tau sanksi administrasinya apakah sudah atau belum,” tutur Ipda Muh Ali.
Itu setelah dua rekanan Dinas Sosial Bulukumba yakni CV Hidayat (Fajar Utama) milik HM (Inisial) dan CV Blits Farm milik SP (Inisial) mengembalikan uang dengan jumlah total keseluruhan sekitar Rp344.311.900 juta yang merupakan kerugian negara pada pelaksanaan bansos tersebut.
Baca Juga
Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrim Polres Bulukumba , Ipda Muhammad Ali menjelaskan, awal munculnya kasus tersebut berdasarkan temuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat melakukan pengawasan anggaran di kantor Dinsos Bulukumba.
Dalam temuannya, DPRD menemukan adanya pengalihan item dari beras ke gula. Namun setelah tipikor melakukan penyelidikan, Ipda Muh Ali mengatakan substansi masalahnya bukan pada item.
“Substansi masalahnya bukan disitu, dikira ada pengalihan dari beras ke gula tapi setelah tipikor masuk, masalahnya bukan disitu. Kalau itu tidak masalah, karena RKA-nya memang ada gula. Namun yang kita temukan memang terjadi mark-up,” katanya.
Lanjut Ipda Muhammad Ali memaparkan, temuan mark-up anggaran tersebut setelah tipikor menelusuri dan mencari harga pasar dengan barang yang sejenis. Ternyata yang ditemukan tidak sesuai harga pasar sehingga tipikor mencari serta menyita semua dokumen milik dinsos, setelah dihitung ternyata banyak selisih harga.
“Setelah indikasi itu ditemukan, saya cepat menyurat ke BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan) RI untuk melakukan audit namun BPKP menyarankan agar inspektorat saja yang melakukan audit,” ujarnya.
“Lalu, dokumen kami bawa ke inspektorat memaparkan bahwa temuan kami ada indikasi. Temuan tipikor ada selisih sekitar Rp400 juta namun setelah diaudit inspektorat hanya Rp344 juta lebih,” tambah Ipda Muh Ali.
Lebih jauh dia menjelaskan, tak ditingkatkannya status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan karena tidak memenuhi unsur lagi, setelah adanya pengembalian kerugian negara dengan kata lain, lanjutnya, aset negara berhasil diselamatkan dan kembali ke kas negara.
“Kalau kasus korupsi kami punya SOP, ada perintah dari Bareskrim Polri, kalau ditahap penyelidikan sudah dikembalikan artinya sudah gugur, tidak ada kerugian negara,” imbuhnya.
Ipda Ali mengurai, pemberhentian penyelidikan kasus tersebut didasari atas UU Korupsi, dan perintah Kabareskrim Polri kepada semua penyidik Tipikor di Porles seluruh Indonesia TR 206/2016 25 2016 yang berbunyi, jika dalam pelaksanaan penegakan hukum, jika dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian keuangan negara ke kas negara agar penyelidikan tidak ditingkatkan ke penyidikan.
“Itu dari Kabareskrim ke seluruh penyidik Tipikor Polres se Indonesia. Itu dasarnya ada restoratif penyelesaian kasus korupsi di luar persidangan,” urainya.
Jika kerugian pengembalian sudah dipulihkan maka hal itu tidak lagi memenuhi unsur korupsi.
“Kecuali kalau sudah penyidikan baru ada pengembalian, sudah berlaku pasal empat, kerugian negara tidak menghapus pidana,” jelasnya.
Namun sebelum masuk ke penyidikan, sesuai aturan yang ada, harus ada kerugian negara. Ketika pengembalian dijalankan, berarti sudah tidak ada kerugian.
Pihak Tipikor sendiri sebenarnya menunggu agar hasil audit ada poin yang merekomendasikan untuk dilakukan proses hukum, namun rekomendasi yang keluar adalah pengembalian dan sanksi barat bagi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini kepala dinas.
“Pengembalian sudah dilaksanakan, tapi pihak terkait akan dikenakan sanksi berat. Saya kurang tau sanksi administrasinya apakah sudah atau belum,” tutur Ipda Muh Ali.
(agn)