Gempa-Tsunami Isu Lama, BPBD Jabar: Masyarakat Tahu Harus Lari ke Mana
loading...
A
A
A
BANDUNG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat menyikapi hasil kajian terkait potensi gempa besar (magathrust) dan tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa.
Kepala BPBD Jabar, Dani Ramdan menilai, isu gempa dan tsunami tersebut sebenarnya sudah sering disampaikan para pakar dan peneliti sehingga, kabar tersebut bukanlah hal yang baru.
Menurutnya, karena sering disampaikan, masyarakat khususnya yang tinggal di kawasan pesisir selatan Jabar pun sudah mengetahui dan memahami apa yang harus dilakukan jika prediksi tersebut benar-benar terjadi.
"Artinya, mereka sudah tahu bagaimana jika ada tanda-tanda tsunami dan tahu harus berlari ke mana," ujar Dani, Sabtu (3/10/2020).
Meski begitu, lanjut Dani, pihaknya tetap melakukan langkah antisipasi dalam menyikapi kabar tersebut, salah satunya upaya perbaikan alat pendeteksian dini (early warning) tsunami. Pasalnya, dari empat alat early warning yang dipasang, dua di antaranya kini dalam kondisi rusak.
"Dua alat berada di Kabupaten Pangandaran dan dua alat lainnya berada di pantai selatan lainnya. Namun, saat ini hanya dua alat yang berfungsi di Cipatujah Pangandaran, sedangkan dua alat lainnya rusak dan harus diperbaiki," ungkapnya.
Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan bakal segera memperbaiki kedua alat early warning yang rusak itu.
Selain itu, pihaknya pun terus berkoordinasi dan menjalin kerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sehingga, setiap prediksi yang diperoleh BMKG akan disampaikan langsung kepada BPBD Jabar.
"Ketika ada tanda-tanda bencana apapun yang tertangkap oleh radar BMKG langsung disampaikan ke BPBD setempat," imbuh Dani.
Dani juga mengatakan, saat ini, pihaknya bakal kembali menggencarkan sosialiasi terkait mitigasi bencana, khususnya di daerah yang banyak dikunjungi wisatawan, seperti Pangandaran dan Sukabumi.
Sosialisasi mitigasi bencana diberikan kepada para pelaku pariwisata, seperti pemandu wisata hingga pengelola penginapan dan restoran. Penguatan motivasi bencana tersebut, kata Dani, dijadwalkan dimulai pekan depan.
Selain meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi bencana kepada para pelaku pariwisata, BPBD Jabar pun merangkul Desa Tangguh Bencana yang telah dibentuk di kawasan wisata di wilayah pantai selatan Jabar.
Sedikitnya ada 120 Desa Tangguh Bencana yang siap menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi. (Baca juga: Pemkot Bandung Bakal Terapkan Minilockdown di RW 9 Kelurahan)
"Kita berikan mereka pelatihan bertahan dari bencana dan apa yang dilakukan pascabencana. Kita juga mengajarkan mengenai tata ruang yang baik, seperti menjaga hutan bakau yang tangguh menghalau terjarangan ombak," paparnya.
Dani pun mengimbau wisatawan lokal maupun luar daerah tak perlu takut dan khawatir berlebihan untuk berwisata di kawasan pantai selatan Jabar. (Baca juga: Weekend Bandung Raya Umumnya Cerah Berawan, Hujan Ringan Hanya Guyur Utara)
Dia meyakinkan, kajian bencana seperti tsunami dan gempa bumi justru berdampak baik bagi pemerintah daerah, terutama dalam penyiapan mitigasi yang lebih optimal. "Jadi, tak perlu ragu jika ingin berwisata," tegasnya.
Kepala BPBD Jabar, Dani Ramdan menilai, isu gempa dan tsunami tersebut sebenarnya sudah sering disampaikan para pakar dan peneliti sehingga, kabar tersebut bukanlah hal yang baru.
Menurutnya, karena sering disampaikan, masyarakat khususnya yang tinggal di kawasan pesisir selatan Jabar pun sudah mengetahui dan memahami apa yang harus dilakukan jika prediksi tersebut benar-benar terjadi.
"Artinya, mereka sudah tahu bagaimana jika ada tanda-tanda tsunami dan tahu harus berlari ke mana," ujar Dani, Sabtu (3/10/2020).
Meski begitu, lanjut Dani, pihaknya tetap melakukan langkah antisipasi dalam menyikapi kabar tersebut, salah satunya upaya perbaikan alat pendeteksian dini (early warning) tsunami. Pasalnya, dari empat alat early warning yang dipasang, dua di antaranya kini dalam kondisi rusak.
"Dua alat berada di Kabupaten Pangandaran dan dua alat lainnya berada di pantai selatan lainnya. Namun, saat ini hanya dua alat yang berfungsi di Cipatujah Pangandaran, sedangkan dua alat lainnya rusak dan harus diperbaiki," ungkapnya.
Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan bakal segera memperbaiki kedua alat early warning yang rusak itu.
Selain itu, pihaknya pun terus berkoordinasi dan menjalin kerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sehingga, setiap prediksi yang diperoleh BMKG akan disampaikan langsung kepada BPBD Jabar.
"Ketika ada tanda-tanda bencana apapun yang tertangkap oleh radar BMKG langsung disampaikan ke BPBD setempat," imbuh Dani.
Dani juga mengatakan, saat ini, pihaknya bakal kembali menggencarkan sosialiasi terkait mitigasi bencana, khususnya di daerah yang banyak dikunjungi wisatawan, seperti Pangandaran dan Sukabumi.
Sosialisasi mitigasi bencana diberikan kepada para pelaku pariwisata, seperti pemandu wisata hingga pengelola penginapan dan restoran. Penguatan motivasi bencana tersebut, kata Dani, dijadwalkan dimulai pekan depan.
Selain meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi bencana kepada para pelaku pariwisata, BPBD Jabar pun merangkul Desa Tangguh Bencana yang telah dibentuk di kawasan wisata di wilayah pantai selatan Jabar.
Sedikitnya ada 120 Desa Tangguh Bencana yang siap menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi. (Baca juga: Pemkot Bandung Bakal Terapkan Minilockdown di RW 9 Kelurahan)
"Kita berikan mereka pelatihan bertahan dari bencana dan apa yang dilakukan pascabencana. Kita juga mengajarkan mengenai tata ruang yang baik, seperti menjaga hutan bakau yang tangguh menghalau terjarangan ombak," paparnya.
Dani pun mengimbau wisatawan lokal maupun luar daerah tak perlu takut dan khawatir berlebihan untuk berwisata di kawasan pantai selatan Jabar. (Baca juga: Weekend Bandung Raya Umumnya Cerah Berawan, Hujan Ringan Hanya Guyur Utara)
Dia meyakinkan, kajian bencana seperti tsunami dan gempa bumi justru berdampak baik bagi pemerintah daerah, terutama dalam penyiapan mitigasi yang lebih optimal. "Jadi, tak perlu ragu jika ingin berwisata," tegasnya.
(boy)