Kejati NTT Lanjutkan Kasus Sengketa Kepemilikan Lahan Pemda di Labuan Bajo, Bupati Manggarai Barat Dkk Diperiksa

Rabu, 30 September 2020 - 09:23 WIB
loading...
Kejati NTT Lanjutkan...
Salah satu kegiatan pengukuran tanah pemda pada tahun 1997, Don Endo (kiri) mantan pegawai Pertahanan Kabupaten Manggarai.Foto/Ist
A A A
LABUAN BAJO - Sengketa masalah kepemilikan lahan Pemda di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mencuat setelah hampir beberapa tahun tidak diproses. Terbaru, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur pada Selasa (30/9) kembali memeriksa beberapa nama.

(Baca juga: Lepas Pengawasan Ibu, Bayi 1,5 Tahun Tewas Tercebur Kolam)

Di antaranya Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Mabar Ambrosiylus Sukur, mantan Sekda Kabupaten Manggarai Frans Paju Leok, Don Endo mantan pegawai pertanahan Kabupaten Manggarai, dan Haji Ramang Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang.

(Baca juga: Yakin Nurmi Meninggal Bukan COVID-19, Keluarga Ngamuk dan Bawa Pulang Paksa Almarhum dari RSUD Bima)

Dari pantauan dan informasi yang didapat media di Kejaksaan Negeri Manggarai Barat (Mabar), beberapa nama pejabat yang aktif dan yang sudah pensiun diperiksa terkait lahan milik Pemkab Manggarai Barat yang berlokasi di Keranga/Torohlema Batu Kalo yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo. Diduga lahan pemda ini berpotensi hilang, dan bisa menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1 triliiun lebih dengan asumsi harga lahan disekitar tempat tersebut bisa mencapai Rp3,5 juta per meter persegi.

Bupati Manggarai Barat Ahustinus Ch Dula misalnya, diperiksa dari pukul 09.00 hingga pukul 17.00 pada Selasa (29/9/2020) sore. Meski demikian, beberapa rekan media yang memantau di depan pintu keluar kantor Kejari Manggarai Barat hingga malam tidak melihat Bupati Manggarai Barat keluar. Bupati Dula diduga meninggalkan kantor Kejari melewati bagian belakang kantor Kejari, dengan menggunakan mobi lain.

Selain Bupati Manggarai Barat, tampak juga mantan Sekda Manggarai, Frans Paju Leok keluar dari ruangan Kejari Mabar pada pukul 17.55, selasa (30/9).

Menurut keterangan mantan Sekda Kabupaten Manggarai ini, aset Pemda tersebut diserahkan fungsionaris adat Nggorang, yakni Haji Ishaka (alm) kepada Pemkab Manggarai saat dirinya menjabat sebagai Asisten I di Kabupaten Manggarai, sebelum pemekaran Kabupaten Manggarai Barat. Namun, proses administrasi belum sempat diurus hingga pemekaran dari Kabupaten induk Kabupaten Manggarai menjadi Kabupaten Manggarai Barat tanah aset milik Pemda ini belum terdaftar di bagian aset

"Saya ceritakan apa adanya. Apa yang saya buat waktu itu, saya ceritakan. Yah bahwa itu tanah pemda. Saya mengukuhkan kembali apa yang saya buat tentang tanah itu. Karena perintah Pimpinan waktu itu untuk melakukan pengukuran. Hanya yang Kita sayangkan selama ini tidak pernah diperjelas statusnya sejak Mabar (Manggarai Barat) terpisah. Tahun pengukuran mei 1997, Dengan total luas 30 hektar. Penyerahan nya waktu itu katanya seluas itu, makanya kita lakukan pengukuran. Dulu BPN Kita libatkan untuk melakukan pengukuran, Camat Komodo waktu itu Vinsen Dahur, dan saya pada saat proses pengukuran waktu itu menjabat sebagai Asisten 1 asisten tata Praja yang membidangi ini" kata Frans.

Frans Paju Leok menambahkan, bahwa lahan yang diberikan Fungsionaris Adat ini rencananya akan dibangun sekolah menengah perikanan berdasarkan instruksi Bupati Manggarai saat itu Gaspar P Ehok. Saat itu dia bersama Kadis Perikanan Fidelis Kerong datang untuk mengecek lokasi tersebut, dan melakukan pengukuran. Menurut Frans Paju Leok kegiatan tersebut ada dokumentasinya, dan juga ada dokumennya.

Sekda di Manggarai ini mengutarakan, kekecewaannya terhadap aset pemda ini yang sampai sekarang tidak menjadi aset pemda, apalagi di lahan tersebut mempunyai potensi yang sangat luar biasa.

"Saya secara pribadi tidak rela, karena tanah itu diberikan untuk kepentingan umum. Kalau ada proses individualisasi didalamnya, berarti ada penyimpangan hukum dan setiap pelanggaran itu harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Apalagi ini menyangkut kepentingan masyarakat Mabar," tukasnya.

Sementara itu salah seorang yang diperiksa oleh Tim Kejaksaan Tinggi adalah Haji Ramang Ishaka, selaku anak dari dari Fungsionaris Adat Nggorang pada tahun 1997, Dalu Ishaka.

Haji Ramang sendiri terlihat keluar dari kantor Kejaksaan pada pukul 18.00, dan sempat mengeluarkan komentar ke awak media yang menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik pemkab. Mabar yang sudah diserahkan oleh ayahnya, yakni Haji Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang pada waktu itu

"Pada intinya, lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektare. Itu adalah hasil penyerahan tanah yang dilakukan oleh Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemerintah Kabupaten tingkat 2 Manggarai pada saat itu, tahun 1997," ujar Ramang.

"Ada dua kali pengukuran, pertama tahun 1997 dilakukan oleh BPN Manggarai. Pengukuran yang kedua itu tahun 2015 sesuai permintaan dari Pemkab Mabar dalam rangka Sertifikasi Tanah Pemda di Keranga. Saya hadir hanya saat persiapan lapangan sebelum hari pengukuran, sesuai dengan data yang ada pada kami yang ditinggalkan oleh orang tua selaku Fungsionaris Adat Nggorang. Dan dokumen dokumen yang sudah dilakukan pengukuran tahun 97 oleh BPN Manggarai terhadap lokasi itu. Saya yakin itu lahan milik Pemda Mabar yang diserahkan oleh Fungsionaris untuk kepentingan umum" tutupnya.

Sementara itu salah seorang penyidik Kejati NTT, Robert Lambila ditemui sesaat setelah keluar dari kantor Kejari Mabar, hanya sedikit berkomentar hasil pemanggilan para pejabat dan mantan pejabat. "Kalau itu aset Pemda harus diserahkan kembali ke pemda," ucap Robert penyidik senior Kejaksaan Tinggi Kupang.
(zil)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6051 seconds (0.1#10.140)