Kasus COVID-19 Tembus 200 Ribu, Ganjar Minta Even Kumpulkan Orang Dibatasi
loading...
A
A
A
SEMARANG - Kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia menembus angka 200.035 orang, pada Selasa 8 September 2020. Sehari kemudian, Rabu (9/9/2020) jumlahnya bertambah 3,307 hingga kini menjadi 203,342 terpapar virus Corona.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pemerintah daerah getol dalam kegiatan sosialisasi protokol kesehatan kepada masyarakat.
Upaya penegakan hukum sekaligus sosialisasi adalah cara untuk memunculkan kesadaran pada masyarakat, agar peduli dan lebih berempati.
"Saya juga meminta, even-even yang mengumpulkan banyak orang, dihindari dulu. Kalaupun harus dilakukan, maka jumlahnya dibatasi, disiapkan dengan baik dan harus mengacu pada protokol kesehatan yang ada," tutur Ganjar.
Dia pun menyoroti saat Kota Semarang beberapa kali disebut sebagai penyumbang kasus positif COVID-19 tertinggi nasional.
Juru Bicara Satgas Percepatan dan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito pada Selasa 8 September mengatakan, Kota Semarang menjadi daerah tertinggi COVID-19 dengan jumlah kasus positif 2.591.
Padahal dalam website resmi COVID-19 Kota Semarang menyebutkan, jumlah kasus positif pada hari yang sama hanya 507. "Saya minta Pemkot Semarang melakukan komunikasi. Harus diklarifikasi biar tidak membuat gaduh," tambahnya.
Ganjar juga sempat menanyakan perihal perbedaan data itu kepada Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Dari penjelasannya, diketahui bahwa memang terjadi perbedaan data yang sangat signifikan antara pusat dan daerah.
"Pak Hendi (Hendrar Prihadi) bilang, datanya belum diupdate oleh pak Wiku (Jubir Satgas Covid Pusat). Mungkin Pak Wiku juga penting untuk mengupdate data biar tidak membingungkan," ucapnya.
Ganjar juga mengatakan sudah menerima laporan secara detail dari Wali Kota Semarang terkait kasus COVID-19. Bahkan, laporan yang diberikan sangat detail, tidak hanya jumlah kasus, namun juga nama dan alamat pasien positif COVID-19.
"Saya sudah minta Pak Hendi menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Kok bisa datanya beda. Pak Hendi sudah melaporkan kepada saya dengan bagus, bahkan ada catatan secara detail status pasien, baik dari dalam kota maupun luar kota, lengkap dengan nama dan alamatnya," ucapnya.
Dari keterangan Hendi, lanjut Ganjar, hingga 8 September, kasus meninggal akibat COVID-19 di Kota Semarang berjumlah 658 orang. Sementara total kasus positif adalah 507 orang dan pasien sembuh 5.501 orang. (Baca juga: Sanksi Masuk Kamar Mayat Bagi Pelanggar Protokol COVID-19 Kurang Rasional)
"Makanya, data yang disampaikan Pak Wiku ada 2.591 kasus positif di Kota Semarang, padahal sesuai dashboard Pemkot Semarang, hanya 500-an. Kok jaraknya beda jauh, maka saya minta Pak Hendi segera memberikan klarifikasi untuk pencocokan data," tegasnya. (Baca juga: Muncul Klaster COVID-19 Panwaslu, Debat Pilkada Diusulkan via Virtual)
Meski data sebenarnya tak sebanyak yang disampaikan pusat, tetap saja Ganjar mengingatkan Pemkot Semarang untuk mengampanyekan protokol kesehatan kepada masyarakat. Bahkan, dia meminta agar pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan lebih ketat.
"Harus lebih ketat lagi, maka kalau kami membuat penegakan hukum secara masif akhir-akhir ini, semuanya harus mendukung agar semuanya paham dan sadar. Kalau tidak taat, harus dihukum," terangnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pemerintah daerah getol dalam kegiatan sosialisasi protokol kesehatan kepada masyarakat.
Upaya penegakan hukum sekaligus sosialisasi adalah cara untuk memunculkan kesadaran pada masyarakat, agar peduli dan lebih berempati.
"Saya juga meminta, even-even yang mengumpulkan banyak orang, dihindari dulu. Kalaupun harus dilakukan, maka jumlahnya dibatasi, disiapkan dengan baik dan harus mengacu pada protokol kesehatan yang ada," tutur Ganjar.
Dia pun menyoroti saat Kota Semarang beberapa kali disebut sebagai penyumbang kasus positif COVID-19 tertinggi nasional.
Juru Bicara Satgas Percepatan dan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito pada Selasa 8 September mengatakan, Kota Semarang menjadi daerah tertinggi COVID-19 dengan jumlah kasus positif 2.591.
Padahal dalam website resmi COVID-19 Kota Semarang menyebutkan, jumlah kasus positif pada hari yang sama hanya 507. "Saya minta Pemkot Semarang melakukan komunikasi. Harus diklarifikasi biar tidak membuat gaduh," tambahnya.
Ganjar juga sempat menanyakan perihal perbedaan data itu kepada Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Dari penjelasannya, diketahui bahwa memang terjadi perbedaan data yang sangat signifikan antara pusat dan daerah.
"Pak Hendi (Hendrar Prihadi) bilang, datanya belum diupdate oleh pak Wiku (Jubir Satgas Covid Pusat). Mungkin Pak Wiku juga penting untuk mengupdate data biar tidak membingungkan," ucapnya.
Ganjar juga mengatakan sudah menerima laporan secara detail dari Wali Kota Semarang terkait kasus COVID-19. Bahkan, laporan yang diberikan sangat detail, tidak hanya jumlah kasus, namun juga nama dan alamat pasien positif COVID-19.
"Saya sudah minta Pak Hendi menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Kok bisa datanya beda. Pak Hendi sudah melaporkan kepada saya dengan bagus, bahkan ada catatan secara detail status pasien, baik dari dalam kota maupun luar kota, lengkap dengan nama dan alamatnya," ucapnya.
Dari keterangan Hendi, lanjut Ganjar, hingga 8 September, kasus meninggal akibat COVID-19 di Kota Semarang berjumlah 658 orang. Sementara total kasus positif adalah 507 orang dan pasien sembuh 5.501 orang. (Baca juga: Sanksi Masuk Kamar Mayat Bagi Pelanggar Protokol COVID-19 Kurang Rasional)
"Makanya, data yang disampaikan Pak Wiku ada 2.591 kasus positif di Kota Semarang, padahal sesuai dashboard Pemkot Semarang, hanya 500-an. Kok jaraknya beda jauh, maka saya minta Pak Hendi segera memberikan klarifikasi untuk pencocokan data," tegasnya. (Baca juga: Muncul Klaster COVID-19 Panwaslu, Debat Pilkada Diusulkan via Virtual)
Meski data sebenarnya tak sebanyak yang disampaikan pusat, tetap saja Ganjar mengingatkan Pemkot Semarang untuk mengampanyekan protokol kesehatan kepada masyarakat. Bahkan, dia meminta agar pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan lebih ketat.
"Harus lebih ketat lagi, maka kalau kami membuat penegakan hukum secara masif akhir-akhir ini, semuanya harus mendukung agar semuanya paham dan sadar. Kalau tidak taat, harus dihukum," terangnya.
(boy)