Kisah Kertanegara, Raja Singasari Penyuka Miras Pengikut Ritual Tantrayana
loading...
A
A
A
Kertanegara menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Sosoknya begitu disegani karena visinya menyatukan nusantara sebelum era Gajah Mada, dengan ekspedisi Pamalayu-nya. Tapi siapa sangka sebelum jadi penguasa Singasari, dia penguasa bawahan di wilayah Kadiri.
Kertanegara lahir dari Waning Hyun (Jayawardhani), dan pernah menjabat sebagai yuwaraja di Kadiri pada tahun 1254 M. Sosoknya merupakan putra dari Ranggawuni, Raja Singasari sebelumnya.
Kertanegara bergelar Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa, sebagaimana tercantum dalam Prasasti Mula Malurung.
Gelarnya yang lain Sri Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmamottunggadewa, tercantum dalam Prasasti Padang Roco, 1286 M, atau Sri Jnaneswarabajra, pada Prasasti Tumpang, dan memerintah pada tahun 1254-1292 M.
”Semasa pemerintahannya, Kertanegara didampingi oleh seorang permaisuri bernama Sri Bajradewi yang canti jelita,” demikian dikutip dari 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa.
Dari hasil pernikahannya, Kertanegara memiliki beberapa orang putri yang kemudian dinikahkan dengan Raden Wijaya atau Dyah Wijaya yang akhirnya nanti mendirikan Kerajaan Majapahit, dari putra Mahisa Campaka versi Pararaton.
Atau Rakryan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal versi Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara), Ardaraja (putra Jayakatong/Jayakatwang dan Terukbali) dari Dhaha (Gelang- gelang).
Selama menjabat sebagai raja di Singasari, Kertanegara telah menyatukan agama Hindu aliran Siwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Oleh karena itu, dalam Pararton, Kertanagara dikenal dengan nama Bhatara Siwa Buddha.
Kertanegara lahir dari Waning Hyun (Jayawardhani), dan pernah menjabat sebagai yuwaraja di Kadiri pada tahun 1254 M. Sosoknya merupakan putra dari Ranggawuni, Raja Singasari sebelumnya.
Kertanegara bergelar Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa, sebagaimana tercantum dalam Prasasti Mula Malurung.
Gelarnya yang lain Sri Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmamottunggadewa, tercantum dalam Prasasti Padang Roco, 1286 M, atau Sri Jnaneswarabajra, pada Prasasti Tumpang, dan memerintah pada tahun 1254-1292 M.
”Semasa pemerintahannya, Kertanegara didampingi oleh seorang permaisuri bernama Sri Bajradewi yang canti jelita,” demikian dikutip dari 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa.
Dari hasil pernikahannya, Kertanegara memiliki beberapa orang putri yang kemudian dinikahkan dengan Raden Wijaya atau Dyah Wijaya yang akhirnya nanti mendirikan Kerajaan Majapahit, dari putra Mahisa Campaka versi Pararaton.
Atau Rakryan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal versi Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara), Ardaraja (putra Jayakatong/Jayakatwang dan Terukbali) dari Dhaha (Gelang- gelang).
Selama menjabat sebagai raja di Singasari, Kertanegara telah menyatukan agama Hindu aliran Siwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Oleh karena itu, dalam Pararton, Kertanagara dikenal dengan nama Bhatara Siwa Buddha.