Kehidupan Usai Covid-19 Tak Akan Sama dengan Sebelumnya

Minggu, 03 Mei 2020 - 10:00 WIB
loading...
Kehidupan Usai Covid-19...
Foto Ilustrasi/SINDOnews
A A A
WASHNGTON - Kepercayaan terus tumbuh bahwa pandemi Covid-19 segera menghilang dan ekonomi kembali pulih secara bertahap di seluruh negara.

Namun, para ahli yang mempelajari virus ini dengan cermat memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk bersorak tentang kembalinya kehidupan normal, seperti sebelum pandemi.

Para ahli mengatakan, dampak kesehatan, ekonomi, dan sosial dari pandemi ini akan bertahan selama beberapa bulan mendatang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa saat ini tidak ada cukup bukti untuk mengatakan bahwa orang yang telah pulih dari Covid-19 dan memiliki peluang untuk terlindungi dari infeksi kedua.

Robert Coull, seorang dokter umum di Strachur Medical Practice di Skotlandia, membantah gagasan bahwa kekebalan kelompok, ketika sebagian besar populasi mengembangkan kekebalan yang kuat terhadap virus, adalah solusi yang bisa diterapkan untuk menahan penyebaran Covid-19. (BACA JUGA: Jika Perang Timur - Barat Pecah, Rusia Siap Lepaskan Bom Kiamat)

Dia mengatakan, skenario terburuk adalah produksi vaksin dengan efek terbatas. "Ini akan mengerikan bagi pasien serta merusak kepercayaan pada vaksin," katanya.

Coull meramalkan bahwa hidup tidak akan kembali ke masa-masa sebelum pandemi, mungkin untuk waktu yang lama. Dia menyebut, bangunan kantor perlu disesuaikan dan masker perlu dipakai di depan umum dalam jangka panjang

Peringatan Coull menambah daftar para ahli yang semakin berhati-hati terhadap pelonggaran pembatasan Covid-19 terlalu cepat.

Anthony Fauci, seorang dokter Amerika Serikat (AS) dan ahli imunologi yang telah menjabat sebagai direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular sejak tahun 1984, mengatakan bahwa bahkan jika Covid-19 mereda dalam beberapa minggu mendatang, virus itu tidak akan hilang.

Robert Redfield, Direktur Pusat Pengandailian Penyakit AS, juga memperingatkan tentang "double whammy" epidemi flu dan epidemi Covid-19 pada saat yang sama pada musim dingin ini.

Amesh Adalja dari John Hopkins University juga telah memperingatkan agar praktek jarak sosial terus dipertahankan meski pandemi mereda. "Begitu Anda mulai bersantai dengan jarak sosial, Anda akan mendapatkan lebih banyak kasus. Pertanyaannya adalah, apakah kasus-kasus itu terlalu banyak untuk ditangani oleh sistem," ucapnya.

“Penting bagi kami untuk melakukan jarak sosial dan kami mengambil langkah-langkah cerdas untuk mencoba dan menghindari diri dari infeksi,” sambungnya.

Pemerintah dan analis telah menggembar-gemborkan pengembangan vaksin sebagai solusi jangka panjang untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Tetapi, para ahli yang akrab dengan produksi vaksin mengatakan bahwa bahkan jangka waktu setidaknya satu tahun hingga 18 bulan adalah sebuah sikap yang terlalu optimis.

Sebagai perbandingan, vaksin gondong, yang dianggap sebagai yang tercepat disetujui, membutuhkan waktu empat tahun untuk mengumpulkan sampel virus menjadi melisensikan obat pada tahun 1967.

Peter Hotez, seorang ahli terkemuka tentang penyakit menular dan pengembangan vaksin di Baylor College of Medicine, percaya bahwa jangka waktu 12 hingga 18 bulan mungkin merupakan angan-angan. "Saya tidak bisa memikirkan contoh lain di mana segala sesuatunya berjalan secepat itu," kata Hotez.

Sejauh ini, menurut WHO, hanya enam vaksin telah mencapai tahap uji klinis. Salah satu perawatan yang paling dipublikasikan yang dikembangkan oleh Gilead Sciences telah menunjukkan hasil yang tidak meyakinkan.
(vit)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2464 seconds (0.1#10.140)