Perang Dingin Kubu Risma dan Whisnu Berlanjut di Pilwali Surabaya 2020
loading...
A
A
A
Seperti diketahui, kekuatan kubu di kandang banteng terpecah dalam beberapa kekuatan. Faksi-faksi ini, memiliki dukungan yang kuat diinternal. Seperti dukungan faksi Bambang DH (mantan wali kota Surabaya), faksi Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), dan faksi Whisnu Sakti Buana (mantan Ketua DPC PDI Perjuangan yang juga Wakil Wali Kota Surabaya).
"Kedua, faksi-faksi (faksinya Risma dan faksinya Whisnu) selama beberapa tahun itu sulit dapat dipersatukan dalam waktu sekejap. Itu secara teori," tambahnya.
Mubarok yang juga Kepala Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Darul Umum (Undar) Jombang memperkirakan, kawin paksa antara Whisnu dengan Eri ini akan sangat berat.
“Kawin paksa ini berat. Karena untuk membangun image sebelumnya tidak ada luka itu sangat berat. Walaupun tidak pernah bekerjasama, paling tidak, tidak ada luka antar dua kubu berkoalisi itu kan,” terangnya.
“Mereka ini dalam keadaan ‘konflik’ walaupun konflik tidak muncul di permukaan, tapi kan semua pihak tahu kalau ada konflik ‘perang dingin’. Kondisi perang dingin tidak bisa dipersatukan dalam waktu sekejap,” tambah Mubarok.
Ia memperkirakan, sebenarnya kans Eri maupun Whisnu adalah sama-sama berpeluang menjadi calon wali kota. Tapi karena waktu pilwali yang terus berjalan dan sangat mepet waktu pendaftaran, PDIP tidak bisa mencri irisan lainnya.
"Waktu yang semakin mepet, apalagi kansnya hampir sama Whisnu dan Eri Cahyadi untuk menjadi calon wali kota. Tidak bisa mencari irisan lain ketika dua itu bersatu," katanya.
Pertarungan di Pilwali Surabaya 2020 ini juga berat, karena Whisnu maupun Eri Cahyadi basisnya sama yakni dari kalangan abangan atau PDIP. “Berat juga, basisnya sama tidak memperluas basis kalau kedua kubu bersatu,” ujarnya.
Apabila pasangan Whisnu-Eri ini mengalami kemenangan atau kekalahan di Pilwali Surabaya 2020, maka Eri tidak akan bisa membawa pesan ‘ibunya’ wali kota Risma. (Baca: Lima Warga Binaan di Lapas Mojokerto Positif COVID-19).
Juga tidak menutup kemungkinan hubungan antara wali kota dan wakilnya, tidak menguntungkan warga Kota Surabaya.
"Karena mereka kawin paksa. Dan komunikasi antara wali kota dan wakilnya akan terputus, tidak ada pembagian tugas yang jelas untuk kepentingan masyarakat Surabaya," katanya.
"Kedua, faksi-faksi (faksinya Risma dan faksinya Whisnu) selama beberapa tahun itu sulit dapat dipersatukan dalam waktu sekejap. Itu secara teori," tambahnya.
Mubarok yang juga Kepala Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Darul Umum (Undar) Jombang memperkirakan, kawin paksa antara Whisnu dengan Eri ini akan sangat berat.
“Kawin paksa ini berat. Karena untuk membangun image sebelumnya tidak ada luka itu sangat berat. Walaupun tidak pernah bekerjasama, paling tidak, tidak ada luka antar dua kubu berkoalisi itu kan,” terangnya.
“Mereka ini dalam keadaan ‘konflik’ walaupun konflik tidak muncul di permukaan, tapi kan semua pihak tahu kalau ada konflik ‘perang dingin’. Kondisi perang dingin tidak bisa dipersatukan dalam waktu sekejap,” tambah Mubarok.
Ia memperkirakan, sebenarnya kans Eri maupun Whisnu adalah sama-sama berpeluang menjadi calon wali kota. Tapi karena waktu pilwali yang terus berjalan dan sangat mepet waktu pendaftaran, PDIP tidak bisa mencri irisan lainnya.
"Waktu yang semakin mepet, apalagi kansnya hampir sama Whisnu dan Eri Cahyadi untuk menjadi calon wali kota. Tidak bisa mencari irisan lain ketika dua itu bersatu," katanya.
Pertarungan di Pilwali Surabaya 2020 ini juga berat, karena Whisnu maupun Eri Cahyadi basisnya sama yakni dari kalangan abangan atau PDIP. “Berat juga, basisnya sama tidak memperluas basis kalau kedua kubu bersatu,” ujarnya.
Apabila pasangan Whisnu-Eri ini mengalami kemenangan atau kekalahan di Pilwali Surabaya 2020, maka Eri tidak akan bisa membawa pesan ‘ibunya’ wali kota Risma. (Baca: Lima Warga Binaan di Lapas Mojokerto Positif COVID-19).
Juga tidak menutup kemungkinan hubungan antara wali kota dan wakilnya, tidak menguntungkan warga Kota Surabaya.
"Karena mereka kawin paksa. Dan komunikasi antara wali kota dan wakilnya akan terputus, tidak ada pembagian tugas yang jelas untuk kepentingan masyarakat Surabaya," katanya.