Fenomena Embun Es Kembali Muncul di Dieng dan Bromo, Ini Penjelasan BMKG
loading...
A
A
A
BMKG menjelaskan bahwa fenomena suhu dingin beberapa waktu terakhir adalah hal normal saat musim kemarau, terutama di wilayah Jawa Tengah.
Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyani, menambahkan bahwa fenomena tersebut terjadi karena ketika memasuki puncak musim kemarau, tutupan awan relatif kecil sehingga radiasi bumi yang dipancarkan tidak memiliki hambatan atau penghalang.
Di sisi lain, fenomena embun es ini memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata unik yang dapat mendatangkan lonjakan kunjungan wisatawan dan meningkatkan perekonomian lokal jika dikelola dengan baik.
Penurunan suhu ekstrem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga menyebabkan munculnya fenomena embun es di sejumlah titik.
Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS, Septi Eka Wardhani, mengatakan bahwa embun upas sering terjadi di kawasan TNBTS khususnya saat musim kemarau. "Embun upas atau frost merupakan fenomena yang sering terjadi khususnya di kawasan TNBTS saat musim kemarau," jelasnya.
"Fenomena ini terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5-9 derajat Celsius dan hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna," tambahnya.
Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi. Cuaca yang cenderung lebih dingin pada musim kemarau disebabkan oleh adanya penurunan suhu yang cukup ekstrem. BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus.
"Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik," kata Septi.
Ia mengimbau calon pengunjung yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo untuk mempersiapkan diri dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, serta memakai sarung tangan dan kupluk.
Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyani, menambahkan bahwa fenomena tersebut terjadi karena ketika memasuki puncak musim kemarau, tutupan awan relatif kecil sehingga radiasi bumi yang dipancarkan tidak memiliki hambatan atau penghalang.
Di sisi lain, fenomena embun es ini memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata unik yang dapat mendatangkan lonjakan kunjungan wisatawan dan meningkatkan perekonomian lokal jika dikelola dengan baik.
Penurunan suhu ekstrem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga menyebabkan munculnya fenomena embun es di sejumlah titik.
Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS, Septi Eka Wardhani, mengatakan bahwa embun upas sering terjadi di kawasan TNBTS khususnya saat musim kemarau. "Embun upas atau frost merupakan fenomena yang sering terjadi khususnya di kawasan TNBTS saat musim kemarau," jelasnya.
"Fenomena ini terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5-9 derajat Celsius dan hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna," tambahnya.
Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi. Cuaca yang cenderung lebih dingin pada musim kemarau disebabkan oleh adanya penurunan suhu yang cukup ekstrem. BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus.
"Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik," kata Septi.
Ia mengimbau calon pengunjung yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo untuk mempersiapkan diri dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, serta memakai sarung tangan dan kupluk.
(hri)