Kisah Keke Panagian: Legenda dari Minahasa Sulawesi Utara

Minggu, 02 Juni 2024 - 15:09 WIB
loading...
Kisah Keke Panagian: Legenda dari Minahasa Sulawesi Utara
Kisah Keke Panagian yang merupakan legenda dari Minahasa, Sulawesi Utara menarik untuk disimak. Pasalnya, dari kisah ini banyak pesan moral yang bisa dipetik, Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Kisah Keke Panagian yang merupakan legenda dari Minahasa, Sulawesi Utara menarik untuk disimak. Pasalnya, dari kisah ini banyak pesan moral yang bisa dipetik. Alkisah, di desa Wanua Uner, Sulawesi Utara , hiduplah sepasang suami istri bernama Pontohroring dan Mamalauan yang sangat mendambakan hadirnya seorang anak di tengah pernikahan mereka. Puluhan tahun mereka berdoa kepada Sang Pencipta agar diberi seorang anak, namun harapan mereka tak kunjung terwujud.

Usia keduanya semakin senja dan banyak orang yang berkata mustahil bagi mereka untuk memiliki anak. Meski demikian, Pontohroring dan Mamalauan tidak pernah putus asa. Mereka tetap teguh beriman bahwa suatu hari Tuhan pasti menjawab doa mereka.

Hingga suatu hari, Pontohroring mendengar kabar tentang sepasang tabib bernama Mondoringin dan Laloan dari desa Wiamou yang terkenal karena kemampuan mereka membuat ramuan obat dan pijatan pengobatan. Pontohroring dan Mamalauan pun memutuskan untuk menemui mereka. Setelah menjalani berbagai proses dan ritual pengobatan di rumah Mondoringin, keduanya pulang dengan harapan yang lebih besar.

Dikutip dari laman resmi Kemdikbud dan IndonesiaKaya, keajaiban pun terjadi. Tak lama setelah pengobatan, Mamalauan mengandung seorang anak yang telah lama dinantikan. Ketika bayi itu lahir, pasangan ini terkejut dengan kehadiran seorang bayi cantik yang mereka namakan Keke Panagian. "Keke" adalah istilah Minahasa untuk panggilan sayang kepada anak perempuan.



Panagian tumbuh menjadi gadis yang cantik, berbudi pekerti baik, dan sangat penyayang. Rasa sayangnya bukan hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada hewan. Suatu hari, Panagian menghilang dan membuat seluruh desa mencarinya. Ia ditemukan di pinggir danau karena mengikuti anak kucing yang kehujanan.

Di kesempatan lain, Panagian hampir hanyut di sungai saat berusaha menyelamatkan temannya yang tergelincir. Kejadian-kejadian ini membuat Pontohroring dan Mamalauan sangat melindungi Panagian dengan membuat banyak larangan.

Seiring bertambahnya usia Panagian, larangan orang tuanya semakin ketat. Panagian tidak diizinkan bepergian sendiri, terlebih di malam hari. Teman-temannya kerap bermain di luar rumah, tetapi Panagian hanya bisa bermain di rumah bersama mereka.

Rasa sedih semakin menumpuk ketika desa Wanua Uner menggelar pesta syukur selepas musim panen, yang sangat dinantikan oleh semua warga. Dalam pesta tersebut, tarian Maengket, yang menggambarkan rasa syukur atas panen yang berhasil, menjadi sorotan utama. Panagian sangat ingin ikut serta, tetapi orang tuanya tidak mengizinkan.

Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0890 seconds (0.1#10.140)
pixels