Potret Masyarakat Miskin di Banyumas, Hanif dan Keluarga Huni Gubuk Bekas Kandang Itik di Bawah Kuburan
loading...
A
A
A
Hanif mengaku belum bisa memberikan tempat tinggal yang layak bagi keluarganya, dan terpaksa membuat gubug di atas tanah milik warga setelah meminta izin lebih dahulu.
“Saya diberi izin tinggal di tanah milik warga ini, namun kebetulan berada tepat di bawah makam yang longsor. Jadi di sekitar gubug kami masih banyak nisan dan puing-puing sisa makam,” ujar Hanif sambal menunjukan nisan yang tergeletak di dekat gubugnya.
Digubuk ini, Hanif membagi 3 petak untuk ruang kerja, kamar anak, serta kamar dia dan istrinya. Sementara dinding gubug ini adalah semuanya bekas spanduk dan baliho yang diperoleh dari tetangga.
Bambu-bambu penyangga gubug juga diperoleh dari bantuan para tetangga. Untuk atap, Hanif memanfaatkan sisa-sisa asbes bekas kandang itik yang roboh.
Sedangkan untuk kebutuhan makan sehari-hari, Hanif yang pernah kuliah ini menjual jasa pengetikan skripsi dengan komputer tuanya. “Alhamduillah saya dulu pernah kuliah meskipun tidak selesai, bisa membantu mengetik dan mengedit karya ilmiah para mahasiswa,“ tambah Hanif.
Untuk menjangkau menuju gubug tinggal Hanif harus melalui tengah-tengah tebing dengan kondisi tangga plester licin berlumut dan menurun tajam. Gubug Hanif ini terpisah cukup jauh dari rumah-rumah warga.
Kondisi gubug yang bocor disana-sini dan dinding sisa spanduk tentunya membuat dingin bagi penghuninya yang kebanyakan anak-anak. Sementara di gubug ini, tida ada rumah lain dan yang ada hanyalah makam diatas gubug, kolam, sawah dan belukar didepan gubug dan tebing di belakang gubug.
Kondisi Hanif dan keluarganya ini tentunya menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Banyumas yang dikenal sebagai kabupaten dengan tingkat angka kemiskinan yang ekstrem. Apalagi lokasi tempat Hanif tinggal ini hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit dari kantor Kabupaten Banyumas.
Bagi Hanif, mungkin dia merasa tidak menjadi masalah tinggal di lokasi yang tak layak huni ini. Namun bagi masa depan anak-anak, tentunya ini menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara.
“Saya diberi izin tinggal di tanah milik warga ini, namun kebetulan berada tepat di bawah makam yang longsor. Jadi di sekitar gubug kami masih banyak nisan dan puing-puing sisa makam,” ujar Hanif sambal menunjukan nisan yang tergeletak di dekat gubugnya.
Digubuk ini, Hanif membagi 3 petak untuk ruang kerja, kamar anak, serta kamar dia dan istrinya. Sementara dinding gubug ini adalah semuanya bekas spanduk dan baliho yang diperoleh dari tetangga.
Bambu-bambu penyangga gubug juga diperoleh dari bantuan para tetangga. Untuk atap, Hanif memanfaatkan sisa-sisa asbes bekas kandang itik yang roboh.
Sedangkan untuk kebutuhan makan sehari-hari, Hanif yang pernah kuliah ini menjual jasa pengetikan skripsi dengan komputer tuanya. “Alhamduillah saya dulu pernah kuliah meskipun tidak selesai, bisa membantu mengetik dan mengedit karya ilmiah para mahasiswa,“ tambah Hanif.
Untuk menjangkau menuju gubug tinggal Hanif harus melalui tengah-tengah tebing dengan kondisi tangga plester licin berlumut dan menurun tajam. Gubug Hanif ini terpisah cukup jauh dari rumah-rumah warga.
Kondisi gubug yang bocor disana-sini dan dinding sisa spanduk tentunya membuat dingin bagi penghuninya yang kebanyakan anak-anak. Sementara di gubug ini, tida ada rumah lain dan yang ada hanyalah makam diatas gubug, kolam, sawah dan belukar didepan gubug dan tebing di belakang gubug.
Kondisi Hanif dan keluarganya ini tentunya menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Banyumas yang dikenal sebagai kabupaten dengan tingkat angka kemiskinan yang ekstrem. Apalagi lokasi tempat Hanif tinggal ini hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit dari kantor Kabupaten Banyumas.
Bagi Hanif, mungkin dia merasa tidak menjadi masalah tinggal di lokasi yang tak layak huni ini. Namun bagi masa depan anak-anak, tentunya ini menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara.