Strategi Cerdik Penguasa Mataram Lawan Ayah Angkat Panembahan Senopati

Selasa, 05 Maret 2024 - 08:14 WIB
loading...
Strategi Cerdik Penguasa Mataram Lawan Ayah Angkat Panembahan Senopati
Panembahan Senopati, penguasa Mataram Islam 1586-1601 bersama Ratu Kanjeng Kidul. Foto/Istimewa
A A A
Peperangan antara Kerajaan Mataram dan Pajang akhirnya pecah. Peperangan diakibatkan adik dari Panembahan Senopati yang ditahan oleh Kerajaan Pajang, usai ide gilanya menyuruh anaknya meniduri putri cantik Sultan Pajang.

Akibat peristiwa ini konon Raden Pabelan, keponakan Panembahan Senopati akhirnya dihukum penggal. Sedangkan Tumenggung Mayang, sang ayah yang menikah dengan adik Senopati terpaksa ditangkap oleh pasukan Pajang dan diasingkan ke Semarang.

Penyebab itulah membuat genderang perang dua kubu itu muncul. Mataram berhadapan dengan Pajang yang awalnya merupakan wilayah kerajaan penguasa, atau dalam artian sebenarnya Mataram dulunya berada di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang.



Di peperangan itu, Senopati yang kalah jumlah pasukan berdoa kepada Allah, bersemedi, dan mempersiapkan taktik cerdik menghadapi pasukan dari ayah angkatnya Sultan Hadiwijaya. Pasukan Mataram yang sedikit itu lantas sengaja ditempatkan di Gunung Kidul.

Hal itu sebagaimana dikutip dari "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II". Tentara ini disuruh oleh Senopati mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya.

Rencananya, nanti ketika perang meletus, kayu-kayu yang telah dikumpulkan itu harus dibakar. Kanjeng Sultan sendiri mendirikan markas perangnya di dekat Kaliopak. Malam pertempuran pun datang. Senopati kemudian bersemedi mendatangkan kekuatan alam.

Maka saat itu juga datanglah badai topan dan hujan yang lebat. Melihat alam yang mengamuk itu, seluruh prajurit Pajang, termasuk Kanjeng Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir langsung gentar.Tak lama kemudian banjir bandang terjadi.



Kaliopak meluapkan airnya sehingga menyapu seluruh markas tempur Kanjeng Sultan Pajang. Tak lama kemudian, Gunung Kidul menyala, api besar membara di atasnya.

Melihat fenomena itu, Kanjeng Sultan menjadi gentar karena dia mengira bahwa Gunung Kidul telah berubah menjadi kobaran api. Padahal api itu adalah hasil pembakaran kayu-kayu kering yang dikumpulkan dalam jumlah besar.

Dengan kondisi alam yang demikian mengganas itu, tentara Pajang akhirnya berhasil dipukul mundur oleh tentara Mataram. Kanjeng Sultan dengan seluruh bala tentaranya lari tunggang langgang meninggalkan Mataram.

Apalagi markas tempurnya telah disapu oleh banjir bandang dari Kaliopak. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Mataram. Kanjeng Sultan dan seluruh bala tentaranya memilih kembali ke Pajang dan tidak lagi meneruskan pertempurannya untuk melawan Mataram.

Pasukan Pajang pun kembali, tapi sebelum kembali mereka mampir terlebih dahulu di makam Sunan Tembayat. Di desa ini pula sang sultan berziarah, namun ketika tiba di sana pintu gerbang makam tak bisa dibuka.

Dipanggillah juru kunci makam dan ditanya kenapa pintu gerbang tidak bisa dibuka, padahal Kanjeng Sultan hendak berziarah.

Sang juru kunci itu menjawab, itu pertanda Sultan Hadiwijaya sudah kehilangan pamornya sebagai raja; pertanda bahwa takhta kerajaan Pajang dicabut oleh Yang Maha Kuasa dari tangan Kanjeng Sultan.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1999 seconds (0.1#10.140)