Momen Para Perempuan Tangguh Berperang Bantu Pangeran Diponegoro Lawan Belanda
loading...
A
A
A
JAKARTA - PERANG Jawa semasa Pangeran Diponegoro membuat para perempuan ikut ke medan pertempuran. Tak sekadar membantu suplai logistik saja, ada beberapa perempuan yang turut angkat senjata membantu peperangan.
Sejumlah nama perempuan tangguh muncul saat masa peperangan Jawa melawan Belanda. Dua nama yang menjadi sorotan pemerintah Belanda saat itu yaitu Raden Ayu Yudokusumo dan Raden Ayu Serang atau yang dikenal dengan Nyi Ageng Serang.
Raden Ayu Serang, atau yang dikenal sebagai Nyi Ageng Serang, ibu Pangeran Serang II. Dia konon memiliki garis keturunan Wali Songo, sebagaimana dikutip dari buku "Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" dari Peter Carey,
Sementara yang berikutnya Raden Ayu Yudokusumo, salah seorang putri Sultan Hamengkubuwono I yang menikah dengan seorang bupati mancanagara Yogya. Raden Ayu Serang disebut memimpin pasukan berkekuatan 500 orang di sekitar Serang - Demak, di kala putranya Pangeran Serang II, menyerang posisi-posisi Belanda di Pantai Utara, bulan Agustus - September 1825.
Dia juga dikabarkan tersohor memiliki kesaktian yang diperolehnya setelah banyak bertapa di gua-gua di pantai selatan. Perempuan yang sezaman dengan Nyi Ageng Serang adalah Raden Ayu Yudokusumo.
Dia merupakan salah satu perempuan dengan tingkat kecerdasan tinggi dan memiliki siasat yang luar biasa. Dia menjadi otak serangan atas komunitas Tionghoa di Ngawi pada 17 September 1825, dari pusat pertahanannya di Muneng, kabupaten suaminya di timur kali Madiun.
Dia kemudian bergabung pada pasukan Raden Sosrodilogo di Jipang - Rajekwesi, yang kini Bojonegoro antara November 1827 dan Maret 1828. Ketika menyerah pada bulan Oktober 1828 dicatat bahwa dia bersama sisa keluarganya yang lain mencukur habis rambutnya sebagai tanda kesetiaannya pada perang suci.
Perjuangan Raden Ayu Yudokusumo memunculkan semangat kaum perempuan lain mengangkat senjata. Di Ngawi dan pos cukai terdekat di Kudur Brubuh, Bengawan Solo, seorang perempuan peranakan Jawa Tionghoa berperan penting membentuk pasukan keamanan mempertahankan tanah mereka, menyusul manuver Raden Ayu Yudokusumo.
Para perempuan lain di desa-desa sekitar Yogyakarta juga dilaporkan menyiapkan bubuk mesiu. Bahkan Perempuan-perempuan ini juga membawa barang berharga ke medan perang, dengan mengenakan seragam tempur seperti halnya kaum pria.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Sejumlah nama perempuan tangguh muncul saat masa peperangan Jawa melawan Belanda. Dua nama yang menjadi sorotan pemerintah Belanda saat itu yaitu Raden Ayu Yudokusumo dan Raden Ayu Serang atau yang dikenal dengan Nyi Ageng Serang.
Raden Ayu Serang, atau yang dikenal sebagai Nyi Ageng Serang, ibu Pangeran Serang II. Dia konon memiliki garis keturunan Wali Songo, sebagaimana dikutip dari buku "Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" dari Peter Carey,
Sementara yang berikutnya Raden Ayu Yudokusumo, salah seorang putri Sultan Hamengkubuwono I yang menikah dengan seorang bupati mancanagara Yogya. Raden Ayu Serang disebut memimpin pasukan berkekuatan 500 orang di sekitar Serang - Demak, di kala putranya Pangeran Serang II, menyerang posisi-posisi Belanda di Pantai Utara, bulan Agustus - September 1825.
Dia juga dikabarkan tersohor memiliki kesaktian yang diperolehnya setelah banyak bertapa di gua-gua di pantai selatan. Perempuan yang sezaman dengan Nyi Ageng Serang adalah Raden Ayu Yudokusumo.
Dia merupakan salah satu perempuan dengan tingkat kecerdasan tinggi dan memiliki siasat yang luar biasa. Dia menjadi otak serangan atas komunitas Tionghoa di Ngawi pada 17 September 1825, dari pusat pertahanannya di Muneng, kabupaten suaminya di timur kali Madiun.
Dia kemudian bergabung pada pasukan Raden Sosrodilogo di Jipang - Rajekwesi, yang kini Bojonegoro antara November 1827 dan Maret 1828. Ketika menyerah pada bulan Oktober 1828 dicatat bahwa dia bersama sisa keluarganya yang lain mencukur habis rambutnya sebagai tanda kesetiaannya pada perang suci.
Perjuangan Raden Ayu Yudokusumo memunculkan semangat kaum perempuan lain mengangkat senjata. Di Ngawi dan pos cukai terdekat di Kudur Brubuh, Bengawan Solo, seorang perempuan peranakan Jawa Tionghoa berperan penting membentuk pasukan keamanan mempertahankan tanah mereka, menyusul manuver Raden Ayu Yudokusumo.
Para perempuan lain di desa-desa sekitar Yogyakarta juga dilaporkan menyiapkan bubuk mesiu. Bahkan Perempuan-perempuan ini juga membawa barang berharga ke medan perang, dengan mengenakan seragam tempur seperti halnya kaum pria.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(wib)