Sejarah dan Asal-usul Bireuen, Kota Juang yang Pernah Jadi Ibu Kota Indonesia
loading...
A
A
A
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Bireuen menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara, yang tergabung dalam Negara Bagian Sumatera Timur dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Menilik riwayatnya, Bireuen rupanya pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Daerah ini pernah ditetapkan sebagai ibu kota negara Indonesia pada 18 Juni 1948, yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang).
Selain menjadi ibu kota negara, Bireuen juga pernah menjadi salah satu basis utama GAM, yang memiliki banyak simpatisan dan pendukung di kalangan rakyat. Gerakan tersebut terjadi pada tahun 1976.
Pada tahun 1998, terjadi reformasi politik di Indonesia, yang mengakhiri era Orde Baru. Pemerintah pusat mengadakan dialog dengan GAM, yang menghasilkan beberapa kesepakatan damai, seperti Perjanjian Damai Humaniter pada tahun 2000 dan Perjanjian Damai Malino pada tahun 2002.
Namun, kesepakatan-kesepakatan ini gagal dilaksanakan karena adanya ketidakpercayaan dan pelanggaran dari kedua belah pihak. Konflik di Aceh kembali memanas, dan pemerintah pusat kembali menetapkan status Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003.
Pada tahun 2005, pemerintah pusat dan GAM menandatangani Perjanjian Damai Helsinki, yang mengakhiri konflik di Aceh dan memberikan otonomi khusus kepada Aceh, termasuk Bireuen dalam berbagai bidang.
Kabupaten Bireuen kini terkenal di bidang kulinernya di antaranya ada Mie Kocok Geurugok (Gandapura), Rujak Manis dan Bakso Gatok (Kuta Blang), Sate Matang (Peusangan) Bu Sie Itek dan hingga Nagasari (Kota Juang/Bireuen).
Lihat Juga: Luncurkan Kreasi di Aceh, Menteri Riefky Ajak Santri Ikut Sebarkan Informasi Bahaya Judi Online
Daerah ini pernah ditetapkan sebagai ibu kota negara Indonesia pada 18 Juni 1948, yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang).
Selain menjadi ibu kota negara, Bireuen juga pernah menjadi salah satu basis utama GAM, yang memiliki banyak simpatisan dan pendukung di kalangan rakyat. Gerakan tersebut terjadi pada tahun 1976.
Pada tahun 1998, terjadi reformasi politik di Indonesia, yang mengakhiri era Orde Baru. Pemerintah pusat mengadakan dialog dengan GAM, yang menghasilkan beberapa kesepakatan damai, seperti Perjanjian Damai Humaniter pada tahun 2000 dan Perjanjian Damai Malino pada tahun 2002.
Namun, kesepakatan-kesepakatan ini gagal dilaksanakan karena adanya ketidakpercayaan dan pelanggaran dari kedua belah pihak. Konflik di Aceh kembali memanas, dan pemerintah pusat kembali menetapkan status Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003.
Pada tahun 2005, pemerintah pusat dan GAM menandatangani Perjanjian Damai Helsinki, yang mengakhiri konflik di Aceh dan memberikan otonomi khusus kepada Aceh, termasuk Bireuen dalam berbagai bidang.
Kabupaten Bireuen kini terkenal di bidang kulinernya di antaranya ada Mie Kocok Geurugok (Gandapura), Rujak Manis dan Bakso Gatok (Kuta Blang), Sate Matang (Peusangan) Bu Sie Itek dan hingga Nagasari (Kota Juang/Bireuen).
Lihat Juga: Luncurkan Kreasi di Aceh, Menteri Riefky Ajak Santri Ikut Sebarkan Informasi Bahaya Judi Online
(okt)