Masjid Sabilillah Malang, Lokasi Santri Berkumpul Sebelum Pertempuran 10 November 1945
loading...
A
A
A
”Pemberhentian pertama di sebuah pabrik gula di Sidoarjo. Jadi kumpul dulu di situ, mereka menyusun rencana bagaimana cara masuk Surabaya, kalau secara logika, kalau tentara ini masuk Surabaya melewati Waru, Wonokromo, itu pasti sudah dihadang oleh tentara sekutu. Makanya mereka bergerak memutar ke arah barat,” terangnya.
Rute Laskar Hizbullah dan TKR, kemudian bergerak terus hingga menuju Jombang, dari sana pasukan bergeraklah menuju Mojokerto, melalui Balongbendo. Pasukan gabungan yang awalnya hanya 168 orang itu terus bertambah jumlah, mereka masuk ke Surabaya dari sisi utara.
“Berikutnya pasukan itu berhenti di permukiman warga di daerah Tembok Dukuh di wilayah Surabaya utara,” ucap Agung kembali.
Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah, Akhmad Farkhan, menyatakan tentara rakyat Laskar Hizbullah dibawah KH. Zainul Arifin dan Laskar Sabilillah dibawah KH. Masjkur, sempat menjadikan tanah kosong yang kini menjadi bangunan Masjid Sabilillah sebagai titik kumpul.
“Dulu memang sini dijadikan markas untuk menggalang dukungan untuk bertempur ke Surabaya,” ungkap Farkhan ditemui di Ruangan Takmir Masjid Sabilillah.
Namun saat itu, lokasi beribadahnya di Masjid Jami Blimbing yang terletak di utara Masjid Sabilillah saat ini. Namun lantaran jama'ah yang terus bertambah terlebih pasca tahun 1960-an, keinginan untuk mendirikan masjid yang lebih besar muncul.
“Setelah tahun 1968 itu, jamaah masjid yang lama tidak lagi muat karena kian hari, jama'ah kian bertambah. Maka pada 1968 dibentuklah panitia pembangunan Masjid Blimbing yang baru oleh KH. Nakhrawi Thohir,” ujarnya.
Usai panitia terbentuk, peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1974 di sebuah tanah kosong di selatan Masjid Jami' Blimbing sempat dijadikan markas pejuang saat mengusir penjajah di pertempuran 10 November Surabaya.
”Karena berbagai hal pembangunan masjid ini sempat macet. Kemudian pada 4 Agustus 1974 atas prakarsa KH. Masykur dibicarakan kembali pembangunan masjid ini di rumah beliau di Singosari. Pada 8 Agustus 1974, pembangunan masjid ini dimulai kembali,” jelas Farkhan.
Farkhan menambahkan usai lanjutan pembangunan ini memerlukan waktu kurang lebih 6 tahun masjid ini rampung, dengan bantuan dari pemerintah daerah Tingkat II Kotamadya Malang kala itu.
Rute Laskar Hizbullah dan TKR, kemudian bergerak terus hingga menuju Jombang, dari sana pasukan bergeraklah menuju Mojokerto, melalui Balongbendo. Pasukan gabungan yang awalnya hanya 168 orang itu terus bertambah jumlah, mereka masuk ke Surabaya dari sisi utara.
“Berikutnya pasukan itu berhenti di permukiman warga di daerah Tembok Dukuh di wilayah Surabaya utara,” ucap Agung kembali.
Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah, Akhmad Farkhan, menyatakan tentara rakyat Laskar Hizbullah dibawah KH. Zainul Arifin dan Laskar Sabilillah dibawah KH. Masjkur, sempat menjadikan tanah kosong yang kini menjadi bangunan Masjid Sabilillah sebagai titik kumpul.
“Dulu memang sini dijadikan markas untuk menggalang dukungan untuk bertempur ke Surabaya,” ungkap Farkhan ditemui di Ruangan Takmir Masjid Sabilillah.
Namun saat itu, lokasi beribadahnya di Masjid Jami Blimbing yang terletak di utara Masjid Sabilillah saat ini. Namun lantaran jama'ah yang terus bertambah terlebih pasca tahun 1960-an, keinginan untuk mendirikan masjid yang lebih besar muncul.
“Setelah tahun 1968 itu, jamaah masjid yang lama tidak lagi muat karena kian hari, jama'ah kian bertambah. Maka pada 1968 dibentuklah panitia pembangunan Masjid Blimbing yang baru oleh KH. Nakhrawi Thohir,” ujarnya.
Usai panitia terbentuk, peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1974 di sebuah tanah kosong di selatan Masjid Jami' Blimbing sempat dijadikan markas pejuang saat mengusir penjajah di pertempuran 10 November Surabaya.
”Karena berbagai hal pembangunan masjid ini sempat macet. Kemudian pada 4 Agustus 1974 atas prakarsa KH. Masykur dibicarakan kembali pembangunan masjid ini di rumah beliau di Singosari. Pada 8 Agustus 1974, pembangunan masjid ini dimulai kembali,” jelas Farkhan.
Farkhan menambahkan usai lanjutan pembangunan ini memerlukan waktu kurang lebih 6 tahun masjid ini rampung, dengan bantuan dari pemerintah daerah Tingkat II Kotamadya Malang kala itu.