Ganjar Apresiasi Petani Milenial Purbalingga, Manfaatkan Tanah Bengkok Jadi Agrowisata
loading...
A
A
A
PURBALINGGA - Bakal calon presiden (bacapres) Partai Perindo Ganjar Pranowo berkunjung ke lahan bengkok milik Desa Karangpucung, Kecamatan Kartanegara, Kabupaten Purbalingga, Senin (30/10/2023) malam.
Ganjar ke sana usai menghadiri acara Haul Mbah Hisyam Kalijaran di Purbalingga. Dia penasaran dengan kisah sukses petani milenial yang ada di sana.Benar saja, rasa penasaran Ganjar terobati setelah melihat hal yang membanggakan.
Tanah bengkok di desa itu telah disulap menjadi agrowisata yang menghasilkan produk pertanian dan peternakan. Dan yang membuat Ganjar semakin bangga, agrowisata bernama Artansi Chandra Kahuripan itu dikelola para petani milenial.
”Selamat datang di Agrowisata Artansi Chandra Kahuripan Pak Ganjar. Di sini kami mengelola aneka produk pertanian dan perikanan, mulai melon, sayur mayur, budidaya sapi, domba, kelinci, lele, jangkrik dan lainnya,” ucap Tri Bowo Pangestika, penggerak Agrowisata Artansi.
Dengan semangat Bowo menjelaskan, bahwa semua budidaya pertanian dan peternakan itu dikelola oleh petani milenial. Mereka juga menggandeng para petani lain untuk dilatih menjadi petani yang baik dan menguntungkan.
”Kami ada 10 kelompok dan anggotanya ada 150 lebih. Kami memanfaatkan tanah bengkok desa seluas enam hektare dan dikelola untuk pertanian dan budidaya peternakan,” ucapnya.
Meski di lahan yang terbatas, hasil dari pertanian dan budidaya peternakan di Agrowisata Artansi begitu menjanjikan. Untuk jenis melon misalnya, setiap panen selalu laris manis diborong pembeli. Bahkan hanya dua hari, hasil panen selalu ludes terjual.
”Kami punya empat green house untuk budidaya melon hidroponik. Kami kelola dengan teknologi sederhana yang kami sebut NFT. Satu green house menghasilkan satu ton dan biasanya dua hari setelah panen selalu habis. Kami kewalahan melayani permintaan pasar,” ucapnya.
Bowo mengatakan, kisah suksesnya mengembangkan agrowisata telah sampai ke tingkat nasional. Ia berhasil memenangkan ajang perlombaan tingkat nasional dan menjadi tempat percontohan.
“Jadi kami sekarang sering kedatangan tamu dari berbagai daerah di Indonesia yang ingin belajar di sini. Ada dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan lainnya. Kami ajari dan kami berharap apa yang ada di sini bisa dikembangkan di daerah lain,”pungkas pemuda berusia 31 tahun itu.
Mendengar hal tersebut, Ganjar tampak tersenyum bangga. Ia juga sempat berkeliling melihat pertanian melon hidroponik dan ngobrol dengan ratusan petani milenial yang ada di sana.
”Ini keren ya, Mas Bowo ini kreatif banget. Dia punya imajinasi untuk memanfaatkan segala sesuatu menjadi nilai tambah. Dia memanfaatkan lahan bengkok desa membuat agrowisata ini. Dan keren, Mas Bowo menggandeng anak-anak muda untuk terlibat di dalamnya," ucap Ganjar.
Anak muda diajari pertanian yang menyenangkan. Bahkan teknologi sudah digunakan meskipun masih sangat sederhana.
”Ini model yang bisa dikembangkan ke seluruh pelosok Indonesia. Sebuah inovasi dari tingkat desa, dengan teknologi yang ditemukan sendiri dan menghasilkan nilai ekonomi yang bagus. Ini perlu dicontoh, dan pemerintah harus memberikan fasilitas,” tandasnya.
Ganjar ke sana usai menghadiri acara Haul Mbah Hisyam Kalijaran di Purbalingga. Dia penasaran dengan kisah sukses petani milenial yang ada di sana.Benar saja, rasa penasaran Ganjar terobati setelah melihat hal yang membanggakan.
Tanah bengkok di desa itu telah disulap menjadi agrowisata yang menghasilkan produk pertanian dan peternakan. Dan yang membuat Ganjar semakin bangga, agrowisata bernama Artansi Chandra Kahuripan itu dikelola para petani milenial.
”Selamat datang di Agrowisata Artansi Chandra Kahuripan Pak Ganjar. Di sini kami mengelola aneka produk pertanian dan perikanan, mulai melon, sayur mayur, budidaya sapi, domba, kelinci, lele, jangkrik dan lainnya,” ucap Tri Bowo Pangestika, penggerak Agrowisata Artansi.
Dengan semangat Bowo menjelaskan, bahwa semua budidaya pertanian dan peternakan itu dikelola oleh petani milenial. Mereka juga menggandeng para petani lain untuk dilatih menjadi petani yang baik dan menguntungkan.
”Kami ada 10 kelompok dan anggotanya ada 150 lebih. Kami memanfaatkan tanah bengkok desa seluas enam hektare dan dikelola untuk pertanian dan budidaya peternakan,” ucapnya.
Meski di lahan yang terbatas, hasil dari pertanian dan budidaya peternakan di Agrowisata Artansi begitu menjanjikan. Untuk jenis melon misalnya, setiap panen selalu laris manis diborong pembeli. Bahkan hanya dua hari, hasil panen selalu ludes terjual.
Baca Juga
”Kami punya empat green house untuk budidaya melon hidroponik. Kami kelola dengan teknologi sederhana yang kami sebut NFT. Satu green house menghasilkan satu ton dan biasanya dua hari setelah panen selalu habis. Kami kewalahan melayani permintaan pasar,” ucapnya.
Bowo mengatakan, kisah suksesnya mengembangkan agrowisata telah sampai ke tingkat nasional. Ia berhasil memenangkan ajang perlombaan tingkat nasional dan menjadi tempat percontohan.
“Jadi kami sekarang sering kedatangan tamu dari berbagai daerah di Indonesia yang ingin belajar di sini. Ada dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan lainnya. Kami ajari dan kami berharap apa yang ada di sini bisa dikembangkan di daerah lain,”pungkas pemuda berusia 31 tahun itu.
Mendengar hal tersebut, Ganjar tampak tersenyum bangga. Ia juga sempat berkeliling melihat pertanian melon hidroponik dan ngobrol dengan ratusan petani milenial yang ada di sana.
”Ini keren ya, Mas Bowo ini kreatif banget. Dia punya imajinasi untuk memanfaatkan segala sesuatu menjadi nilai tambah. Dia memanfaatkan lahan bengkok desa membuat agrowisata ini. Dan keren, Mas Bowo menggandeng anak-anak muda untuk terlibat di dalamnya," ucap Ganjar.
Anak muda diajari pertanian yang menyenangkan. Bahkan teknologi sudah digunakan meskipun masih sangat sederhana.
”Ini model yang bisa dikembangkan ke seluruh pelosok Indonesia. Sebuah inovasi dari tingkat desa, dengan teknologi yang ditemukan sendiri dan menghasilkan nilai ekonomi yang bagus. Ini perlu dicontoh, dan pemerintah harus memberikan fasilitas,” tandasnya.
(ams)