Manfaatkan Eceng Gondok di Waduk Cengklik, Warga Boyolali Produksi Pupuk Organik dan Biogas

Senin, 30 Oktober 2023 - 15:39 WIB
loading...
Manfaatkan Eceng Gondok di Waduk Cengklik, Warga Boyolali Produksi Pupuk Organik dan Biogas
Pembuatan pupuk organik dan biogas dari eceng gondok dari Waduk Cengklik oleh warga Desa Sobokerto, Ngemplak, Boyolali, Jateng. Foto/MPI/Ary Wahyu Wibowo
A A A
BOYOLALI - Warga Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah berhasil memanfaatkan eceng gondok yang tumbuh subur di Waduk Cengklik. Eceng gondok dimanfatkan menjadi pupuk organik, serta biogas untuk memasak.

Eceng gondok yang tumbuh tak terkendali menjadi persoalan sejak lama di Waduk Cengklik. Tumbuhan ini sering merusak peralatan nelayan yang mencari ikan di waduk yang memiliki luas sekitar 306 hektare tersebut.


Alat jaring penangkap ikan maupun alat penangkap udang sering tergulung eceng gondok yang lewat terbawa arus maupun angin.

Saat musim hujan, eceng gondok tumbuh semakin subur dan memenuhi waduk yang berlokasi di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Meski demikian, eceng gondok yang tumbuh di waduk juga memiliki manfaat sebagai tempat berlindung ikan.

Manfaatkan Eceng Gondok di Waduk Cengklik, Warga Boyolali Produksi Pupuk Organik dan Biogas

Warga Desa Sobokerto, Ngemplak, Boyolali memanfaatkan eceng gondok dari Waduk Cengklik jadi pupuk organik, serta biogas untuk memasak. Foto/ MPI/Ary Wahyu Wibowo

Mulai 2022, sejumlah warga di Desa Sobokerto yang letaknya di pinggiran Waduk Cengklik merespons persoalan itu dan ingin mencari solusinya. Terlebih ada dorongan dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS) agar warga membantu mengurangi eceng gondok.

Selanjutnya terbentuk Masyarakat Sobokerto Peduli Waduk Cengklik (Masopili) yang salah satu tujuannya melakukan upaya mengurangi eceng gondong yang tumbuh tak terkendali. Masyarakat semakin bersemangat ketika Pertamina bersedia membantu kegiatan mereka.



“Kami kemudian diajak studi banding ke Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali untuk menimba ilmu. Kami diajari cara pembuatan pupuk padat maupun cair dan biogas. Kalau di sana (Desa Sruni) bahannya dari sayuran, sedangkan kami dari eceng gondok,” kata Seksi Demplot Masopili Kelompok Masyarakat (Pokmas) Ngudi Tirto Lestari, Dalmanto, Minggu (29/10/2023).

Setelah studi banding, dibentuk struktur kepengurusan dan mencari tempat atau basecamp yang berlokasi di pinggiran waduk. Pria berusia 51 tahun ini mempersilakan lahan pekarangannya dipakai untuk basecamp kegiatan.

Semula jumlah anggota kelompok sebanyak 24 orang yang merupakan warga Sobokerto. Namun dalam perjalanannya berkurang dan sekarang tersisa 19 orang. Mereka berprofesi nelayan, pedagang, petani, peternak hingga kuli bangunan.

Kebutuhan alat-alat untuk mengolah eceng gondok mulai diinvetarisasi, seperti alat untuk mencacah, dan tong digester (untuk fermentasi) yang portabel. Dia sangat bersyukur karena semua kegiatan, mulai dari studi banding maupun peralatan, semuanya dibiayai penuh melalui Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina. Warga juga mendapatkan pelatihan mengenai pembuatan pupuk organik berwujud padat, cair dan biogas.

Setelah peralatan tersedia, warga mencoba membuat pupuk padat maupun cair dari enceng gondok. Sekitar 100 kilogram eceng gondok diangkat dari waduk dan dicacah dan dicampur dengan kotoran sapi sekitar 30 persen untuk biangnya, serta cairan untuk fermentasi yang dibeli dari toko pertanian.

“Untuk pupuk padat yang digunakan akar eceng gondok. Kalau pupuk cair yang dipakai batang dan daunnya saja,” ucapnya.

Dalam proses pembuatan pupuk padat, juga disiapkan air untuk mencampur cairan yang dipakai fermentasi, kemudian disemprotkan ke eceng gondok yang telah dicacah. Setelah selesai, cacahan eceng gondok dibungkus terpal selama 21 hari hingga jadi pupuk padat.

Selama proses itu, setiap 7 hari dilakukan pengadukan. Terjadi penyusutan ukuran sekitar 30 persen dari bahan semula. Selama kurun waktu 1 bulan, sejauh ini pupuk yang dihasilkan sekitar 70 kilogram. Pupuk dipakai anggota untuk persiapan demplot ketika akan menanam. Ada rencana untuk mengarah ke komersial dengan menjual pupuk padat seharga Rp20.000 per sak.

Sementara itu, pembuatan pupuk cair hampir sama prosesnya dengan pembuatan pupuk padat. Batang dan daun yang telah dicacah dimasukkan tong digester.

Satu tong menggunakan 50 liter air dicampur 10 kilogram enceng gondok yang telah disempot cairan fermentasi. Selama proses di dalam tong, juga dilakukan pengadukan sebagaimana pembuatan pupuk padat.

Setelah fermentasi 21 hari mulai menghasilkan pupuk cair. Dari 50 liter air dicampur 10 kilogram eceng gondok, menghasilkan sekitar 40 liter pupuk cair. Di dalam tol dibuatkan, saluran khusus yang dipakai mengeluarkan pupuk cair.

Pupuk dari enceng gondok diuji coba didemplot yang dimiliki anggota pokmas. Tanamannya adalah sayur kangkung, bayam dan cabai. Sebelum ditanami, lahan disebari pupuk padat dari eceng gondok. Karena bentuknya ambyar, sehingga mudah ditaburkan ke tanah.

Setelah benih tumbuh berusia sekitar 5 hari sampai 1 minggu, selanjutnya disemprot dengan pupuk cair dari eceng gondok.

Hasilnya sangat menggembirakan karena dalam tempo 21 hari sudah bisa panen, atau maju 5 hari dibanding menggunakan pupuk kimia. Tak hanya itu, tanaman pertanian menjadi lebih subur. Hasil panen lebih hijau dan banyak.

Yang mencengangkan, pupuk cair yang disemprotkan membuat hama-hama tanaman enggan mendekat. Bahkan semut rangrang pun pergi karena tak tahan bau pupuk yang menyengat. Total ada sekitar 3.000 meter persegi lahan milik anggota pokmas yang memakai pupuk cair maupun pupuk padat. Saat ini, produk pupuk cair kuantitasnya didorong untuk ditingkatkan agar bisa dijual ke petani.

Sebab ketika uji coba, membuat para petani lainnya tertarik dan ingin menggunakan pupuk cair untuk tanaman pertanian mereka. Awalnya para petani memakai 1 liter pupuk cair, setelah hasilnya bagus mereka mau membeli kembali.

“Pada awal-awalnya kami mematok harga Rp20.000 untuk 1,5 liter pupuk cair. Sekarang Rp30.000. Kalau yang 1 liter Rp20.000,” ucapnya.

Setelah bisa membuat pupuk padat dan cair dari eceng gondok, Pokmas Ngudi Tirto Lestari juga mencoba untuk pembuatan biogas. Di basecamp pokmas, terdapat 3 tong digester. Pertama tong digester yang diisi kotoran sapi dan enceng gondok, tong kedua khusus berisi kotoran sapi, dan tong ketiga khusus berisi eceng gondok.

Pada awalnya, setelah selesai studi banding kemudian dilakukan uji coba eceng gondok yang dicampur kotoran sapi. Sebab dengan kotoran sapi, pembuatan pupuk dan biogas tingkat keberhasilannya sangat tinggi.

Kotoran sapi digunakan untuk starter, sebab pada awalnya ada keraguan apakah eceng gondok bisa menjadi biogas. Uji coba kedua hanya menggunakan kotoran sapi dan tingkat keberhasilannya tinggi. Berikutnya dilakukan uji coba yang benar-benar hanya menggunakan eceng gondok dan ternyata juga berhasil.

Ketika proses fermentasi di tong digester, juga menghasilkan gas yang disalurkan melalui ban bekas hingga penuh. Hanya saja tidak bisa langsung dipakai sebagai biogas. Gas yang masuk ke ban hingga penuh, perlu dikeluarkan sebanyak tiga kali dan baru bisa dipakai memasak.

Gas di dalam ban disalurkan melalui selang ke kompor. Biogas yang dihasilkan sejauh ini baru bisa dipakai memasak selama 1 minggu. Namun demikian, keberadaannya tetap membantu karena pemakaian gas elpiji menjadi lebih irit.

Sebanyak 19 anggota pokmas minimal memiliki satu tong digester untuk pembuatan pupuk cair, dan biogas. Pembuatan 1 tong digester lengkap membutuhkan dana sekitar Rp1,5 juta. Pokmas sempat mendapatkan order dari BBWS yang meminta dibuatkan 14 tong digester yang diperuntukkan bagi warga di sejumlah waduk yang tersebar di sejumlah daerah, di antaranya Bojonegoro, Jawa Timur.

Pokmas Ngudi Tirto Lestari kemudian menerima bantuan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) guna menunjang pembuatan pupuk cair biosaury. IPAL juga berfungsi untuk menghidupkan genset yang diperuntukkan bagi penerangan jalan.

Kegiatan pengolahan eceng gondok secara ekonomi telah memberikan dampak positif secara ekonomi bagi warga. Hanya saja penghasilan belum bisa dihitung secara riil.

Ketika panen didemplot, anggota bisa menyisihkan Rp200.000 hingga Rp300.000 untuk kas kegiatan. Uang yang terkumpul di antaranya untuk aktivitas rekreasi bersama guna meningkatkan kekompakan dan keakraban anggota.

Penanganan eceng gondok di Waduk Cengklik menjadi perhatian serius. Sebab bendungan ini merupakan kawasan penting bagi penerima manfaat irigasi, termasuk masyarakat sekitar yang berpengaruh pada keberlangsungan ekosistem serta sebagai penampung air.

Keberadaannya sangat vital bagi masyarakat yang bergantung terhadap bendungan. Waduk Cengklik terletak di tiga desa, yakni Desa Sobokerto, Desa Senting, dan Desa Ngargorejo. Waduk merupakan pemberi suplai irigasi bagi sekitar 3.500 hektare di bagian hulu yang mencangkup Kecamatan Ngemplak dan Nogosari.

Menurut data dari Desa Sobokerto pada Tahun 2020, terdapat sekitar 12 hektare wilayah di sekitar desa yang mengalami penurunan kualitas atau yang disebut lahan kritis. Salah satunya berada di Dusun Turibang, lokasinya terletak di timur Waduk Cengklik. Terdapat lahan kritis seluas sekitar 5-6 hektare.

Selain penurunan kapasitas penampungan air, terdapat juga pendangkalan waduk akibat tumbuh banyak eceng gondok. Penyebab banyaknya enceng gondok dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya limbah rumah tangga yang mengalir ke waduk, serta pertanian keramba. Di mana zat yang terkandung dalam pakan ikan yang dikembangbiakkan petani memancing pertumbuhan enceng gondok.

Berdasarkan hal itu, maka perlu langkah penanganan keberadaan gulma enceng gondok di Waduk Cengklik yang berubah menjadi bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar Waduk Cengklik.

"Enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan biogas, sehingga pendampingan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dilakukan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Sumarmo berfokus pada hal tersebut,” kata Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho.

Selain itu perlu juga dilakukan pendampingan program yang ditujukan kepada masyarakat di sekitar Waduk Cengklik dengan memanfaatkan potensi lokal untuk menumbuhkan ekonomi.

Masyarakat dilibatkan dalam upaya menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggal. Sasarannya adalah kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok wanita tani (KWT).
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1471 seconds (0.1#10.140)