Kiai Ini Sembuh dari COVID-19 Berkat Sari Tebu hingga Zam-Zam
loading...
A
A
A
SEMARANG - Wabah COVID-19 hingga saat ini masih belum ditemukan vaksinnya. Namun, ada cerita di balik pasien yang dinyatakan sembuh dari virus yang kali pertama muncul dari Wuhan, China tersebut.
Adalah KH Muhyiddin, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah pernah divonis terjangkit COVID-19 . Pun akhirnya dia menjalani karantina, sampai sembuh. Cerita dan usaha apa yang dilakukannya sehingga ia selamat dari virus tersebut?
"Setelah tes dan dinyatakan positif (COVID-19), saya langsung menjalani karantina," ungkap Muhyiddin, Senin (3/8/2020).
Dia menuturkan, selama menjalani karantina, rasa cemas selalu menghampiri. Apalagi, berita yang bermunculan bahwa COVID-19 telah menyerang siapa saja tanpa pandang bulu.
"Memang virus Corona ini tidak pandang bulu. Dari berita semua orang bisa kena dari yang miskin, yang kaya, orang besar dan kecil, serta dokter pun bisa kena. Ini yang membuat saya semakin cemas," tuturnya.(Baca juga : Ketua Meninggal karena COVID-19, Kantor DPRD Jepara Disemprot )
Tidak banyak yang dilakukan, namun ia terus berupaya demi kesembuhan. Komunikasi dengan keluarga hanya bisa dilakukan lewat media sosial.
Muhyiddin pun mengonsumsi sari tebu produk olahan petani tebu di Kudus. Selain itu, dia diberi makanan, buah-buahan, sampai air zam-zam oleh petugas karantina.
"Kalau saya mantapnya usaha karena minum sari tebu dari Kudus. Itu karena resep dari adik saya. Selain itu air zam-zam. Tubuh saya terasa segar. Sari tebu saya minum tiga kali sehari, kalau air zam-zam dua kali," tuturnya.
Menurutnya, dia menjalani karantina hanya selama delapan hari, setelah dilakukan tes ulang sudah dinyatakan negatif. "Hanya delapan hari saya dikarantina. Setelah dites sudah negatif," imbuhnya.(Baca juga : Kasus COVID-19 Melonjak, Kamar Isolasi RS Sleman Tak Mampu Menampung )
Dia sendiri tidak tahu persis tertular dari siapa dan dimana. Dugaannya, karena sempat menerima banyak tamu untuk audiensi di ruangannya yang relatif terbatas. Selain itu, dia suka berbelanja di minimarket.
"Saya tidak tahu tertukar dari mana. Tapi pernah ada audiensi di ruang ini yang ternyata diikuti banyak orang. Tapi saya juga suka belanja di minimarket, mungkin bisa lewat uang kembalian," ungkapnya.
Dari pengalaman itu, dia berpesan kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
"Saya sudah mematuhi protokol kesehatan, tapi setelah kena saya nambah ketat lagi," ungkapnya.(Baca juga : Pelecehan Seksual Berkedok Penelitian, Rektor UNU Yogya: BA Punya Problem Kejiwaan )
Muhyiddin juga mengutip Al Qur'an yang menerangkan bahwa kewajiban menjaga diri dari tindakan yang membahayakan.
"Sesuai Surat Al Baqoroh ayat 195 dan dikuatkan qoidah Fiqhiyah laa dharara wala dhirara, yakni jangan berbuat yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Jadi mentaati protokol kesehatan wajib terutama bagi umat Islam," tegasnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan kepada ulama untuk dapat bersinergi dengan pemerintah dan ahli kesehatan dalam menentukan hukum terkait COVID-19.
"Saya mengajak umat Islam, tokoh, kiai hendaknua tidak berpikir sendiri seolah ijtihad, karena bukan bidangnya. Kita cukup bermadzhab kepada ilmuan bidang virus dan penyakit," pintanya.(Baca juga : Siap Maju Pilkada, Immawan Dapat 'Lampu Hijau' Amien Rais )
Dalam kesempatan itu, ia mendoakan ulama, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat yang telah meninggal dunia karena COVID-19 dapat diterima di sisi Tuhan. "Semoga yang telah meninggal dunia, meninggal Sahid," ucapnya.
Adalah KH Muhyiddin, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah pernah divonis terjangkit COVID-19 . Pun akhirnya dia menjalani karantina, sampai sembuh. Cerita dan usaha apa yang dilakukannya sehingga ia selamat dari virus tersebut?
"Setelah tes dan dinyatakan positif (COVID-19), saya langsung menjalani karantina," ungkap Muhyiddin, Senin (3/8/2020).
Dia menuturkan, selama menjalani karantina, rasa cemas selalu menghampiri. Apalagi, berita yang bermunculan bahwa COVID-19 telah menyerang siapa saja tanpa pandang bulu.
"Memang virus Corona ini tidak pandang bulu. Dari berita semua orang bisa kena dari yang miskin, yang kaya, orang besar dan kecil, serta dokter pun bisa kena. Ini yang membuat saya semakin cemas," tuturnya.(Baca juga : Ketua Meninggal karena COVID-19, Kantor DPRD Jepara Disemprot )
Tidak banyak yang dilakukan, namun ia terus berupaya demi kesembuhan. Komunikasi dengan keluarga hanya bisa dilakukan lewat media sosial.
Muhyiddin pun mengonsumsi sari tebu produk olahan petani tebu di Kudus. Selain itu, dia diberi makanan, buah-buahan, sampai air zam-zam oleh petugas karantina.
"Kalau saya mantapnya usaha karena minum sari tebu dari Kudus. Itu karena resep dari adik saya. Selain itu air zam-zam. Tubuh saya terasa segar. Sari tebu saya minum tiga kali sehari, kalau air zam-zam dua kali," tuturnya.
Menurutnya, dia menjalani karantina hanya selama delapan hari, setelah dilakukan tes ulang sudah dinyatakan negatif. "Hanya delapan hari saya dikarantina. Setelah dites sudah negatif," imbuhnya.(Baca juga : Kasus COVID-19 Melonjak, Kamar Isolasi RS Sleman Tak Mampu Menampung )
Dia sendiri tidak tahu persis tertular dari siapa dan dimana. Dugaannya, karena sempat menerima banyak tamu untuk audiensi di ruangannya yang relatif terbatas. Selain itu, dia suka berbelanja di minimarket.
"Saya tidak tahu tertukar dari mana. Tapi pernah ada audiensi di ruang ini yang ternyata diikuti banyak orang. Tapi saya juga suka belanja di minimarket, mungkin bisa lewat uang kembalian," ungkapnya.
Dari pengalaman itu, dia berpesan kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
"Saya sudah mematuhi protokol kesehatan, tapi setelah kena saya nambah ketat lagi," ungkapnya.(Baca juga : Pelecehan Seksual Berkedok Penelitian, Rektor UNU Yogya: BA Punya Problem Kejiwaan )
Muhyiddin juga mengutip Al Qur'an yang menerangkan bahwa kewajiban menjaga diri dari tindakan yang membahayakan.
"Sesuai Surat Al Baqoroh ayat 195 dan dikuatkan qoidah Fiqhiyah laa dharara wala dhirara, yakni jangan berbuat yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Jadi mentaati protokol kesehatan wajib terutama bagi umat Islam," tegasnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan kepada ulama untuk dapat bersinergi dengan pemerintah dan ahli kesehatan dalam menentukan hukum terkait COVID-19.
"Saya mengajak umat Islam, tokoh, kiai hendaknua tidak berpikir sendiri seolah ijtihad, karena bukan bidangnya. Kita cukup bermadzhab kepada ilmuan bidang virus dan penyakit," pintanya.(Baca juga : Siap Maju Pilkada, Immawan Dapat 'Lampu Hijau' Amien Rais )
Dalam kesempatan itu, ia mendoakan ulama, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat yang telah meninggal dunia karena COVID-19 dapat diterima di sisi Tuhan. "Semoga yang telah meninggal dunia, meninggal Sahid," ucapnya.
(nun)