Siasat Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto Habisi Gerakan 30 September 1965

Sabtu, 30 September 2023 - 17:41 WIB
loading...
A A A
Setelah menganalisa atas informasi yang diterima, Soeharto berkeyakinan Gerakan 30 September 1965 oleh Dewan Revolusi adalah upaya coup d'État atau kudeta yang dilakukan golongan ekstrem kiri.

Apalagi ia sudah lama mengenal Letkol Untung sebagai perwira yang dari dulu condong ke kiri.

"Karena saya tahu bahwa Untung adalah seorang penganut ideologi radikal kiri, maka jelas bagi saya bahwa Dewan Revolusi itu, dan Gerakan 30 September adalah kup dari golongan ekstrim kiri".

3. Memastikan Kesetiaan AD, AU, AL dan Polisi


Sebelum bergerak, Soeharto lebih dulu memastikan kesetiaan dan ketidaksetiaan pasukan di lingkungan Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polisi, yakni terutama pasukan di Jakarta.

Sebisa mungkin Soeharto melakukan koordinasi dengan para perwira di masing-masing matra. Setelah itu ia memerintahkan semua pasukan yang loyal kepadanya untuk siap tempur, tapi tetap tinggal di tempat.

"Saya ingin menghindarkan pertumpahan darah antara mereka, dengan tentara yang di bawa ke jalan sesat oleh beberapa unsur yang tidak bertanggung jawab".

4. Memastikan Keselamatan Presiden Soekarno


Pada 1 Oktober 1965, Mayjen TNI Soeharto sebelum menggerakkan pasukannya, sempat berkomunikasi dengan Presiden Soekarno atau Bung Karno. Soeharto berusaha memastikan keselamatan Bung Karno termasuk keberadaannya.

Pada pukul 10.00 WIB, Soekarno memberitahu Soeharto kalau dirinya selamat dan berada di suatu tempat di Jakarta. Meski tidak diberitahu, Soeharto bisa menerka dengan tepat posisi Bung Karno ada di Halim Perdanakusuma.

Soeharto menyarankan Bung Karno untuk meninggalkan Lanud Halim Perdanakusuma, karena pasukannya bersiap menyerang pasukan Dewan Revolusi. Bung Karno kemudian meninggalkan Lanud Halim Perdanakusuma untuk menuju Istana Bogor.

5. Pidato Pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi dari Lubang Buaya


Pada 4 Oktober 1965 jenazah para perwira tinggi AD yang ditemukan sehari sebelumnya, diangkat dari Lubang Buaya.

Para perwira tinggi AD ini merupakan korban penculikan sekaligus pembunuhan Dewan Revolusi. Mereka oleh Dewan Revolusi dituding sebagai Dewan Jenderal, yakni sebutan kepada para perwira tinggi AD yang tidak loyal kepada Presiden Soekarno.

Di lokasi Lubang Buaya, Mayjen TNI Soeharto melalui siaran radio berpidato menjelaskan apa yang terjadi pada 30 September 1965 yang kemudian dikenal sebagai G30S PKI.

Reaksi pertama yang muncul dari rakyat adalah rasa duka mendalam. Setelah itu di mana-mana terjadi kemarahan terhadap PKI beserta kaki tangannya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2668 seconds (0.1#10.140)