Gelar Diskusi di Cirebon, DPD RI Ingin Amandemen UUD 45 Bersama-sama
loading...
A
A
A
Sehingga, menurut dia, sistem bernegara yang dipilih adalah sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh komponen bangsa. Karena pada hakikatnya kedaulatan rakyat secara utuh harus berada di lembaga tertinggi negara.
Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan bahwa DPD RI mengajukan Lima Proposal Kenegaraan. Salah satunya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan. MPR tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Rahman Hadi berharap ada kolaborasi antara DPD RI dengan para awak media agar tercipta akselerasi percepatan informasi terkait dengan kinerja DPD RI sebagai lembaga aspirasi masyarakat.
"Karena tanpa adanya kolaborasi dan sinergitas KWP dengan DPD RI, maka kerja kerja politik DPD RI tidak akan sampai kepada masyarakat," tutur Rahman Hadi.
Sementara itu, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan mendorong DPD RI secara masif mensosialisasikan dan membahas Lima Proposal Kenegaraan tersebut dengan menggelar diskusi secara rutin dengan wartawan yang tergabung dalam KWP di Senayan, Jakarta.
"Mari kita bedah secara mendalam Lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini dengan menggelar diskusi rutin di Senayan. Kami dari KWP beranggotakan wartawan yang sehari-hari melakukan peliputan di Senayan, siap bekerja sama untuk ini," seru Ariawan.
Adapun lima proposal sistem kenegaraan DPD RI tersebut di antaranya:
Pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta Pemilu unsur perseorangan atau non-partisan.
Ketiga, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.
Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan bahwa DPD RI mengajukan Lima Proposal Kenegaraan. Salah satunya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan. MPR tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Rahman Hadi berharap ada kolaborasi antara DPD RI dengan para awak media agar tercipta akselerasi percepatan informasi terkait dengan kinerja DPD RI sebagai lembaga aspirasi masyarakat.
"Karena tanpa adanya kolaborasi dan sinergitas KWP dengan DPD RI, maka kerja kerja politik DPD RI tidak akan sampai kepada masyarakat," tutur Rahman Hadi.
Sementara itu, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan mendorong DPD RI secara masif mensosialisasikan dan membahas Lima Proposal Kenegaraan tersebut dengan menggelar diskusi secara rutin dengan wartawan yang tergabung dalam KWP di Senayan, Jakarta.
"Mari kita bedah secara mendalam Lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini dengan menggelar diskusi rutin di Senayan. Kami dari KWP beranggotakan wartawan yang sehari-hari melakukan peliputan di Senayan, siap bekerja sama untuk ini," seru Ariawan.
Adapun lima proposal sistem kenegaraan DPD RI tersebut di antaranya:
Pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta Pemilu unsur perseorangan atau non-partisan.
Ketiga, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.